Part 6 Aku cuma mau perhatian mu

84 17 6
                                    

Setelah pulang dari sekolah, Ayan langsung masuk rumah dengan wajah cemberut. Dia melempar tasnya ke sofa dan duduk dengan kesal. "Hiaaaa..." gumamnya pelan.

Gaipa, abang Ayan yang tengah duduk di meja makan, mengangkat alis melihat adiknya. "Loh, kenapa mukanya gitu? Siapa yang bikin kamu bete?"

Ayan mendengus, lalu menghempaskan tubuhnya di kursi di samping Gaipa. "Akk..."

Gaipa tersenyum kecil, sedikit geli. "Oh, Akk lagi, ya? Cerita deh, ada apa?"

Ayan menghela napas berat. "Hari ini aku ngerasa kayak dia ngga peduli lagi. Waktu aku ajak buat diskusi tugas bareng, dia bilang ada hal penting yang harus dia lakukan. Terus aku liat dia malah jalan bareng Phan. Cewek itu selalu nempel terus sama dia."

Gaipa mengangguk pelan sambil mendengar dengan serius. "Jadi kamu cemburu?"

Ayan diam sejenak, bingung mengakui perasaannya sendiri. "Aku... aku ngga tahu, hia. Mungkin iya. Aku cuma... ngga suka lihat dia sama orang lain. Akk tuh dingin, tapi kalau sama Phan, dia kayak mau ngeladenin."

Gaipa tersenyum tipis dan mengacak rambut Ayan. "Ayan, kadang kita emang suka mikir terlalu banyak. Tapi yang jelas, kalau kamu emang ngerasa sesuatu, kenapa ngga bilang ke dia?"

Ayan mengernyitkan dahi. "Maksud hia, aku bilang langsung kalau aku ngga suka dia jalan bareng Phan? Nanti malah keliatan kayak aku posesif..."

"Bukan gitu. Bukan tentang Phan, tapi tentang perasaan kamu. Mungkin selama ini kamu anggap Akk tahu apa yang kamu rasain, padahal dia bisa aja ngga nyadar. Kalau kamu diem terus, ya dia bakal jalan kayak biasa tanpa tau kamu ngerasa gimana."

Ayan menghela napas. "Tapi, hia... gimana kalau dia beneran suka sama Phan?"

Gaipa menepuk bahu Ayan dengan lembut. "Kalau kamu ngga pernah tanya atau kasih tau, kamu bakal terus terjebak sama pikiran-pikiran itu. Kalau beneran ada apa-apa, setidaknya kamu tahu, kan? Lebih baik tau daripada terus-terusan nebak."

Ayan terdiam, memikirkan nasihat Gaipa.

"Coba kamu lakukan sesuatu yang boleh ambil perhatian dia."

—————————-

Ayan duduk di bangku taman sekolah, merasa kesal karena Akk terlalu sibuk dengan urusan OSIS dan hampir tidak ada waktu untuknya. Setelah menunggu lama dan tidak ada tanda-tanda Akk akan mendekat, Ayan mulai memikirkan sesuatu yang bisa menarik perhatian sahabatnya itu.

Dengan senyum nakal, Ayan memungut bola yang tergeletak di dekat lapangan, lalu menendangnya keras ke arah beberapa siswa yang sedang duduk santai. Bola itu memantul mengenai meja dan membuat suasana mendadak kacau. Suara siswa-siswa yang terkejut langsung terdengar, sementara Ayan pura-pura tak bersalah.

"Ayan, ngapain sih lo?!" salah satu siswa yang terkena bola berteriak kesal, tapi Ayan hanya menyengir, berharap Akk memperhatikan.

Dari jauh, Akk yang sedang berbincang dengan teman-temannya melihat keributan itu. Wajahnya langsung berubah serius, dan dia mulai melangkah cepat menuju Ayan. Ayan berdebar, menunggu respons Akk.

Begitu sampai, Akk menatap Ayan dengan pandangan tajam. "Ayan, kamu ngapain bikin ribut? Mau cari masalah?"

Ayan tersenyum jahil, senang akhirnya Akk memperhatikannya. "Enggak kok. Cuma mau main bola aja. Kenapa? Kamu baru perhatiin aku sekarang."

Akk menatapnya lebih dalam, terlihat kesal tapi menahan diri. "Ayan, kamu nggak perlu bikin kekacauan buat aku perhatiin kamu. Kamu bisa kena masalah kalau begini terus."

Ayan mengangkat bahunya, pura-pura tidak peduli. "Yah, aku kan cuma pengen dapet perhatian kamu. Akhir-akhir ini kamu sibuk banget, aku bosen."

Akk menghela napas pelan, jelas masih kesal tapi juga bingung harus menghadapi Ayan yang selalu cari perhatian. "Ayan, aku memang sibuk, tapi bukan berarti aku nggak peduli sama kamu. Kamu nggak perlu bikin hal-hal kayak gini cuma buat aku lihat kamu."

"Kamu bohong."

"Terserah kamu. Jangan bikin ribut atau aku denda kamu."

——-

Setiap hari, Ayan selalu mencari cara untuk bikin masalah, semua itu demi satu hal—agar Akk memperhatikannya. Meskipun Akk selalu kelihatan dingin dan tenang, Ayan merasa senang setiap kali Akk datang dengan ekspresi serius, bertanya apa yang sedang dia lakukan. Itu seperti kemenangan kecil untuknya.

Di kelas, Ayan sengaja menjatuhkan buku-bukunya dengan keras, sehingga semua orang menoleh, termasuk Akk.

"Ayan, apa lagi sekarang?" tanya Akk, berdiri di depan meja Ayan dengan wajah datar.

Ayan hanya menyengir. "Eh, buku-buku ini terlalu licin."

Akk menggelengkan kepala, tapi matanya tetap menatap Ayan. "Kalau kamu ada perlu, bilang aja. Jangan bikin keributan."

Ayan tertawa pelan. "Tapi kalau aku nggak bikin ribut, kamu nggak akan datang. Aku suka waktu kamu perhatiin aku."

Akk menahan napas sejenak, lalu duduk di kursi sebelah Ayan. "Ayan, kamu tahu kan kalau aku masih punya tanggung jawab di OSIS? Aku nggak bisa terus-terusan datang cuma buat urusin keisengan kamu."

Ayan pura-pura memasang wajah sedih. "Oh, jadi kamu nggak peduli sama aku lagi?"

Akk menghela napas panjang, sedikit jengkel tapi masih bertahan. "Aku selalu peduli. Cuma kamu nggak perlu bikin hal-hal nggak penting buat aku perhatiin kamu."

"Tapi aku suka kamu datang," Ayan menyengir lagi, senang bisa membuat Akk bicara lebih banyak.

Setiap kali Akk selesai ngomong, Ayan selalu merasa puas. Walaupun Akk mungkin jengkel, Ayan tahu dia tetap memperhatikan. Dan itu cukup buat Ayan.

Keesokan harinya, Ayan kembali dengan keisengan baru. Kali ini, dia sengaja menendang bola basket ke arah jendela kelas, hampir memecahkannya.

Akk yang sedang lewat melihat kejadian itu langsung menghampiri dengan cepat. "Ayan, kamu serius mau bikin rusuh lagi?"

Ayan terkekeh, merasa menang lagi. "Nggak kok, cuma pengen lihat ekspresi kamu. Kamu lucu waktu marah."

Akk memijat pelipisnya, jelas kesal tapi juga nggak bisa benar-benar marah. "Ayan, kamu nggak bisa terus begini. Sekali lagi kamu bikin masalah, kamu bisa kena hukuman dari sekolah."

Ayan tersenyum lebar. "Yaudah, aku bakal baik-baik aja... asal kamu janji buat temenin aku hari ini."

Akk menatap Ayan, terlihat seperti sedang mempertimbangkan, lalu mengangguk pelan. "Oke, tapi jangan bikin masalah lagi. Kalau kamu butuh aku, bilang aja."

Ayan puas. Dia tahu, meskipun Akk selalu dingin, perhatian Akk nggak pernah hilang. Dan itu semua yang dia butuhkan.

Osis Dingin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang