[11]

1.3K 162 24
                                    

Miyeon melepaskan jemarinya dari pisau lipat kecil di tasnya.

Tidak. Dia tidak boleh terbawa emosi dan berbuat bodoh yang pada akhirnya akan merugikan dirinya sendiri. Miyeon memang selalu membawa pisau kemana-mana sejak peristiwa percobaan perampokan yang pernah menimpanya. Pisau itu memberinya rasa aman dan seharusnya hanya dipakai untuk melindungi dirinya. Miyeon tidak akan menggunakan pisau itu untuk melukai Haechan. Kalau dia ingin mencelakakan Haechan maka itu tidak akan dilakukan dengan tangannya sendiri.

Tangannya harus benar-benar bersih. Orang lainlah yang akan melakukannya untuknya.

Miyeon kemudian menekan nomor ponsel yang sangat dikenalnya, nomor ponsel seorang teman sekaligus pesuruhnya yang setia, karena Miyeon selalu memberikan bayaran yang besar kepadanya. Suara di seberang langsung menjawab pada deringan kedua.

"Miyeon." Terdengar suara yang dalam dan tenang, Miyeon bahkan bisa membayangkan senyum lebar orang diseberang sana.

"Yuta." Setengah berbisik Miyeon memanggil nama lawan bicaranya itu, "Aku ingin kau melakukan seuatu untukku nanti."

Acara makan malam itu berlangsung elegan dan menyenangkan, banyak orang-orang penting dari dunia musik klasik yang datang, dan Haechan beruntung bisa berkenalan dengan beberapa di antara mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Acara makan malam itu berlangsung elegan dan menyenangkan, banyak orang-orang penting dari dunia musik klasik yang datang, dan Haechan beruntung bisa berkenalan dengan beberapa di antara mereka. Tentu saja kalau dia tidak kemari bersama Jeno, dia tidak akan mendapatkan kesempatan itu. Jeno mengenal hampir semua orang di ruangan ini, dan bahkan dikenal oleh seluruh orang di ruangan ini.

Haechan melihat bahwa beberapa orang melemparkan tatapan kagum kepada Jeno. Yah... lelaki ini tampak berbeda kalau berada di depan umum, Jeno tersenyum sopan dan lembut kepada semua orang yang menyapanya, menanggapi setiap pertanyaan atau sapaan dengan penuh perhatian, bisa dikatakan lelaki ini tampak — dewasa.

Selama ini yang ada di benak Haechan adalah Jeno yang tukang memaksa, tukang cium sembarangan, tidak sopan dan suka memaksakan kehendaknya.

Kalau begitu, manakah dari dua sisi yang ditampilkan Jeno ini yang merupakan kepribadian aslinya?

"Kita akan tampil setelah makan malam." Jeno sedikit menundukkan kepalaya, berbisik pelan di telinga Haechan. Dengan lengannya yang masih melingkari pinggang Haechan, mereka berdua terlihat benar-benar intim. Dan sayangnya mereka tidak menyadari ada dua pasang mata yang mengawasi mereka, sama-sama cemburu.

Tiba-tiba Haechan mengingat musik yang akan mereka mainkan dan mengerutkan keningnya,

"Kenapa di antara semua musik yang ada, kau memilih untuk memainkan itu?"

"Memilih apa?" Jeno menganggukkan kepalanya kepada seorang tamu yang menyapanya dari kejauhan, lalu dia memfokuskan pandangannya kepada Haechan sambil mengangkat alisnya.

Pipi Haechan langsung memerah menerima tatapan itu, "Lagu itu... maksudku..."

Mata Jeno langsung berbinar, "Itu adalah melodi yang indah, cocok untuk dimainkan di malam yang juga indah ini. apakah judulnya yang mengganggumu? Beethoven Violin Romance hmm? Kau tidak sedang berpikir bahwa aku sengaja membuat kita tampak seperti sepasang kekasih bukan?"

Echoes of Life [ Nohyuck ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang