006🐇

246 35 1
                                    

Hari ini Selena menerima ajakan ibu mertuanya untuk menghadiri acara amal yang rutin dilakukan oleh para golongan kalangan atas ini. Padahal Selena yakin sekali perkumpulan semacam ini tidaklah murni hanya untuk amal, yang ada malah bergunjing dan pamer kekayaan, atau malah mendapat musuh baru. Tadinya Selena ingin menolak, tapi mengingat dia masih kesal dengan Jeno, mending dia ikut saja. Wajah Jeno terlalu mengesalkan untuk dilihat sekarang.

Jeno sudah pergi ke kantor sejak sejam yang lalu, atas paksaan Selena yang tidak ingin diantar oleh Jeno. Selena pikir tadi bisa pergi bersama dengan ibu mertuanya saja, tetapi ternyata ibu mertuanya malah sudah berada di lokasi. Jadi dengan terpaksa Selena pergi bersama Geya yang diantar oleh Jevian. Kalau begini namanya sama saja, dumal Selena dalam hati. Tidak dengan Jeno, Jevian pun jadi.

Sepanjang perjalanan Selena memperhatikan pasangan suami istri di depannya ini, senyap sekali seperti kuburan. Apa mereka masih perang dingin? Selena menebak-nebak. Bosan karena tidak ada yang bisa dilakukannya, Selena memilih untuk memejamkan matanya sejenak.

"Nanti pulang sama mama saja."

Geya melirik Jevian lewat ujung matanya, kemudian dengusan kesal ia layangkan.

"Kenapa?" Jevian menoleh sebentar ke arah istrinya, setelahnya kembali fokus menghadap ke depan.

"Sudah punya suami tapi seperti tidak punya. Aku pulang sendiri saja nanti." Geya membuang muka tidak ingin melihat wajah Jevian. Rasanya Geya punya keinginan untuk menambahi lebam pada wajah manusia datar itu.

"Jadwalku padat hari ini. Nanti ku kabari kalau ada waktu." Ujar Jevian lagi.

"Aku mau yang pasti-pasti saja. Kalau tidak bisa ya sudah." Timbal Geya acuh.

"Aku jemput nanti." Jevian mengalah melihat suasana hati Geya semakin memburuk. "Sudah sana turun." Ia mengelus puncak kepala Geya perlahan.

"Hm." Geya berbalik menghadap ke belakang. Ia mengerjab pelan memperhatikan Selena yang masih memejamkan matanya. "Selena?"

"Kalian berhenti di hotel saja dulu." Ujar Jevian. Ia kembali menjalankan mobilnya menuju hotel terdekat dengan lokasi acara, tadinya, tapi dia berubah pikiran.

"Kalau dia dibangunkan sama saja percuma." Tutur Geya.

"Kalau kamu mengizinkan, biar ku gendong."

"Tidak masalah."

Sesampainya di hotel Geya keluar mobil duluan bermaksud untuk memesan kamar, namun urung mendengar penuturan suaminya itu.

"Kamarnya sudah di pesan."

"Oh, kapan?" Bingung Geya.

"Di jalan." Jawab Jevian singkat.

"Oh ...." Geya mengangguk saja walaupun dia kebingungan.

Geya berjalan beriringan dengan membawa tas Selena. Sesekali menepuk-nepuk punggung Selena kala wanita itu seperti terganggu karena pergerakan yang ada. Sesampainya di kamar yang sudah Jevian pesan, ternyata ada petugas hotel yang menunggu di depan pintu. Geya memicingkan matanya merasa ada yang aneh.

"Sayang, masuk." Panggil Jevian yang melihat istrinya terdiam di depan pintu. Setelah meletakkan istri Jeno di ranjang dengan nyaman, ia menghampiri Geya yang setia mengerutkan alisnya, bahkan enggak untuk masuk.

"Kamu sering ke sini ya? Ada urusan apa kamu sesering itu ke sini?" Geya tidak bisa menutupi rasa curiganya.

Sudut bibir Jevian berkedut. Ia terdiam beberapa saat sebelum menjawab dengan tenang pertanyaan yang Geya lontarkan. "Dengan Jeno." Jawabnya singkat tanpa ada penjelasan lainnya.

Posesif or Obsesi ^ GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang