Thirteen: Sahabat lama

173 7 0
                                    

Matahari mulai bersinar, awan gelap yang berada di sekitar pesawat mulai berubah menjadi putih cerah seperti kapas.

Hana mengerjapkan matanya dan menguap kecil, ia segera menutup mulutnya dan menoleh ke arah samping dimana Theo berada. Hana mengelus rambut Theo pelan agar tidak membangunkannya yang masih tertidur nyenyak.

Hana menatap ke arah luar jendela dan menyipitkan sedikit matanya, kala cahaya matahari menyilaukan matanya. Matanya kini beralih menatap arloji yang melingkar ditangannya.

7.10 AM

Hana menghela nafasnya, menyenderkan kepalanya dan memejamkan matanya sebentar. Tidak terasa sudah hampir 10 jam dirinya ada di dalam pesawat, mungkin butuh sekitar setengah jam lagi sampai dirinya tiba di negara kelahirannya sendiri.

'Apa Kaivan mencariku dan Theo?' Hana membuka matanya dan menggelengkan kepalanya kecil. Yang harus Hana pikirkan adalah bagaimana caranya agar Kaivan tidak dapat melacak dirinya atau Theo, benar itu dia.

Hana kembali menatap Theo dengan wajah sendu dan mengelus wajah putranya perlahan.

"Jika mama dan papa berpisah apa mama bisa menjagamu Theo?" Gumam Hana. Dia khawatir, sangat khawatir. Kaivan bukan orang yang bisa menerima beberapa hal dengan mudah.

'Walau Kaivan menyetujui perpisahannya denganku tidak mungkin pria itu akan melepaskan Theo, putra kandungnya' Hana mengerutkan keningnya menahan berbagai macam pikiran negatif yang melayang di otaknya.

Terdengar pemberitahuan dari pesawat yang memberitahukan bahwa mereka akan segera mendarat dalam 20 menit kedepan. Hana membuyarkan lamunannya dan mulai membangunkan Theo yang masih terlelap.

"Theo.. Ayo bangun, pesawatnya akan segera mendarat" Hana menepuk-nepuk pelan bahu Theo membuat anak itu terusik dalam tidurnya.

Theo mulai mengerjabkan matanya dan menguap beberapa kali. Ia menatap ke arah ibunya dengan mata khas baru bangun tidur.

"Kita sudah mau sampai ma?" Theo menatap Hana penasaran. Hana mengangguk mengiyakan pertanyaan putranya.

Theo mulai bersorak kegirangan membuat Hana menutup mulut anak itu dengan jarinya.

"Syutt.. Theo tidak boleh berisik, kita masih di pesawat" Hana kembali mengingatkan sedangkan anak itu hanya menyengir dan terkekeh pelan.

Pemberitahuan kembali terdengar.

Seluruh penumpang diharapkan untuk mengencangkan sabuk pengaman karena pesawat akan segera mendarat.

"Ayo Theo kencangkan sabuk pengamanmu" Hana membantu Theo untuk mengencangkan sabuk pengamannya begitupun dengan miliknya sendiri.

Setelah 10 menit pesawat mendarat, Hana membuka sabuk pengaman miliknya begitupun dengan milik Theo. Ia merapihkan pakaian hangat yang dikenakan Theo dan menuntunnya keluar dari pesawat untuk mengambil barang mereka.

Hana mengambil tas miliknya dan milik Theo kemudian Ia menggandeng Theo menuju lobby bandara.

"Ma, apa kita akan pelgi ke lumah kakek?"

Hana menghentikan langkahnya dan menunduk menatap Theo lembut.

"Mungkin.. Nanti sayang" Hana mengelus kepala Theo pelan dan memberinya senyum hangat.

"Jadi.. Kita mau kemana ma?" Theo menatap Hana dengan mata penasaran, Hana tersenyum kecil.

"Tunggu sebentar sayang, akan ada yang menjemput kita" Hana menatap Theo sayang sedangkan anak itu memiringkan sedikit kepalanya dengan bingung.

"Siapa yang akan menjemput kita ma?" Theo kembali menatap ibunya bingung.

Hana berlutut dan menyamakan tingginya dengan Theo, ia mengelus pipi putranya lembut.

Divorce with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang