Bab 5. Nihil

105 17 0
                                    

Rila lagi memarkirkan motor matic miliknya di lahan parkiran kantor polisi. Dia menyapa beberapa petugas kepolisian yang di jumpai dan meminta izin untuk bertemu dengan tahan Riga.

"Rila,.." panggil Riga. Rila berdiri dari duduknya menyalami tangan Riga takzim seperti yang selalu dia lakukan ketika mereka bertemu. Lalu ke-duanya duduk berhadapan. Rila mengatur bekal yang dia bawa di hadapan Riga yang nampak sudah tak sabar.

"Silahkan om"

"Terima kasih yah"

"Sama-sama"

Riga segera menyuapi dirinya dengan lahap. Sejauh ini hanya makanan dari Rila yang membuatnya berselera untuk makan. Terlebih lagi saat ini di masak sendiri oleh Rila.

"Buatan mu?" tanya Riga. Sebelum semua ini terjadi, Rila memang kerap membantu mendiang istrinya memasak setiap kali Rila menginap di kediaman mereka.

"Iya om, di bantu sama Karen"

Mendengar nama anak sulungnya, mulut Riga berhenti melebur makanan.

"Kamu tinggal dengan Karen?"

"Karen menginap di rumah kakek ku kemarin. Rayen juga mampir menjemput Karen, kami sarapan bersama"

Riga tersenyum haru, bersyukur anak-anaknya makan dengan baik, dan itu semua berkat wanita di hadapannya ini.

"Bagaimana keadaan mereka?

"Baik kok om, Rayen mulai di sibukkan oleh beberapa aktivitas nya, dia juga kembali berkuliah. Dan oh iya, om.."

"Apa?"

"Karen dan Rayen berencana akan ke kabupaten Tanggamus untuk melihat keadaan usaha milik kalian. Mereka berencana akan mengisi posisi om mengelola usaha itu, lebih tepatnya Karen"

Lagi Riga tersenyum haru. Setelah dirinya terkurung di balik jeruji besi, kekhawatiran yang selalu bercokol di kepalanya tak lain akan keadaan anak-anaknya setelah berita tentang dirinya menyeruak, juga keadaan usaha memiliknya. Bukan satu atau dua orang yang menggantungkan hidup dengan bekerja pada usaha milik-nya itu, tapi ada puluhan orang. Dan dia bersyukur anak-anaknya mau menggantikan perannya.

"Terima kasih yah"

"Kok sama saya?" bingung Rila

"Om tahu, itu pasti usulan mu kan"

Bukan waktu sebentar Riga mengenal Rila, sehingga dia banyak tahu watak dan sifat wanita itu, salah satunya dia akan membantu orang-orang yang dia sayangi, seperti pada Karen dan Rayen. Juga Rila tinggi rasa kepedulian pada orang lain, sehingga dia pun pasti memikirkan nasib para pekerja jika usaha kakao miliknya sampai berhenti beroperasi di karenakan pemberitaan tentang pemilik perusahaan tersebut.

"Saya hanya memberi usulan agar Karen dan Rayen memiliki kegiatan, sekaligus menghibur diri mereka"

Lagi Riga menghaturkan terima kasih dan melanjutkan makannya.

"Bagaimana dengan Novita? Kamu sudah ada petunjuk?"

Rila membuang nafas berat, pencariannya belum membuahkan hasil.

"Kemarin saya mendatangi kediaman pak Irfan, dan dari sana saya di beritahu alamat tempat tinggal dan di mana Novita bekerja. Tapi semua hasilnya nihil. Semenjak menyebarnya insiden di kamar hotel waktu itu, Novita meninggalkan kediamannya juga nggak bekerja di tempatnya lagi, dia menghilang. Tapi saya akan mendatangi pak Lubis untuk mencari tahu tentang Novita lagi"

Riga merasa kembali mendapatkan angin segar meski belum sepenuhnya lega.

"Maaf yah, om merepotkan kamu"

"Nggak apa-apa om. Saya juga nggak ikhlas Novita nggak di hukum"

"Kamu percaya om nggak mengkhianati istri om kan?"

Riga bertanya juga berharap tanggapan tak menghardik. Meskipun jika Rila mengatakan dirinya percaya itu tak bisa menghilangkan tuduhan tukang selingkuh yang telah di sematkan padanya. Tapi setidaknya tanggapan satu orang akan membuatnya sedikit merasa lebih baik, terlebih lagi tanggapan itu dari seseorang yang telah dia angkat sebagai anak.

"Rasanya sulit untuk percaya. Om, Tante, Karen dan Rayen, sudah bertahun-tahun saya mengenal kalian, dan sejauh ini nggak ada yang saya sesali dari mengenal kalian semua. Entah mengapa setelah mendengar penuturan om waktu itu yang mengatakan om di jebak, saya percaya om nggak mungkin melakukan hal tersebut. Dan saya rasa semua ini mungkin telah di atur oleh seseorang"

"Yah Novita, siapa lagi" sergah Riga

"Om nggak berpikir ada dalang lain di balik semua ini?"

Riga membelokkan pandangan dari wajah Rila, dia berpikir keras mencari-cari seseorang yang mungkin tak menyukai dirinya sehingga menyebabkan semua ini. Tapi dia tak menemukan apapun, sejauh ini semua yang dia anggap kawan maupun rekan selalu baik padanya

"Entahlah, om nggak tahu jika ada yang berniat seperti itu. Tapi kira-kira motifnya apa jika memang ada orang seperti itu?"

Berganti Rila yang berpikir keras, lalu dia menggabungkan beberapa potongan dari usahanya mencari tahu keberadaan Novita.

"Om sering berkunjung ke tempat karaoke...?"

Rila menggerakkan jari tengah dan jari telunjuknya atas bawah, mengisyaratkan sesuatu yang cukup frontal untuk di sebutkan. Dan itu membuat dahi Riga mengerut juga kepalanya sedikit mundur heran di tanya hal yang jarang dia lakukan, terlebih lagi untuk hal lebih dari sekedar bernyanyi, tapi Rila bertanya seolah dirinya sering melakukan hal tersebut. Semenjak dia menikah dan membangun usahanya, nyaris tak lagi menginjakkan kaki ke tempat seperti itu. Sialnya saat dia di paksa oleh ke-tiga temannya, di situlah perkenalannya dengan Novita pertama kali.

"Dulu saat masih muda, tapi nggak sering. Sekali sebulan bahkan nggak. Om pergi jika di paksa sama teman-teman. Kenapa yah?"

"Om kenal dengan Novita di mana?"

"Di kenalkan tepatnya, di tempat karaokean tempatnya bekerja. Tapi nggak ada yang aneh-aneh yah, justru dia selalu menempel pada Bima"

Rila segera merogoh saku tasnya, melihat isi dari secarik kertas yang pernah Riga tulis berisi nama-nama pelaku yang mengenalkannya dengan Novita.

"Bima itu yang om juga tulis namanya kan?"

"Iya, di banding Irfan dan Lubis, Novita tampak sangat dekat dengan Bima"

Rila manggut-manggut, entah mengapa dia sangat yakin Bima lebih mengetahui di mana Novita berada saat ini. Tapi dia tak mau merusak rencana yang telah dia susun rapih, yakni akan mendatangi Lubis terlebih dahulu, karena dia pun telah mengetahui posisi cafe pria tersebut.

"Hari ini saya akan memulai dari pak Lubis dahulu lalu pak Bima. Saya nggak akan membiarkan mereka tenang jika memang mereka terlibat"

Mata Riga berkaca-kaca dengan hebatnya, bersyukur seseorang yang dia bantu dengan ikhlas sedari dulu, kini selayaknya membalas budi.

"Terima kasih yah" ujarnya

"Sama-sama, om harus tetap sehat untuk membuktikan om nggak bersalah"

Riga mengangguk lalu ikut di bawa oleh polisi kembali ke sel nya.

Jodoh PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang