Dalam kurun setahunan ini semuanya berjalan lancar, Selena benar-benar menikmati hidupnya saat ini. Memiliki suami yang baik hati dan pengertian, disayang mertua, sekarang sudah jauh lebih dekat dengan kedua orangtuanya, tidak ada gangguan lagi di dalam rumah tangganya.
Kadang Selena merasa ini bagaikan mimpi. Melihat seperti apa sikap dan sifat kedua orangtuanya serta sang suami, Selena kira dia akan terpuruk suatu saat nanti karena tidak kuat dengan beban yang ditanggungnya. Suaminya memang terlihat menyayanginya, tapi sebenarnya itu hanyalah obsesi semata.
Bahkan dari 3 bulan yang lalu Selena sudah terjun langsung untuk belajar mengelola perusahaan orang tuanya. Setelah sekian lama dia belajar melalui teori yang memuakkan, akhirinya dia bisa bernapas lega. Ini jauh lebih baik, Selena yakin bahwa dia tidak akan mengecewakan kedua orangtuanya.
"Kamu langsung pulang ke rumah, Sel?"
Selena mengangguk, "aku biasa langsung pulang."
"Tidak ada keinginan untuk sekedar jalan-jalan melepas penat?"
"Kalau itu sih setelah pulang ke rumah bertemu suami, kalau memang butuh jalan-jalan aku pergi dengan suami."
"Selalu dengan suami?"
Selena menatap rekan kerja sekaligus mantannya itu bingung. Memangnya kenapa kalau pergi dengan suami melulu? Selena yang jarang pergi dengan teman-teman dulu merasa sekarang tidak punya teman dekat, paling Geya kalau tidak sedang sibuk juga. Selain itu ya jelas hanya suaminya lah.
"Ya begitulah. Suami kan teman hidup." Kata Selena dengan nada seperti candaan.
"Iya, benar juga sih itu."
"Kalau begitu aku duluan." Pamit Selena.
"Hati-hati di jalan, Len."
"Tentu." Selena melambaikan tangannya sebelum memasuki lift turun ke bawah.
~🍃~
Masuk ke halaman rumah sudah ada mobil Jeno yang terparkir. Selena yang sempat ditawari Jeno makanan tadi jadi tidak sabar untuk segera bertemu Jeno. Dia langsung berjalan menuju kamar mereka.
"Aku pulang." Ujar Selena yang mendapati Jeno berada di kamar. Pria itu baru selesai mandi.
"Sini." Jeno merentangkan kedua tangannya.
"Duh, aku masih kotor, kamu sudah mandi." Ujar Selena melihat tampang Jeno yang bahkan badannya masih basah. Perasaan dulu Jeno kalau keluar dari kamar mandi sudah dalam keadaan badan kering, kok sekarang jadi begini?
"Ah, gampang. Aku tinggal bilas lagi. Kalau kamu mau langsung mandi, aku bisa ikut sekalian."
"Ada maksud terselubung, kah?" Ekspresi wajah Selena sudah curiga sekali.
"Tidak boleh berpikir negatif begitu sama suami sendiri. Ayo sini, tanganku pegal lama-lama begini."
Selena mendengus sebelum akhirnya tetap memeluk Jeno. "Duh bayi besar." Selena tepuk-tepuk punggung Jeno pelan.
"Kamu tidak kepikiran untuk menaikkan berat badan?" Tanya Jeno dengan tangannya yang sudah menyusuri lekuk tubuh Selena.
"Berat badanku ideal ya." Sensi nih Selena bawa-bawa berat badan. "Aku tidak suka ada lemak yang berlipat."
"Tidak sampai lemak berlipat juga, Sayang. Naikkan saja sedikit. Terkadang aku merasa seperti pedofil karena kamu terlihat seperti anak di bawah umur, apalagi kalau sedang bercinta."
"Heh! Mulutnya!" Selena mendorong Jeno menjauh. Tidak terima dia dikatakan seperti anak kecil. "Mana ada anak di bawah umur dengan bentuk tubuh sepertiku, aku hanya langsing saja kok. Kamu suka sekali cari masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif or Obsesi ^ GS
RomanceSelena terjebak dalam belenggu lekaki yang tadinya adalah satu-satunya teman laki-laki yang selalu menjadi sandaran Selena, kala dirinya berkonflik dengan kedua orangtuanya maupun para lelaki yang sering menyakiti perasaannya. Dia tampak diam, namun...