Twenty nine: Takut kehilangan

158 11 2
                                    

Matahari dari arah barat telah sedikit demi sedikit ditutupi oleh awan-awan gelap yang mulai berkumpul menjadi satu.

Burung-burung juga mulai berterbangan dengan rendah untuk kembali ke sarangnya, dapat diperkirakan bahwa nanti malam mungkin akan turun hujan.

Hana menoleh ke kanan dan kiri, berjalan dengan mengendap-endap tanpa suara. Ia melirik waspada ke arah sekeliling hanya untuk memastikan bahwa seseorang yang telah menempel padanya hampir seharian ini benar-benar tidak mengikutinya.

Saat sampai di studio lukis miliknya, Hana menghembuskan nafasnya lega ketika memastikan semuanya aman. Ia segera memutar kenop pintu dari ruang studionya, tapi anehnya.. tidak bisa terbuka?

"Apa studio lukis ku dikunci?" Hana bergumam pelan, ia menghela nafasnya dengan frustasi "Kenapa harus dikunci??" Hana menatap kesal pintu yang ada di hadapannya.

'Sudahlah.. aku tidak bisa berlama-lama disini, pria itu pasti akan mencariku lagi jika aku terlalu lama'

Hana mengeluarkan ponselnya dari kantong sakunya, ia menatap ke sekeliling untuk sekali lagi memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang ada di sekelilingnya.

Hana memasuki lebih dalam area tempat dimana pohon-pohon dengan ukuran lumayan tinggi dan tua berada, ia sekali lagi melirik ke arah sekeliling sebelum menyalakan ponselnya lalu menekan nomor seseorang.

Telepon mulai berdering, Hana menghela nafasnya pelan, sedikit gugup jika dia mungkin akan ketahuan sedang bersembunyi disini.

"Halo"

Telepon akhirnya tersambung, Hana menghela nafasnya lega.

"El, kamu dimana sekarang?"

Elvano, orang diseberang telepon sana terdengar menghela nafasnya "Kamu kemana aja han? Kenapa baru bisa telepon sekarang? Aku khawatir ga dapat kabar apapun dari kamu, kamu tahu seberapa gelisah Theo disini tanpa sedikitpun kabar dari kamu?"

"Maaf El.. aku ga bisa karena ga sempat, disini situasinya rumit. Bahkan aku.. sekarang ada di rumah Kaivan" Hana memelankan suaranya di akhir kalimat, ia kembali memastikan situasi di sekitarnya aman.

"Tunggu.. apa?! Kamu di rumah orang itu? Dia ga macem-macem kan sama kamu ? Kalo dia nyakitin kamu seujung jari aja, liat aja apa yang bisa aku lakuin"

"Shhhtt.. El, jangan ngomong gitu. Aku ga bisa jelasin tentang siapa dia sama kamu sekarang, tapi dia berbahaya untuk orang lain. Lagian dia ga ngapa-ngapain aku disini, kamu tenang aja"

Elvano terdiam sejenak, sebelum ia kembali menghela nafasnya "Kamu mau ngomong sama Theo ga? Aku lagi di rumah Kaka kamu"

"Boleh El, tapi jangan sampai yang lain tau aku telepon kamu. Aku ga bisa ngobrol sama mereka dulu karena waktunya terbatas, lagian aku juga takut ketahuan telepon sembunyi-sembunyi begini"

"Tunggu sebentar, aku panggil Theo dulu"

Hana menunggu dengan gugup, ia sangat merindukan suara dari putra kecilnya. Tapi disisi lain dia juga takut ketahuan, Kaivan bertingkah aneh sejak malam mereka bertemu. Ia tidak ingin pria itu juga nekat menghampiri rumah kakanya untuk menculik putranya.

"Mama?"

Hana membulatkan matanya, hatinya begitu senang saat mendengar suara dari putra semata wayangnya.
"Sayang.. bagaimana kabarmu?"

"Mama.. kapan mama kembali?"

Hana mengigit bibirnya, ia merasa sedih saat mendengar suara lesu dari putranya.

"Theo.. apa kamu suka tinggal disana?" Hana berucap pelan, menunggu respon dari Theo di seberang telepon.

"..."

Divorce with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang