Bab 9: Tumbuhnya Kecurigaan Arga

313 13 0
                                    

Langit sore Jakarta perlahan berubah oranye, memantulkan sinar keemasan ke jendela-jendela tinggi rumah keluarga Arga. Lila duduk di kamar, mencoba menenangkan diri sambil menatap ke luar jendela. Kepalanya penuh dengan pikiran-pikiran yang berputar, sementara perasaan frustrasinya semakin berat di dada. Kenapa semuanya selalu salah paham sama gue? pikirnya.

Sejak momen di taman dengan Hendra, Lila bisa merasakan tatapan Arga yang semakin berubah. Setiap kali mereka bicara, ada ketegangan yang terasa di udara. Arga selalu menatapnya seolah dia menyimpan rahasia besar—rahasia yang tidak pernah ada.

Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. "Masuk," Lila menjawab lemah.

Pintu terbuka perlahan, dan tentu saja, itu Arga. Dia masuk dengan langkah mantap, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung rapi. Wajahnya tenang, tapi Lila tahu, ada sesuatu yang mengganggunya.

"Kita harus bicara," ucap Arga, tanpa basa-basi.

Lila menatapnya, jantungnya berdebar. "Apa lagi sekarang?"

Arga mendekat, menatapnya dengan mata tajam yang selalu sulit ditebak. "Kamu sering ketemu Hendra akhir-akhir ini."

Lila terdiam sejenak, merasakan ombak kecemasan mulai menghantam. "Aku... iya, tapi kan cuma soal proyek yang kamu pegang. Aku bilang kemarin, aku pengen belajar lebih banyak."

Arga mengangkat alis, ekspresinya masih datar. "Belajar dari Hendra? Kenapa bukan aku yang kamu tanya langsung?"

"Karena waktu itu kamu lagi sibuk," jawab Lila cepat. Dia bisa merasakan bahwa ini akan menjadi percakapan yang tidak mudah. "Dan Hendra cuma mau bantu, nggak ada yang salah, kan?"

Arga menghela napas panjang, matanya berkedip pelan sebelum akhirnya duduk di kursi di seberangnya. "Aku nggak bilang ada yang salah. Tapi kamu harus paham, Lila... situasinya nggak sederhana. Kamu tahu hubungan kita lagi nggak bagus, dan sekarang kamu lebih sering ngobrol sama Hendra? Itu kelihatan aneh."

Lila menatapnya, merasa sedikit kesal. Kenapa selalu kayak gini? Kenapa mereka semua selalu berpikir aku ada niat buruk? "Arga, aku nggak ngelakuin apa-apa. I just wanted to help, to learn. Hendra cuma... dia cuma berusaha baik sama aku karena aku sering sendirian di sini."

Arga tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan di balik tawanya. "Sering sendirian, ya? Kamu nggak bilang soal itu, Rania. Aku kira kamu punya agenda sendiri."

Lila merasa hatinya tertusuk. Agenda sendiri? Apa itu yang Arga pikirkan selama ini? Bahwa dia masih Rania yang penuh intrik dan rencana tersembunyi? "Kamu beneran pikir aku seberbahaya itu?" suara Lila terdengar pelan, tapi ada luka di balik setiap kata.

Arga menatapnya, kali ini tanpa menyembunyikan kebingungannya. "Aku nggak tahu apa yang harus kupikirkan sekarang. Setiap kali aku merasa mulai percaya kamu, selalu ada sesuatu yang bikin aku ragu lagi."

Lila berdiri dari kursinya, frustrasi mulai memuncak. "Arga, aku udah berusaha keras untuk ngebuktiin diri. Gue udah coba bantu di proyek kamu, gue udah coba deketin keluarga kamu, tapi apa yang gue dapet? Kecurigaan. Terus-menerus."

Arga menghela napas, menatap Lila dengan tatapan yang seolah mencoba memahami situasinya. "Kamu nggak ngerti, Lila. Ini bukan soal kamu bantu atau nggak. Ini soal kepercayaan. Setelah semua yang terjadi, wajar kalau aku nggak langsung percaya penuh."

Lila merasakan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, tapi dia menahannya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan Arga. Kenapa selalu kayak gini? "Aku udah bilang berkali-kali, aku bukan Rania yang dulu lagi."

"Tapi apakah kamu yakin kamu tahu siapa diri kamu sekarang?" tanya Arga tiba-tiba, nadanya datar tapi menusuk. "Karena aku masih ragu. Kamu berubah begitu cepat, dan aku nggak yakin apakah itu tulus atau cuma permainan baru."

Pertanyaan itu membuat Lila terdiam. Apakah aku benar-benar tahu siapa aku sekarang? Setelah semua yang terjadi, setelah terbangun di tubuh orang lain, apa Lila benar-benar mengenal dirinya sendiri?

Lila berusaha tetap tenang, meski kepalanya penuh pertanyaan yang belum terjawab. "Aku nggak bisa maksa kamu buat percaya sekarang," akhirnya Lila berkata pelan, suaranya melemah. "Tapi aku nggak akan berhenti berusaha."

Arga terdiam sejenak, lalu berdiri dari kursinya. "Aku harap begitu, Lila. Karena kalau ini semua cuma permainan lagi, aku nggak yakin hubungan kita bisa diselamatkan."

Hati Lila semakin berat mendengar kata-kata itu. Setelah Arga keluar dari kamar, meninggalkannya sendirian, Lila duduk di pinggir ranjang, matanya berkaca-kaca. Apakah hubungan ini benar-benar bisa diperbaiki?

Sementara itu, di sudut lain rumah, Siska memperhatikan semuanya dari jauh, senyum kecil penuh arti tersungging di wajahnya. "Menarik," gumamnya pelan. "Mari kita lihat bagaimana drama ini berkembang."

Lila tahu, jalannya masih panjang dan penuh tantangan. Tapi satu hal yang pasti, dia nggak akan menyerah begitu saja. Ini bukan akhir. Ini baru permulaan.

Transmigrasi Menantu KonglomeratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang