~🍃~
Menggigiti bibir merah jambu nya, dalam hati ia baca dengan teliti kalimat cukup mengerikan dan berani itu dengan otak yang bekerja cepat mengambil keputusan. Matanya mengerling ke samping, di mana salah satu orang-orang Kalingga yang mengikutinya ke kantor tadi kini sudah menjadi supirnya secara dadakan. Selena duduk tepat di samping menolak untuk duduk di kursi penumpang, ia akan melakukan hal yang sama seperti Jeno, tanpa ada batasan, sama sekali.
"Kau tahukan letak apartemen Jeno? Kita ke sana." Pinta Selena. Butuh menunggu beberapa saat sebelum terdengar jawaban memuaskan dari orang di sampingnya.
Selena hanya mengikuti langkah seseorang di depan dan dua orang lainnya berjalan di belakangnya, sisanya Selena suruh pulang lebih duluan ke rumah. Ia memandangi sekeliling apartemen mewah dengan pikiran bergejolak memaki Jeno, seharusnya dia tahu semua yang dimiliki oleh Jeno yang kini telah berubah status menjadi suaminya.
"Memangnya tahu sandinya apa?" Selena bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari pintu apartemen dengan nomor pintu 127 itu.
"Saya pernah di suruh tuan Jeno untuk mengambil barang penting sekali di sini, jika saja sandinya belum berubah."
"Oh ya?" Mata Selena bergulir menatap lekat pada sosok tinggi yang sering berada di dekat Jeno. "Mas dengar yang dia katakan? Aku sudah mengirim detail informasi tentang mereka yang pergi bersamaku. Apabila terjadi sesuatu padaku, maka Mas bisa memburu mereka, mengambil organ-organ mereka di ruang operasi." Ucap Selena setengah berbisik namun masih bisa di dengar oleh ketiga orang di dekatnya.
Jantung mereka seakan meluruh jatuh melihat tingkah aneh dari pasangan tuan mereka. Dari pada menghadapi situasi seperti mereka lebih senang berkelahi baku tembak yang menantang adrenalin.
"Silahkan di buka." Selena menoleh memamerkan senyumnya.
"Ah, iya."
Senyum Selena menyeringai kala pintu terbuka lebar itu seolah melambai-lambai mempersilahkannya masuk. Langkah kaki beradu dengan marmer yang memantulkan bunyi khas dalam apartemen yang sepi.
~🍃~
"Pak, ibu ada di apartemen." Bisiknya sekecil mungkin.
"Apa yang ibu lakukan?" Alis Jeno menyerengit. Kegiatannya memilah berkas penting yang akan di gunakan untuk besok tertunda.
"Saya tidak bisa melihat dengan jelas, saya bersembunyi di dalam lemari. Ibu masuk dalam kamar. Bapak tidak mau ke sini? Saya takut."
"Tetap diam di sana, jangan keluar."
Setelah sambungan telepon terputus, ia hanya mendengar derap langkah nyaring, nyalinya semakin menciut.
Sedangkan Selena memekik dalam hati mendapati helai rambut tampak menyembul dari balik salah satu lemari. Melewati lemari itu ia mengeluarkan semua barang-barang dari dalam lemari, duduk santai di atas lantai dengan tangan bergerak telaten menggunting demi helai kain terdiri dari dua gender berbeda. Dalam kepalanya cantiknya membayangkan kalau sekarang dia tengah menggunting kulit pemilik pakaian.
Selena sendiri tidak yakin apa yang terjadi padanya. Rasa takut terbelenggu pada hatinya hilang begitu saja, dia merasa punya keberanian lebih untuk menentang Jeno balik. Aura mengerikan yang biasa menguar dari Jeno seakan kalah oleh amarahnya. Dia tidak rela kalau Jeno dekat dengan siapapun, tidak ada yang boleh. Laki-laki pendiam dan dingin itu adalah miliknya. Walaupun dia punya obsesi tentang hal berbau dewasa yang tidak terlalu disukainya.
Prang!
Gunting yang dipegangnya ia lemparkan ke arah lemari kaca di hadapannya, lemparan yang kuat menembus kaca hingga gunting itu menancap di sana. Selena berdiri melewati pakaian yang telah puas ia cabik-cabik, kini targetnya beralih pada rentetan aksesoris berupa jam tangan yang tertata rapi. Dengan sepenuh hati Selena banting semuanya ke lantai, lalu menginjaknya satu persatu hingga tak layak pakai.
"Sesuatu yang rusak memang pantas untuk di buang. Iyakan?" Tanya Selena entah kepada siapa. Atau kepada helaian rambut di sana?
Mendengar langkah lain masuk ke dalam dengan terburu-buru membuat Selena mengerutkan alisnya. "Ah, apa suami tercintaku datang?" Selena terdiam menunggu diantara barang-barang yang berantakan di bawah kakinya. Sedangkan jarinya mengetuk-ngetuk sisi lemari kaca tempat penyimpanan segala aksesoris yang telah dirusaknya.
Srak!
Pintu walk in closet terbuka dengan kuat, sorot mata Selena membulat menatap dari ujung kaki sampai kepala seseorang yang datang dengan deru napas memburu.
"Oh, di luar ekspektasi." Selena menyeringai mendapati ekspresi syok dari wajah seorang lelaki tampan. "Selamat datang, Jevian."
~🍃~
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif or Obsesi ^ GS
Roman d'amourSelena terjebak dalam belenggu lekaki yang tadinya adalah satu-satunya teman laki-laki yang selalu menjadi sandaran Selena, kala dirinya berkonflik dengan kedua orangtuanya maupun para lelaki yang sering menyakiti perasaannya. Dia tampak diam, namun...