Rila baru saja tiba di Albis cafe, yakni cafe milik Lubis. Agar berbaur dengan pengunjung lainnya dia memesan segelas jus.
Tak lamanya pelayan pergi untuk membuatkan pesanan, Rila memerhatikan sekitar mencari posisi Lubis barang kali ada di cafe miliknya.
Pesanannya datang tapi dia belum menemukan pemilik cafe tersebut.
Gayung bersambut, yang di cari-cari menampakkan diri keluar dari salah satu ruangan menuju ke salah satu meja, menghampiri seorang pria yang tampak sebaya dengannya, bukan Irfan maupun Bima. Kendati demikian Rila tak surut semangat, dia tak melepaskan pandangan pada meja yang tak jauh dari mejanya.
"Janjian kah?" tanya tiba-tiba seorang pemuda duduk di hadapan Rila menghalangi pandangan.
"Rayen!" terkejut Rila
"Santai saja dong kak, matanya sampai mau keluar begitu"
Rila risau kemunculan Rayen akan membuat rencananya berantakan.
"Janjian sama siapa?"
"Ng-nggak" Rila menyembunyikan kegugupan dengan menyeruput jus miliknya yang baru di suguhkan beberapa detik yang lalu, tapi belum menghilangkan rasa penasaran Rayen, hingga dia menoleh pada meja yang Rila tatap curi-curi pandang.
"Kamu daddy issues kak!" pekik Rayen membuat kesimpulan sendiri.
Rila terbelalak segera menutup mulut Rayen."Jangan sembarangan ih!" tegurnya
"Itu, kak La terus memerhatikan meja yang di isi dua om-om itu kan?"
Memang benar Rila memerhatikan mereka, tapi bukan karena tertarik apalagi menyukai salah satunya, tapi dia juga tak bisa mengatakan alasannya.
Rayen menagih jawaban tapi Rila tak kunjung memberi melihat Lubis dan temannya meninggalkan tempat. Rila pun segera berdiri ingin menyusul, tapi Rayen menahan tangannya.
"Kak, sadar kak, kamu itu masih muda, cantik pula, masa suka nya sama om-om modelan begitu"
Rila frustasi sendiri di tempatnya, ingin segera mengejar Lubis tapi dia tertahan oleh Rayen, dan dia bingung untuk mengatakan alasannya memerhatikan mereka.
"Nanti aku jelaskan" ujar Rila menarik tangannya terlepas, segera menyusul Lubis yang untungnya masih di parkiran.
Setibanya Rila terkejut mendapati teman yang tadi bersama Lubis telah pergi berganti Irfan. Mereka bercakap-cakap nampak serius sembari memastikan sekeliling.
"Kak, hmmppp"
Rila membungkam mulut Rayen yang menyusulnya, dia tak mau melewatkan kesempatan ini karena ceracau tuduhan Rayen yang tak berfaedah.
Rayen yang terbungkam ikut menyaksikan apa yang Rila saksikan hingga dirinya tak ingin teralihkan.
"Hmmmpppp"
Rila sadar masih membungkam mulut Rayen, dia melepasnya membiarkan pria itu berbicara.
"Kak La, sadar kak" bisik Rayen masih berusaha mengingatkan Rila yang baginya salah jalan.
"Kamu tahu mereka siapa?" Rayen menggeleng. "Mereka teman-teman ayah mu yang memperkenalkan wanita di kamar hotel waktu itu"
Sontak Rayen menjadi kesal dan ingin menghampiri mereka, tapi segera Rila menahan.
"Kamu mau kemana?" tanyanya
"Aku nggak akan membiarkan mereka. Karena ke-dua orang itu bunda meninggal!"
Rila tak membiarkan Rayen pergi dan merusak apa yang telah dia mulai sedari kemarin.
"Aku paham kamu marah, tapi kamu harus bisa menahan diri dulu hingga kita tahu di mana Novita berada. Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Tapi untuk saat ini kamu tahan emosi kamu dulu. Lagi pula masih ada seorang lagi yang ku curigai"
Rayen menoleh, menatap Rila heran.
"Jadi kak La tahu mereka penyebab semua ini?"
Rila melepaskan tangannya dari menahan Rayen, mungkin tak ada salahnya jika dirinya menceritakan rencananya.
"Kak, kamu percaya sama ayah yang jelas-jelas tertangkap basah!" ujar Rayen masih sulit untuk percaya.
"Baiklah kalau kamu nggak percaya, lupakan itu tapi tetap cari petunjuk. Novita tetap harus di hukum" sergah Rila tak akan memaksa, dan Rayen diam seolah menimbang, walau dalam hatinya menyetujui apa yang Rila katakan. Meski sang ayah bersalah di matanya, itu harus di hukum bersama pasangannya.
"Baiklah, aku bantu cari tahu si Novita itu"
Rayen merogoh saku hoodie nya, mengambil ponsel miliknya menghubungi temannya yang tak jauh dari lokasi mereka berdiri, meminta mereka datang entah untuk apa.
Setelahnya Rayen bergerak menghampiri ke-dua pria paruh baya yang masih bercakap-cakap. Sedang Rila mengekori langkah lebar pria yang meski muda 3 tahun darinya, tapi posturnya lebih tinggi. Mungkin pencariannya segera tuntas dengan bantuan Rayen.
"Permisi" seru Rayen, ke-dua pria itu menoleh, lalu Irfan terkejut mendapati Rila yang kemarin menemuinya.
"Kamu" ujar Irfan menunjuk Rila di samping Rayen
"Kebetulan kalian di sini, saya masih ingin bertanya mengenai Novita" sahut Rila
"Sudah berapa kali saya katakan saya nggak tahu!"
"Woy santai saja!" kesal Rayen menarik kerah baju Irfan yang membentak Rila.
"Apa-apaan kamu!" geram Lubis berusaha melepaskan tangan Rayen dari kawannya
"Kita nggak perlu berada di situasi ini jika kalian beritahu di mana Novita sekarang" sergah Rila
"Saya nggak tahu!" sungut Lubis
Rayen maupun Rila tak percaya, tampaknya Lubis sedikit tahu di banding Irfan jika melihat dari gelagatnya, hanya perlu lebih di tekan.
Tak lamanya 3 pria pengendara motor sport berhenti tak jauh dari mereka, ke-tiganya menanggalkan helm dari kepala lalu ikut bergabung.
"Apa yang bisa kita bantu Ray?" tanya salah seorangnya
"Beri mereka pelajaran hingga mereka mengaku" titah Rayen, tanpa berpikir panjang ke-empat pria itu membawa Irfan dan Lubis yang ketakutan ke tempat yang lebih sepi. Di sana mereka di bentak hingga di takut-takuti untuk mendapatkan jawaban yang di inginkan.
"Di-dia bersama Bima" ujar Lubis ketakutan
"Di mana lokasinya?" Rila mendekat setelah sebelumnya menjaga jarak membiarkan Rayen bertanya dengan caranya.
Dengan tergugu Lubis mengatakan alamat Bima temannya.
"Jika kalian bohong, kami akan mencari kalian kemanapun" ancam Rayen pada ke-dua pria paruh baya yang berlutut di hadapan mereka.
"Kalian akan saya laporkan ke polisi!" ancam Irfan
"Silahkan, bapaknya seorang perwira tinggi polisi, dan ibunya seorang pengacara ternama" ujar salah seorangnya menepuk pundak ke-dua temannya yang tersenyum menyepelekan. Mendengar hal itu Irfan dan Lubis lagi ketakutan, bisa-bisa justru mereka yang berakhir di penjara.
"Awas kalau kalian mengatakan pada Bima jika kami mencari nya! Ku buat hidup kalian hancur!" ancam Rayen lalu pergi di susul Rila dan tiga temannya yang lain.
"Wih anak perwira tinggi polisi nih" canda Rayen menepuk pundak kawannya di sebelah kanan. "Yang ini ibunya pengacara ternama" tambahnya pada kawannya di sebelah kiri, mereka lalu tertawa terbahak-bahak. Mereka mengatakan kebohongan untuk menakut-nakuti Irfan dan Bima. Dan yah, hal itu berhasil.
"Terus bagaimana selanjutnya?" tanya seorangnya pada Rayen, lalu Rayen menoleh pada Rila.
"Mendatangi Bima" sahut Rila
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan
RomanceApa jadinya jika sahabat karib meminta sebuah permintaan tak masuk akal sebagai permintaan terakhirnya. "Aku mohon La, menikah lah dengan ayahku" Itulah kalimat tak masuk akal dari sang kawan yang sudah seperti saudari sendiri. Rila bingung, teramat...