Aku diciptakan tanpa tujuan.
Seseorang yang menyebut dirinya 'dewa' itu mencampakkanku begitu saja setelah aku diciptakan. Saat aku bertanya, maksud dari kelahiranku di dunia, dia hanya diam menatapku.
"Oceanid. Apa kau meragukan kehendak dewa?"
Memangnya, tak bisakah aku bertanya? Setiap perbuatan pastinya ada tujuan. Dari setiap tujuan yang hendak dicapai, pastinya ada resiko yang harus ditanggung.
Yang aku lakukan hanyalah bertanya atas ketidaktahuanku. Tetapi yang kudapat ialah kesengsaraan.
Dewa menghukumku. Tak selayaknya peri elemen yang lain, aku diharuskan menetap di dunia para manusia tinggal. Bermukim di wilayah kekuasaanku— perairan. Tak ada satupun makhluk yang menjadikan wilayah perairan sebagai tempat tinggal. Hingga aku berakhir dalam kesendirian untuk waktu yang cukup lama.
Tak peduli berapa lama pun waktu yang ku habiskan dengan memejamkan mata, mengistirahatkan raga dengan menghilangkan kesadaran, dewa tak kunjung mencabut hukumanku. Hingga pada akhirnya, aku tau. Dewa tak lagi menginginkanku. Makhluk ciptaannya yang tak tunduk, melainkan mempertanyakan tindakannya bukanlah hal yang pantas untuk dipertahankan.
Namun aku, aku makhluk yang diciptakan abadi. Aku tak dapat mati sesuai kehendakku sendiri. Bahkan kesepian yang ku rasakan lebih menyiksa daripada kematian itu sendiri.
Hingga di suatu abad pertengahan, datanglah seorang manusia unik. Pandangan dari para peri memang berbeda jika dibandingkan dengan manusia, karena aku dapat menyaksikan dengan jelas pancaran sinar keemasan yang menyeruak keluar dari tubuhnya. Manusia yang begitu mengagumkan.
Aku cukup tertarik, hingga pada akhirnya aku memanfaatkannya sebagai alat penghilang rasa bosan di tengah-tengah kesunyian.
Sampai pada akhirnya, manusia itu menyatakan cinta kepadaku.
Aku tak cukup yakin. Dewa pastinya tak mencipatakanku dengan emosi selayaknya manusia. Itu adalah hal yang pasti.
Tapi lantas, mengapa?
Mengapa rasanya begitu menyesakkan saat manusia itu— Solar dinyatakan tewas saat peperangan?
Lantas mengapa, rasanya begitu membahagiakan kala Solar terlahir kembali sebagai Taufan?
Hingga akhirnya, kematian Taufan menyadarkanku. Aku mencintai manusia kesayangan dewa. Dewa melindunginya. Dewa menyukai anak ini. Anak yang penuh dengan potensi, yang memenuhi tiap-tiap aspek kehidupan yang diinginkan dewa. Tetapi, kehidupan anak ini melenceng karena pertemuannya denganku yang tak seharusnya terjadi. Hingga, dewa merenggutnya secara paksa dan mengulang kembali kehidupannya anak ini agar berjalan sesuai keinginannya sendiri. Malangnya, keinginan dewa tak pernah terwujud.
Di kehidupan ke-tiga, Taufan kembali lahir, sebagai Sopan.
Kala itu, Sopan kecil berlari menghampiri area kekuasaanku, sehingga memungkinkanku untuk berinteraksi dengannya. Awalnya, aku berniat untuk menghiraukannya, agar Sopan dapat hidup sesuai dengan kehendak dewa. Tapi, aku tak tega membiarkan Sopan kecil menangis karena dingin yang menyakitinya, luka yang menyelimutinya, serta ketakutan yang dirasakannya.
Aku tau, puncak permasalahannya terletak pada kehadiranku. Penderitaan yang dirasakannya juga disebabkan olehku.
Itulah sebabnya, aku tak seharusnya mencintaimu, Sopan. Aku bahkan tak tau, apakah aku benar-benar mencintaimu. Satu kedipan mata, dan kamu sudah tak sama seperti yang terakhir kali ku ingat, Sopan.
Waktu hidupmu terlalu singkat, untuk hidup berdampingan denganku.
Tapi di saat aku hendak menolak kehadiranmu, disitulah kamu muncul dan dengan keras menyatakan bahwa kamu ingin berada di sisiku. Sopan yang malang. Kesengsaraanmu merupakan pelampiasan dendam dewa kepadaku. Kendati begitupun, kamu tak mengidahkan peringatanku.
Maafkan aku karena terus-terusan mencintaimu.
Maafkan aku karena menyeretmu dalam perselisihan antara aku dan dewa.
Karena kamu-lah yang pada akhirnya membujukku untuk menerimamu dalam hidupku yang tiada akhirnya ini.
Terimakasih karena telah mengisi memori-memori indah dalam benakku, di tiap-tiap kehidupanmu, Sopan. Kebahagiaan yang kuberikan tiada artinya, jika dibandingkan dengan betapa berharganya dirimu.
Je t'aime et je t'aimerai toujours.
(Aku mencintaimu dan aku akan selalu mencintaimu)— (Nama).
KAMU SEDANG MEMBACA
Savior | Sopan x Reader
Fiksi PenggemarSebuah cerita fiksi Sopan x Reader | Terlahir sebagai seorang pangeran tak lantas menjadikannya bahagia. Dituntut oleh begitu banyaknya ekspektasi seolah menggerogoti kehidupan yang ada dalam dirinya. Pelariannya hanyalah masa-masa dimana keajaiban...