Pergi

140 22 4
                                    

Ditengah hiruk pikuk malam beberapa orang masih sibuk berlalu lalang, ada yang sedang bercengkrama, baru kembali pulang dari pekerjaan, ataupun yang mau mulai bekerja dimalam hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ditengah hiruk pikuk malam beberapa orang masih sibuk berlalu lalang, ada yang sedang bercengkrama, baru kembali pulang dari pekerjaan, ataupun yang mau mulai bekerja dimalam hari. Seorang bocah kecil hanya bisa duduk diam, mengeratkan jaket miliknya untuk melindungi dari dingin malam. Namun tetap saja telapak tangan mungil itu sudah sedikit memutih, karena memang cuaca malam ini berangin.

Sebenarnya ia ingin menangis saat ini, tapi coba terus ditahannya. Otak kecilnya bingung apa yang harus dilakukan, pinggang dan kaki sudah lelah bolak balik duduk-berdiri ditempat yang sama. Beberapa orang sudah bertanya sejak tadi, namun ia hanya menjawab dengan ragu

"Aku menunggu ibuku"

Tadi pagi betapa senangnya ia ketika si ibu mengajak jalan-jalan ke pusat kota, dimana menurut cerita temannya yang lain disana banyak makanan lezat dan permainan menarik. Bocah itu tak pernah sekalipun ke kota, karena jaraknya yang cukup jauh dari desa mereka tinggal, juga butuh uang lebih untuk naik bus. Menggendong ransel yang sudah dipersiapkan ibu sebelumnya, senyum indah milik bocah itu mulai mengembang. Keduanya bergandengan sepanjang jalan menuju halte bus, dan saat kendaraan kotak beroda banyak itu tiba, si anak semakin bahagia, melangkahkan kaki kecilnya masuk dan duduk kursi sebelah kaca.

Tangannya melambai ke arah rumah-rumah penduduk, seakan mengucapkan sampai jumpa
pada temannya dan memamerkan kalau ia akan ke pusat kota. Walau tak ada orang yang melihatnya pergi, karena mereka berangkat pagi-pagi benar. Dalam benak si anak, pasti akan seru nanti dia menceritakan pengalamannya ke pusat kota pada teman-teman.

Sepanjang perjalanan naik bus mata bulatnya sibuk melihat kanan-kiri, hingga memasuki area perkotaan betapa takjubnya ia melihat gedung-gedung tinggi mencapai langit. Anak itu memang pernah melihat gedung tinggi dari televisi, tapi tak disangka akan setinggi itu. Pikirnya mungkin hanya setinggi tower listrik didesa, tapi nyatanya ini lebih tinggi dan besar. Ingin rasanya ia ke puncak tertinggi gedung-gedung itu, dan melihat kebawah, 'wuah pasti akan sangat menyebangkan'.

"Ibu bisa kita keatas sana?"

Si ibu hanya tersenyum mendapat pertanyaan dari sang anak. Sedari tadi ibu memang tersenyum mendengar gumaman kagum si anak, namun tidak ada ekspresi bahagia disana, hanya ada raut sedih yang ditutupi bibir merekah palsu.

"Yang bisa kesana hanya orang sukses nak, bukan orang seperti kita"

Bocah itu hanya bisa menunduk kembali, mungkin memang akan sesulit itu. Rumah mereka saat ini saja yang paling kecil diantara semua penduduk desa, apalagi ia harus masuk ke gedung setinggi dan sebesar itu. Pandangannya kembali teralihkan ketika memasuki area pusat kota dimana lebih banyak orang berlalu lalang dibandingkan didesa tempat tinggalnya. Banyak restoran dan tempat makan dengan dekorasi yang menarik penuh warna. Saat  turun dari bus, bocah itu sedikit kerepotan karena ranselnya cukup besar, entah apa isi didalamnya. Mungkin ibu cukup banyak membawa perbekelan, pikirnya.

Si ibu mengajaknya masuk ke restoran siap saji, mereka merasakan sejuk ruangan dari AC membuat takjub. Mereka memilih duduk di meja kursi berhadapan, kemudian yang lebih tua berjalan kekasir untuk membelikannya  makanan.

HERE JAEMRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang