Bab 1: Lila Terbangun sebagai Rania

1.3K 46 1
                                    

Lila terbangun dengan perasaan aneh. Pandangannya masih samar, dan saat dia mencoba membuka mata lebih lebar, jantungnya berdegup tak karuan. Bukan tempat tidur yang ia kenali. Ini bukan kamarnya. Bukan juga apartemennya di Jakarta Selatan yang mungil, nyaman, tapi penuh dengan buku dan tanaman-tanaman kecil. Ini beda.

"Where... am I?" bisiknya, suara serak dan terdengar asing.

Saat dia mencoba menggerakkan tubuhnya, jari-jarinya menyentuh kain satin yang halus. Matanya kini mulai terbiasa dengan cahaya yang masuk dari jendela besar di sampingnya. Ruangan ini begitu luas, mewah, dan beraroma wangi bunga segar. Segalanya terasa megah dan over the top. Dari dinding yang berlapis wallpaper emas hingga chandelier besar yang menggantung di langit-langit. Semuanya screamed "old money."

Dia panik, langsung terduduk.

"Apa-apaan ini?!"

Dia melihat dirinya di cermin besar yang berada di seberang ranjang. Tapi sosok yang dia lihat bukan dirinya. Itu... orang lain. Seorang wanita dengan wajah cantik, kulit porselen, rambut hitam legam yang terurai sempurna di bahunya. Pakaian tidur satin putih yang ia kenakan tampak mewah, tetapi terasa asing di kulitnya.

"Wait... this isn't me."

Wajah itu—dia tahu wajah itu. Itu... Rania. Tokoh antagonis dari drama keluarga konglomerat yang terkenal. Tokoh yang selalu Lila benci saat dia membaca cerita-cerita tentang wanita-wanita kaya yang licik dan penuh tipu daya. Namun, kali ini, dia bukan lagi penonton atau pembaca. Dia adalah Rania.

"Enggak mungkin..." Lila menutup mulutnya dengan tangan.

Ketukan pintu membuat tubuhnya tersentak.

"Madam Rania, breakfast is ready. Tuan Arga menunggu di bawah," suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu.

Nama itu—Arga. Nama yang langsung membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Suami Rania, sosok pria tampan yang dingin dan penuh kharisma, tapi di mata Rania, Arga hanyalah sosok yang tidak pernah benar-benar mencintainya. Pernikahan mereka hanya sebatas urusan keluarga. Tapi bagi Lila—atau sekarang, Rania—ini lebih dari sekadar pernikahan tanpa cinta.

"Madam Rania? Apa Anda baik-baik saja?"

Lila terdiam sejenak, mencoba menenangkan diri. What the hell is going on? Apa ini mimpi? Atau...

"O-oke, sebentar lagi," jawabnya, mencoba menyesuaikan suara Rania yang terdengar lebih lembut dan halus dari suaranya yang biasanya santai.

Dia berdiri dan menatap cermin itu lagi. Ini tubuh yang asing baginya, tapi kenyataan mulai masuk ke otaknya. Dia sekarang Rania. Dia sekarang istri dari Arga—seorang pria yang tak pernah peduli padanya, seorang menantu dari keluarga konglomerat yang penuh intrik.

"Great... just perfect," gumam Lila sambil menyisir rambut hitam panjang Rania dengan jari-jarinya. "Gue cuma pengen hidup damai, nonton Netflix, sama ngopi. Now I'm stuck in some high-society soap opera drama."

Dengan langkah ragu, Lila—sekarang Rania—keluar dari kamar, melewati lorong-lorong besar yang dipenuhi lukisan-lukisan mahal dan ornamen klasik.

Di ruang makan, Arga sudah menunggu. Pria itu duduk di ujung meja panjang, mengenakan jas hitam rapi, wajahnya dingin seperti biasa. Dia menoleh sekilas saat Rania masuk, tapi tak ada senyum, tak ada sapaan hangat. Hanya tatapan kosong.

"You're late," ujarnya singkat. Suara baritonnya terdengar tegas dan dingin.

Lila menahan napas, gugup. "Maaf... aku—aku bangun kesiangan."

"Seharusnya kamu lebih tahu. Ini bukan pertama kalinya kamu melakukannya."

Lila hanya bisa tersenyum tipis, berusaha menutupi rasa tak nyaman. Di depannya, hidangan mewah sudah tertata sempurna. Croissant, jus jeruk segar, dan kopi hitam yang aromanya memenuhi ruangan.

Namun, suasana dingin di antara mereka jauh lebih menusuk daripada apapun. Lila tahu bahwa Rania dulu pasti sering membuat Arga jengkel. Dan sekarang, dia harus menghadapi konsekuensi dari sikap itu.

"Lain kali jangan ulangi. Kita punya banyak hal untuk dibicarakan hari ini," Arga menatapnya, tajam namun penuh misteri.

Lila menelan ludah. "Apa maksudmu?"

Arga meletakkan cangkir kopinya dengan suara klik yang tajam. "Tentang bisnis keluarga. Jangan bertindak bodoh lagi, Rania. Kali ini, bertingkahlah sesuai harapan."

Lila mencoba tidak panik. "Bisnis keluarga?" Dia tahu ini pasti rumit, tapi bagaimana dia bisa berpura-pura tahu segalanya?

"Ya, ada meeting penting nanti. Jangan sampai bikin malu lagi."

Lila merasakan tekanan di dadanya semakin berat. Hidup sebagai Rania ternyata jauh lebih kompleks dan penuh masalah dari yang dia bayangkan.

"Sure... I'll try not to," jawabnya dengan nada yang nyaris terdengar sarkastik.

Arga menatapnya tajam, matanya menyipit seolah mencoba membaca pikiran Lila. Tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi, pelayan datang membawa secarik kertas.

"Tuan Arga, ini dokumen yang diminta."

Lila menghela napas pelan. Dia tahu, dari detik ini, hidupnya sudah berubah sepenuhnya. Ini bukan hanya tentang menjadi menantu dari keluarga konglomerat—tapi tentang bertahan di dunia yang penuh tipu daya, cinta yang dingin, dan kesalahpahaman.

"Welcome to your new life, Rania," gumamnya pelan, sambil menatap Arga yang kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Tapi ini bukan hidup yang aku pilih. Dan aku akan membuat semuanya berbeda.

Transmigrasi Menantu KonglomeratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang