Bab 2: Konflik Pertama dengan Suami

773 40 0
                                    

Lila berjalan dengan hati-hati, mencoba menyesuaikan diri dengan tubuh dan dunia baru yang sekarang dia jalani. Sebagai Rania, semua terasa begitu jauh dari hidupnya yang dulu—hidup sederhana di Jakarta Selatan dengan secangkir kopi di tangan dan drama Korea yang setia menemani malamnya. Sekarang, dia berada di tengah intrik keluarga kaya yang kompleks, di mana setiap gerakan kecil bisa membawa bencana.

Dia berhenti di depan pintu ruang kerja Arga. Tangannya ragu-ragu mengetuk. Jujur, walaupun tubuhnya sudah menjadi Rania, hatinya masih Lila. Dan berurusan dengan Arga? No thanks. Pria itu terlalu dingin, terlalu sulit dipahami. Seperti es yang tak bisa dicairkan.

"Masuk." Suara itu terdengar dari dalam, rendah dan tegas, namun tanpa kehangatan.

Lila menarik napas panjang, kemudian membuka pintu. Dia menemukan Arga sedang duduk di balik meja kayu besar, laptop terbuka di depannya, dengan beberapa dokumen yang tersebar di atas meja. Wajahnya tetap datar seperti biasa, dan matanya hampir tidak menyambut kehadirannya.

"Kita harus bicara," suara Lila terdengar lebih lembut dari biasanya, namun tetap terdengar sedikit gemetar.

Arga menoleh, menatap Lila sekilas, kemudian kembali fokus ke layar laptopnya. "Bicara apa? Kalau soal meeting tadi pagi, aku harap kamu sudah siap."

"Aku bukan mau bicara soal meeting," Lila menjawab cepat. Dia berusaha mengendalikan ketegangan di dalam dirinya. "Aku... kita harus bicara tentang kita."

Arga mendongak, tatapannya dingin. Sejenak, ia terlihat menilai Lila, atau lebih tepatnya, Rania. "Tentang kita?" Nada suaranya penuh keraguan, bahkan sinis. "Sejak kapan kamu peduli soal kita?"

Lila menghela napas. Tentu saja, dia lupa bahwa Rania yang dulu tidak pernah peduli dengan pernikahannya. Bagaimana pun, semua orang tahu bahwa Rania menikahi Arga bukan karena cinta, melainkan untuk keuntungan finansial. Lila, di sisi lain, merasa berada di tengah perang yang tak dia mulai.

"Aku tahu... selama ini aku mungkin nggak pernah jadi istri yang baik," Lila mulai berbicara pelan, mencoba mencari cara agar Arga bisa percaya padanya. "Tapi sekarang... aku berubah. Aku nggak mau lagi kita hidup dalam kebekuan ini."

Arga tertawa kecil, namun itu bukan tawa bahagia. Lebih seperti tawa dingin yang merendahkan. "Berubah? Jangan bercanda, Rania. Kamu dan 'berubah' nggak pernah ada dalam satu kalimat. Kamu hanya tahu caranya bermain dengan kekuasaan dan uang, dan sekarang kamu bilang ingin berubah?"

Lila terdiam sejenak. Jelas, Arga tidak percaya satu kata pun dari mulutnya. Dia memandang pria itu dengan hati yang penuh kebingungan. Bagaimana bisa pria setampan ini, dengan wajah sehalus marmer dan tatapan tajam, tidak bisa melihat kebaikan di dalam dirinya sekarang?

"Arga... I'm serious," katanya akhirnya. Suaranya terdengar tulus, namun hatinya masih bimbang. "Aku tahu kamu nggak percaya padaku sekarang. Tapi aku benar-benar mau semuanya beda."

Mata Arga menyipit, seolah sedang menganalisa setiap kata yang Lila ucapkan. Kemudian, dia bersandar di kursinya, menyilangkan tangan di dada, dengan pandangan skeptis yang menusuk.

"Kamu mau beda, huh?" Arga memiringkan kepalanya, nadanya semakin tajam. "Jadi apa rencana barumu sekarang? Manipulasi baru? Atau ini bagian dari permainanmu yang lain? Karena, jujur, aku sudah terlalu lelah dengan semua drama yang kamu bawa."

Lila menghela napas panjang lagi. Well, this is harder than I thought. Dia ingin mengatakan bahwa dia bukan lagi Rania yang dulu. Tapi bagaimana caranya mengungkapkan itu tanpa terlihat gila?

"Ini bukan soal permainan, Arga," Lila menekankan, kali ini dengan sedikit keberanian. "Aku cuma... aku cuma mau kita mulai dari awal. Kalau bisa..."

Arga menatapnya dalam-dalam, lalu menggeleng pelan, senyum getir terlukis di wajahnya. "Awal yang baru? Rania, nggak ada lagi awal bagi kita. Pernikahan ini sudah mati dari hari pertama. Kamu tahu itu."

Lila menunduk, dadanya terasa berat. Dia ingin berteriak, ingin menjelaskan semuanya, tapi kata-katanya tercekat di tenggorokan. Arga jelas sudah sangat terluka oleh masa lalu Rania. Dan itu bukan salahnya.

"Kalau itu yang kamu percaya, aku nggak bisa memaksa kamu untuk lihat apa yang aku rasain sekarang," Lila berkata lirih. "Tapi aku akan tunjukkan lewat tindakan. I'm not the same person anymore, Arga."

Tanpa menunggu balasan, Lila berbalik meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Arga yang masih terpaku di kursinya. Di balik wajah dinginnya, Arga merasa ada sesuatu yang berbeda. Tapi, dia terlalu terluka untuk percaya begitu saja. Apakah Rania benar-benar berubah? Atau ini hanya trik baru?

Saat pintu menutup di belakangnya, Arga menghela napas panjang. Mungkin, untuk pertama kalinya, dia mulai merasa ada sesuatu yang belum ia pahami tentang wanita itu. Tapi, untuk membiarkan hatinya terbuka lagi?

Belum waktunya.

Transmigrasi Menantu KonglomeratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang