09.

87 21 1
                                    

Jana tampak meremat telapak tangan nya, sejujurnya menceritakan masa lalu nya sama saja dengan membuka kisah lama yang telah ia pendam.

tangan yang gemetar itu digenggam, Jana tersentak kala kedua tangan nya sudah terbungkus rapi oleh genggaman dari yang lebih muda, "kak Jana baik?"

Jana mengangguk ragu, mencoba menetralkan detak jantung nya saat dirasa pasokan udara enggan masuk.

"Aray, aku mau kasih tau sesuatu. jangan kaget tapi ya?"

"iyaa, apa?"

"Arjuna, dulu suami ku."

"APA?"

"ssstt, tadikan udah janji jangan kaget!" pekik Jana sambil membekap mulut Aray.

masih dengan raut terkejut nya, Aray menatap Jana seolah meminta penjelasan, "Arjuna, yang model itu? yang mau nikah itu?"

Jana membuang nafas pelan, sepertinya ia salah mengambil langkah ini, ia belum sepenuhnya berdamai dengan keadaan hatinya.

"iya, Aray jangan cerita ke siapa-siapa ya? biar ini jadi rahasia kita aja, janji?"

Aray tertawa gemas kala jemari kecil seperti jemari bayi itu mengacung padanya,"janji!"

"dulu, aku sama Juna ngga tinggal di kota besar. cuma pedesaan kecil, aku sama Juna nikah muda, di usia 20 tahun aku udah sah sama Juna." kemudian Jana mengeluarkan photo pernikahan mereka yang sudah terlihat usang tapi masih tersimpan apik di dompet nya.

"ini photo pernikahan kami, ini Juna dan ini aku." tunjuk Jana.

Aray melebarkan matanya kala melihat foto pernikahan itu. sial, sudah tampan dari dulu ternyata.

"satu tahun setelah pernikahan, Kavi lahir. waktu itu ekonomi kami kurang memadai karena cuma tinggal di desa kecil yang sinyal pun ga ada. jadi Juna mutusin buat ke kota, mau coba mencari keberuntungan disana."

Jana menghela nafas pelan, "ternyata nasib Juna dikota baik, waktu itu dia sempet kerja jadi apa aja, jadi OB, montir, satpam, sampai akhirnya dapet tawaran jadi model pas dia lagi anter makanan kesana."

"Jana! aku ditawarin jadi model!"

"serius?"

"baru seleksi sih, doain aku lolos yaa!"

"pasti! pasti selalu aku doain. aku juga punya kabar bagus, Kavi udah bisa tengkurep lho!"

"anak ayah emang paling hebat, doain aku ya sayang."

"pasti!"

Jana menarik nafas panjang, manik nya tampak berkaca-kaca, "waktu gajian pertama nya, Juna langsung nelfon aku dan bilang kalau dia hidup enak disini. setiap bulan Juna selalu kirim uang tapi ngga pernah pulang. bahkan Kavi nggak pernah lihat muka Juna."

"lambat laun Juna jadi ngga pernah telpon aku lagi, walaupun uang bulanan nya nggak pernah berhenti dikasih."

"beberapa kali aku telepon dia, chat juga, pasti respon nya sama, 'aku sibuk'."

"uang bulanan yang Juna kasih selalu aku tabung. jadi pas Kavi umur 3 tahun aku nekat pindah kota. aku cuma mau Kavi tau, kalau dia punya papa lain disini"

"waktu itu pas aku sampai di kota, banyak photo Juna terpampang di jalan raya, di mall. aku hampir susul Juna ke rumah baru nya, tapi 1 minggu setelah aku pindah rumah kesini, Juna telepon aku lagi. dia bilang kalau dia mau cerai."

"Jana? hei."
"kamu baik?"

"Juna! puji tuhan kamu telepon aku lagi."
"aku dikota, sama kavi."
"kamu—

"aku mau cerai."

"Jun?"

"maaf Jana, aku udah nggak bisa
lanjut ini lagi,"
"aku bakal tetep tanggung jawab
buat Kavi dan kamu."
"sekali lagi aku minta maaf."

"nggak perlu, aku masih mampu
biayain Kavi sendiri."
"aku cuma mau Kavi tau kalau dia punya
papa lain disini.."

"aku sayang Kavi, kamu juga
bisa kita ketemu sebentar?"

"nggak perlu, tolong jangan nampakin
batang hidung kamu sedikit pun depan anak ku."
"biar Kavi sekalian nggak kenal kamu."
"ah, ini udah malem. Kavi pasti udah ngantuk. aku tutup sampai disini ya Juna, buat masalah gugat kita bisa bicarain lain hari. sleep tight, Juna."

"you too, Jana."


"Juna minta maaf, karena dia ingkar sama janjinya."

"aku nggak mempermasalahin alesan dia minta pisah, aku ngerti. perasaan hati bisa berubah kapan aja, kita nggak bisa ngerti isi hati seseorang."

"dari situ aku mulai hidup baru sama Kavi, aku cuma mau Kavi tau kalo dia punya papa selain aku."

"aduh aku nangis, malu." Aray menatap Jana yang sedang berusaha mengelap air mata nya yang terus mengalir. dengan segera ia menarik tangan Jana lalu membawa nya kedalam rengkuhan hangat nya, "ngga papa nangis kak Jana, sedih itu manusiawi kok."

"jangan lama - lama tapi ya? nanti aku dimarahin Kavi soalnya bikin papa nya nangis." gurau Aray.

"mending sekarang kita makan ramen." Jana yang sedang terisak tiba-tiba tertawa kecil mendengar celetukan Aray. dengan suara sedikit bergetar ia membalas ucapan Aray, "ayo makan ramen."

tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ramen ; kmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang