Part 5 aku tidak penting ya?

99 17 9
                                    

Esoknya, di kelas, Miss Sani, guru sejarah mereka, berdiri di depan dengan ekspresi serius. "Oke, anak-anak! Hari ini kita bakal tugas kelompok. Siapa yang mau kerja sama?"

Ayan langsung memusinhkan kepalanya pada akk, "Akk! Aku mau sama kamu!"

Akk cuma angkat alis, "Thua gimana?"

Ayan berpikir, "Thua udah sama Khan dan Wat."

"Hm, ok," jawab Akk, terlihat setuju.

Tiba-tiba, suara dari belakang terdengar.
"Ayan! Aku mau sama kamu!" itu Luke, dengan gaya santainya.

"Boleh!" Ayan langsung senang.

Miss Sani melanjutkan memanggil nama. "Ayan, Akk, dan Luke, kalian dalam satu grup."

Ayan melompat kecil, sementara Akk cuma mengangguk datar. Luke langsung senyum lebar. "Kita ke perpustakaan aja buat diskusi," saran Luke.

"Boleh! Akk, kamu mau ikut?" Ayan tanya dengan semangat.

"Iya," jawab Akk singkat.

Pelajaran berjalan seperti biasa.

——————————

Di sudut kantin, Phan duduk bersama teman-temannya, Prim dan June, sembari menyantap makan siang. Mereka berbicara santai, hingga topik tentang Ayan muncul.

"Eh, kalian lihat nggak sih, anak baru itu, Ayan?" Prim mulai membuka pembicaraan, sambil mencomot kentang gorengnya.

June mengangguk, "Iya, yang kecil, putih, matanya sipit itu. Kayaknya dia lumayan populer sekarang."

Phan mendengus, menyandarkan tubuhnya ke kursi, tampak tak tertarik. "Iya, biasa aja. Nggak ada yang spesial dari dia."

Prim menoleh dengan alis terangkat, "Masa? Aku lihat dia sering bareng sama Akk. Mereka deket, ya?"

Phan langsung menajamkan pandangannya, wajahnya berubah. "Akk cuma kasihan sama dia, mungkin. Lagian, dia nggak pantes deket-deket sama Akk. Cuma bikin masalah aja."

June menyipitkan matanya sedikit, penasaran. "Kok kamu kesannya nggak suka banget sih sama Ayan?"

Phan menggeleng, seolah ingin menghindari topik itu. "Nggak, aku cuma... dia keliatan lemah, gampang ngerepotin orang lain. Gimana coba kalo dia beneran gangguin Akk?"

Prim dan June saling bertukar pandang. Prim menambahkan, "Tapi, mereka kayaknya akrab deh, aku sering lihat Ayan bareng Akk. Lucu, malah."

Phan menggertakkan giginya, menatap mereka dengan sedikit kesal. "Lucu? Aku nggak ngerti apa yang lucu dari dia. Kalau dia terus deketin Akk, mungkin aku yang bakal ngomong sesuatu."

—————-

Saat bel berbunyi, siswa-siswa mulai membereskan buku mereka dan bersiap untuk keluar kelas. Ayan, yang semangat ingin mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan, mendekati Akk yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya.

"Akk, jadi kita ke library bareng, kan?" tanya Ayan dengan nada ceria.

Akk, yang sedang sibuk, terlihat ragu sejenak sebelum menghela napas. "Aku nggak bisa ikut. Ada urusan yang harus aku selesaikan."

Ayan langsung terdiam, wajahnya yang tadinya penuh semangat berubah menjadi kecewa. "Oh... beneran? Apa kamu nggak bisa tunda sebentar?"

Akk menggeleng. "Maaf, Ayan. Tapi aku gabisa."

Ayan tersenyum kecil, meski hatinya terasa berat. "Ya udah, nggak apa-apa. Aku dan Luke aja yang bakal kerjain di library."

Akk mengangguk dan dengan singkat berkata, "Good luck," sebelum berbalik dan keluar kelas.

Di perpustakaan, Ayan duduk bersama Luke di salah satu meja dekat jendela. Meski masih memikirkan Akk, dia mencoba fokus. Luke, yang duduk di seberang, membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang topik tugas mereka.

"Jadi, kita mulai dari mana nih?" tanya Luke, sambil melemparkan senyum kecil ke Ayan.

Ayan mengangkat bahu, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa kecewanya tadi. "Mungkin dari sejarah awal kerajaan Thai?"

Luke mengangguk, "Sounds good. Gue suka topik ini, mudah dimengerti."

Sambil bekerja, mereka saling bertukar ide. Luke, yang sebenarnya sudah lama memperhatikan Ayan, terus meliriknya dari waktu ke waktu. Dia menikmati momen-momen kecil itu, meski Ayan tampaknya masih sedikit terganggu dengan perasaan kecewanya.

Ketika mereka sudah setengah jalan mengerjakan tugas, Luke tiba-tiba berkata, "Ayan, lo tahu nggak? Lo tuh orangnya menyenangkan. Seru banget ngerjain tugas bareng lo."

Ayan terkejut, sedikit tersipu, tapi tersenyum kecil. "Makasih, Luke. Lo juga enak diajak kerja bareng."

Luke menatap Ayan dengan penuh perhatian, ada sesuatu dalam pandangannya yang lebih dari sekadar teman biasa. "Gue seneng bisa kenal lo lebih dekat, Ayan. Gue harap kita bisa sering bareng kayak gini."

Ayan, yang mungkin belum sepenuhnya menyadari ketertarikan Luke, hanya tersenyum dan mengangguk pelan, meski hatinya masih setengah berharap Akk bisa bergabung dalam diskusi mereka.

——————————-

Setelah selesai mengerjakan tugas di perpustakaan bersama Luke, Ayan mulai merapikan barang-barangnya. Hatinya masih sedikit terasa berat, terutama karena Akk tidak ikut bersama mereka seperti yang dia harapkan. Saat mereka keluar dari pintu perpustakaan, Ayan tak sengaja melihat Akk di kejauhan, berjalan di koridor bersama Phan.

Langkah Ayan langsung terhenti. Dia memperhatikan bagaimana Phan berbicara dengan senyum manis, kadang-kadang tertawa kecil, sementara Akk tetap dengan ekspresinya yang datar dan dingin. Meski begitu, Phan tetap berusaha mendekatkan dirinya ke Akk, sesekali menepuk lengan Akk dengan lembut.

Ayan berdiri terpaku, melihat mereka dari jauh. Ada perasaan aneh yang muncul di dadanya. Cemburu? Mungkin. Tapi lebih dari itu, dia merasa sedih. Sejak kapan Akk jadi dekat dengan Phan? Mereka berdua tampak... akrab.

Luke, yang sudah berdiri di sampingnya, memanggil pelan. "Ayan? Lo oke?"

Ayan tersentak, cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari Akk dan Phan. "Ah, iya, gue nggak apa-apa." Dia memaksa tersenyum, tapi tatapannya kembali tertuju pada dua sosok yang semakin menjauh.

Luke melirik sekilas ke arah yang sama, kemudian menatap Ayan lagi dengan sedikit keraguan. "Mau bareng pulang?"

Ayan menatap Luke, kemudian mengangguk pelan. "Boleh."

Namun, meskipun mereka berjalan bersama menuju gerbang sekolah, pikiran Ayan masih tertinggal pada pemandangan tadi—Akk dan Phan yang terlihat dekat, semakin jauh dari pandangannya. Tanpa disadari, hatinya terasa semakin sakit.

"Kamu sanggup ya tinggalkan aku demi dia akk?"
Keluh hati kecil ayan.

Osis Dingin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang