Esha cepat-cepat menghapus air matanya saat sekelebat bayangan dimasa lalu kembali terputar dikepalanya.
Kemudian gadis itu terkesiap saat Reva menariknya kedalam dekapan hangatnya. Esha tertegun selama beberapa saat sebelum akhirnya dia membalas pelukan Reva. Ia mengalungkan kedua lengannya dibahu gadis itu.
Reva tersenyum dibalik wajah Esha, entah kenapa dia melakukan itu tapi tubuhnya bereaksi dengan sendirinya saat melihat Esha menangis.
"Apapun itu jangan nyalahin diri lo sendiri, because everything happened the way it was supposed to." Tutur lembut gadis itu mengalun indah di indera Esha, seperti sebuah obat penenang yang langsung bekerja.
Esha memejamkan matanya menghirup aroma tubuh Reva yang sangat wangi. Tanpa sadar keduanya sudah terlena dengan posisi itu selama beberapa saat, mereka menikmati bagaimana kehangatan tubuh mereka menyatu dengan sempurna dan menciptakan suasana yang begitu nyaman.
"Thanks." Esha lebih dulu menarik diri dari Reva, ia tersenyum teduh pada gadis itu.
Reva mengangguk kemudian menatap tepat kearah manik hitam Esha yang ada didepannya. Jarak mereka dekat namun belum cukup untuk bisa mendengar detak jantung masing-masing kedua gadis itu yang mulai berirama dengan cepat. Esha membalas tatapan Reva dengan lamat.
Kedua sorot itu beradu saling menyelami manik masing-masing, Esha maupun Reva tidak dapat mengalihkan pandangan masing-masing, seolah sebuah sihir baru saja mempengaruhi mereka. Mata mereka bahkan lebih lambat untuk berkedip, terlalu dalam dengan tatapannya.
Sampai akhirnya Esha yang membuat pergerakan lebih dulu. Perlahan dia mendekatkan tubuhnya kearah Reva. Gadis itu sontak terkesiap saat lengan Esha bersentuhan dengan lengannya, kini mereka saling berhadapan dengan jarak yang cukup dekat.
Reva tidak tahu harus melakukan apa saat Esha semakin dekat dengannya, namun tubuhnya tidak berkutik sedikit pun, bahkan untuk menjauh pun tidak. Seolah tubuhnya mengizinkan dirinya untuk menunggu apa yang akan dilakukan oleh Esha.
Melihat tidak adanya gerak pengelakan Esha semakin tidak ragu akan apa yang sedang dilakukannya. Kini tidak hampir satu senti jarak mereka, Esha berhenti untuk memastikan apakah Reva merasa tidak nyaman.
Namun gadis itu masih tetap terdiam disana, masih menatap Esha dengan tatapan yang sama. Saat ini Reva bisa merasakan nafas Esha menerpa kulitnya dengan halus, membuatnya merinding namun sesuatu didalam perutnya terasa menggelitik dan detak jantungnya semakin berdetak tidak normal.
Sampai akhirnya Esha benar-benar menghapus jarak diantara keduanya. Bibirnya bertemu dengan bibir ranum milik Reva, matanya langsung membulat namun dia masih tetap tidak menolak. Bahkan ketika Esha mulai memejamkan matanya Reva tanpa sadar melakukan hal yang sama.
Masih belum ada pergerakan sama sekali, dua benda kenyal itu hanya saling bersentuhan, mata mereka terpejam merasakan ciuman masing-masing.
Esha memulai pergerakan lebih dulu, bibirnya bergerak menyesap bibir bawah Reva dengan sangat lembut dan penuh perasaan. Awalnya Reva tetap diam dan membiarkan Esha menciumnya, tapi lama kelamaan bibir Reva bergerak membalas ciuman Esha.
Mereka pun saling menyesap dan memagut dengan kasih, begitu pelan dan lembut, mereka menyalurkan perasaan mereka lewat ciuman tersebut. Tangan Reva bergerak mengalung dileher Esha seraya dengan pagutan mereka yang semakin lama semakin menuntut.
Dua gadis itu kini sama-sama bisa mendengar detak jantung mereka yang berdegup kencang. Esha tersenyum disela ciumannya saat menyadari ternyata Reva juga merasakan hal yang sama dengannya. Darah mereka mengalir deras ketika kulit mereka bersentuhan, sesuatu terasa menggelitik hingga ke jantung saat mereka saling melemparkan senyuman manis, semuanya memang terlalu nyata selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Up? || gxg
Teen Fiction"So, we end up here?" "Terima kasih atas waktu kamu. Meski aku tahu waktu kita telah banyak terbuang sia-sia, tapi aku senang kita pernah punya waktu bersama yang indah. Dengan kamu aku bahagia." "Lantas kenapa kita harus berakhir?" "Aku gak akan...