Part 20 Wat's Hometown

56 13 5
                                    

Malam itu,

udara pantai yang sejuk disertai suara ombak membuat suasana semakin nyaman. Di tengah kegelapan malam, mereka menyalakan api unggun besar di tepi pantai. Bara api berkobar, memancarkan kehangatan, sementara aroma BBQ mulai menyebar di udara. Wat sibuk mengatur daging di atas panggangan, Khan membantu menyusun kayu tambahan untuk menjaga api tetap menyala, dan Luke sibuk memotret momen-momen santai mereka.

Di sisi lain, Khan dengan wajah penuh semangat membuka tas ranselnya dan mengeluarkan beberapa botol alkohol. Dia tersenyum lebar, sambil mengangkat botol di tangannya. "Guys, aku bawa persediaan khusus buat malam terakhir kita di sini!"

Semua tertawa, kecuali Akk yang melirik Ayan dengan sedikit cemas. Dia tahu kalau minum-minum bisa membuat suasana jadi lepas, tapi dia tidak mau ada yang kelewatan, terutama Ayan.

Ayan, yang duduk di samping Akk sambil memandangi api unggun, tersenyum kecil saat melihat botol-botol alkohol itu. "Aku udah lama gak minum ini," katanya sambil menatap botol di tangan Khan.

Akk langsung mengerutkan kening dan menoleh ke Ayan. "Maksudmu apa?" tanyanya, sedikit kaget.

Ayan tertawa ringan, mungkin lebih karena efek kelelahan daripada alkohol. "Ya... di Amerika, aku pernah coba sedikit waktu ada party. Cuma sekelumit aja, tapi cukup buat bikin aku pusing."

Akk semakin kaget. Dia tidak pernah tahu Ayan pernah terlibat dalam hal-hal seperti itu. "Kamu minum di sana?" tanyanya dengan nada yang sedikit khawatir, namun Ayan hanya mengangkat bahu seolah hal itu biasa saja.

"Kamu gak tau banyak hal soal aku, Akk," Ayan tersenyum licik, menggoda Akk yang kelihatan lebih protektif dari biasanya.

Akk ingin mengatakan sesuatu, tapi sebelum sempat, teman-teman mereka mulai menuangkan minuman ke dalam gelas-gelas plastik. Ayan mengambil gelasnya dan tersenyum lebar sambil mengangkatnya. "Untuk malam terakhir kita di sini!"

Semua orang bersorak dan bersulang. Ayan menyesap minumannya dengan cepat, sementara Akk hanya memandanginya dengan tatapan was-was. Semakin lama, Akk mulai memperhatikan Ayan yang sudah mulai berani berbicara lebih lepas dan sedikit ngawur. Ayan mulai menceritakan hal-hal random, seperti kejadian-kejadian lucu di sekolah dan pengalaman-pengalaman yang bahkan tidak pernah Akk dengar sebelumnya.

"Heh... Kamu tahu gak, Akk? Kamu tuh kayak batu, selalu diam tapi... aku selalu suka sama kamu." Ayan tiba-tiba berkata sambil tertawa, wajahnya sudah mulai merah, tanda-tanda bahwa dia sudah mulai mabuk.

Akk langsung menahan tangan Ayan yang hampir saja menjatuhkan gelasnya. "Udah, udah... kamu udah mabuk," katanya sambil menarik gelas dari tangan Ayan.

Ayan hanya terkekeh, "Aku belum mabuk, cuma... happy." Wajahnya semakin cerah dengan senyum yang lebih lebar. Tapi Akk tahu, kalau dibiarkan, ini bisa berlanjut lebih buruk.

" udah cukup, Ayan," Akk berkata tegas, tapi dengan lembut. Dia mengulurkan tangannya dan menarik Ayan untuk berdiri. "Ayo, kita balik ke tenda."

Ayan hanya menurut, meskipun langkahnya sudah goyah. "Akk, kamu tahu... aku sayang banget sama kamu... tapi... kamu tuh...," Ayan terdiam sesaat, mencari kata-kata, tapi segera melupakan apa yang mau dia katakan, tertawa lagi, dan hampir terjatuh.

Akk dengan cepat menangkap Ayan sebelum dia jatuh, mendekap tubuhnya yang sudah lemas. "Iya, iya, aku tau," katanya sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan Ayan.

Mereka berjalan perlahan menuju tenda. Di tengah perjalanan, Ayan masih mengoceh tak jelas, sesekali tertawa dan mengatakan hal-hal yang semakin tidak masuk akal. Sampai di dalam tenda, Akk mendudukkan Ayan dengan hati-hati dan melepaskan jaketnya.

"Tidur aja dulu. Besok kamu pasti bakal pusing," kata Akk sambil membenahi posisi bantal Ayan.

Ayan hanya menatap Akk dengan mata yang mulai sayu. "Akk... kamu selalu baik ya... tapi... aku gak ngerti kenapa kamu selalu cuek sama aku di depan orang lain."

Akk terdiam sejenak mendengar kalimat itu, tapi dia tahu Ayan sudah tidak dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Udah, tidur aja, Aye."

Sebelum Ayan benar-benar terlelap, dia membuka matanya setengah sadar dan dengan suara pelan memanggil, "Akk... aku mau pukpuk..."

Akk menatap Ayan yang matanya hampir tertutup sepenuhnya, wajahnya sudah terlihat sangat lelah tapi masih menyempatkan diri meminta sesuatu yang manis. Sebuah permintaan yang membuat Akk tersenyum kecil.

"Serius, Ay?" Akk menggeleng pelan, tapi melihat Ayan yang sudah menatapnya dengan ekspresi mengantuk itu, dia hanya bisa mengangguk pasrah. "Yaudah, sini," katanya dengan lembut.

Akk mulai memuk-puk punggung Ayan dengan gerakan perlahan, seolah sedang menenangkan anak kecil. Setiap kali tangannya menyentuh punggung Ayan, napas Ayan semakin tenang dan berat, tanda kalau dia mulai tenggelam dalam tidur. Wajah Ayan tampak damai, sementara Akk terus memuk-puk punggungnya dengan penuh perhatian.

"Like a baby... my baby..." gumam Akk pelan sambil tersenyum kecil, meskipun dia tahu Ayan sudah tidak mendengarnya lagi.

Akk memandangi wajah Ayan yang tertidur nyenyak. Meski terlihat dewasa dan tegas di luar, di momen seperti ini, Ayan selalu mengingatkan Akk pada sosok yang lebih rapuh, seseorang yang butuh perlindungan. Seseorang yang selama ini, tanpa sadar, Akk selalu jaga dan perhatikan.

Setelah beberapa menit, Ayan benar-benar terlelap. Akk menarik napas panjang, lalu membenarkan posisi tidur Ayan, memastikan dia nyaman dan hangat sebelum akhirnya Akk sendiri merebahkan tubuhnya di samping Ayan.

"Goodnight, Ay," bisiknya pelan.

Akk keluar dari tenda dengan langkah hati-hati setelah memastikan Ayan benar-benar tertidur. Begitu dia mendekati teman-temannya yang masih duduk di sekitar api unggun yang mulai meredup, Khan langsung menyambut dengan senyum menggoda.

"Bayi lo udah tidur?" tanya Khan sambil terkekeh, matanya menatap Akk dengan tatapan jahil.

Akk hanya mengangguk sambil menarik napas panjang. "Udah," jawabnya dengan nada tenang. Tapi jelas dari ekspresi wajahnya kalau dia sudah terbiasa dengan olok-olok seperti ini.

Wat, yang sedang duduk di sebelah Khan, melempar pandangan iseng. "Kamu itu udah kayak babysitter, Akk."

Akk mengangkat bahu santai. "Lebih baik jadi babysitter daripada biarin dia bikin masalah lagi karena kebanyakan ngomong pas mabuk," balasnya sambil duduk di dekat mereka. Semua tahu Ayan memang suka mengoceh kalau sudah hampir mabuk, dan itu selalu berakhir lucu tapi juga bikin repot.

Mereka semua tertawa kecil. "Dia nggak ngomong aneh-aneh tadi?" tanya Thua penasaran sambil menyesap minumannya.

Akk menggeleng. "Untungnya enggak. Cuma minta pukpuk doang," katanya sambil tersenyum kecil, mengingat permintaan polos Ayan sebelum tidur.

"Oh, so sweet..." sindir Wat sambil menirukan nada manja, membuat yang lain tertawa lagi.

Mereka berbincang ringan, mengulas kembali perjalanan mereka selama di kampung Wat, membicarakan tempat-tempat bersejarah yang mereka kunjungi dan rencana esok pagi sebelum pulang. Meskipun obrolan mereka santai, sesekali diselingi lelucon, suasananya tetap terasa nyaman. Semua tampak menikmati momen terakhir di bawah langit malam yang penuh bintang.

Setelah beberapa saat, Khan melihat jam di tangannya. "Kayaknya udah saatnya kita kemas-kemas. Besok harus bangun pagi."

Akk mengangguk setuju. "Ya, biar kita gak terlalu buru-buru besok pagi."

Mereka mulai membereskan peralatan, mematikan sisa api unggun, dan memastikan semua tertata rapi sebelum akhirnya kembali ke tenda masing-masing. Setelah semuanya selesai, satu per satu mereka masuk ke tenda, bersiap untuk tidur. Malam itu terasa damai, angin pantai yang sejuk mengiringi mereka ke dalam mimpi masing-masing.

Osis Dingin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang