002🐇

344 44 3
                                    

Rencana kabur Selena kemarin gagal total, dan hari ini adalah hari pernikahannya. Ya, dia punya kesempatan kabur sehari sebelum hari pernikahan. Setelah acara inti tadi selesai, Selena telah berganti dengan gaun lain kini tampak pura-pura bahagia berbicara kepada tamu undangan yang sama sekali Selena tidak mengenal mereka. Selena memang jarang terlibat pada urusan bisnis, atau sekedar datang menemani kedua orangtuanya datang ke suatu acara formal, dia tidak pernah ikut sama sekali, karena itu dia merasa seperti orang asing di acara pernikahannya sendiri.

"Pergilah dengan istri Jevian, istirahat." Bisik Jeno kala mendapati sepupu serta istrinya berjalan ke arah mereka berdua.

Selena mengikuti arah pandangan Jeno, benar, tampak wanita di samping Jevian bahkan sudah melambaikan tangannya lengkap dengan wajah yang tersenyum lebar, dan itu kontras dengan wajah pria disebelahnya, seperti tidak memiliki kotak tersenyum.

"Ayo, Len, kita ke kamar saja. Orang-orang sudah sibuk membahas bisnis." Geya mengulurkan tangannya disambut baik oleh Selena. Kedua menantu Kalingga itu sudah saling mengenal tadi, jadi sebisa mungkin keduanya harus mengakrabkan diri satu sama lain.

"Dia lebih merepotkan dari pada Geya." Pandangan kedua sepupu itu tidak lepas mengawasi kedua wanita mereka sebelum akhirnya tidak terlihat lagi.

Sedangkan di tempat lain kedua menantu Kalingga berdiam diri di depan pintu kamar keduanya. Mereka ditempatkan kamar bersebelahan oleh ibu mertua dengan alasan agar kedua menantunya bisa mengakrabkan diri. Padahal mereka hanya menempati kamar itu hanya tiga hari dua malam.

"Jadi?"

"Bantu aku membawa keperluan mandiku saja. Kita ke kamarmu, aku malas kalau mandi sendiri."

"Kamu yakin kita mandi berdua?" Selena tampak meragukan ide tersebut.

"Kenapa ragu, bentuk tubuh kita sama kok. Lagian, aku takut saja ada kamera tersembunyi di kamar mandi. Kalau kita berdua mandi bersama setidaknya aku ada teman." Alasan Geya.

"Hotel ini milik Kalingga, mesum sekali mereka kalau sampai melakukan hal itu." Selena jadi bergidik sendiri.

"Siapa yang tahu kalau para staff-nya yang mesum."

"Ya sudah ayo. Aku tidak tahan lagi pakai gaun ini."

Geya masuk duluan ke dalam kamarnya diikuti oleh Selena.

"Kita maskeran yuk malam ini." Ajak Geya. Selena mengacungkan jempolnya tanda setuju. "Nah ini pegang." Geya memberikan koper kecil yang tidak asing oleh kaum wanita kepada Selena. "Aku bawa piyama, handuk kecil, bandana untuk maskeran, lalu hair dryer, hm sepertinya sudah."

Selesai dengan urusan di kamar Geya, mereka segera pindah ke kamar sebelah. Ucapan Geya tadi memang tidak main-main, mereka mandi berdua. Tidak ada malu-malu terpapar dari wajah kedua menantu Kalingga itu, malah mereka berdua saling menyabuni punggung satu sama lain, lalu saling merekomendasikan produk untuk keperluan mandi guna mempercantik diri mereka yang sudah cantik itu. Entah apa yang dikatakan orang-orang apabila mereka mengetahui kelakuan keduanya.

"Piyama mu sangat tertutup." Komentar Geya yang sudah duduk di sofa tampak siap memoles wajahnya dengan masker.

"Sesungguhnya aku tidak siap jika harus terjadi sesuatu nanti." Selena meringis pelan sebelum bergabung dengan Geya.

"Harusnya kamu seperti aku, datang bulan dimalam pertama itu suatu keberuntungan."

"Seharusnya kita sudah akrab terlebih dahulu agar kamu bisa memberitahuku kiat-kiat bermanfaat darimu, seperti menghindari malam ini."

"Bagaimana, kita dikenalkan saja tidak. Kita saja tidak pernah bertemu kala ada acara formal. Padahal keluarga kita sesama rekan bisnis."

"Ya, aku tidak pernah mendatangi acara semacam itu."

"Aku juga sejujurnya tidak suka." Aku Geya. "Tapi kedua orangtuaku memaksa untuk ikut."

"Oh ya, ngomong-ngomong, pernikahan kalian memang atas dasar saling cinta seperti rumor yang beredar?" Tingkat kekepoan Selena meningkat.

"Mana ada!" Nada suara Geya naik setingkat. "Aku juga dilamar dadakan sepertimu. Bayangkan saja, aku yang selalu berdoa agar tidak terlibat dengan Jevian, eh malah dilamar. Keadaan saat itu cukup kacau karena aku menangis histeris, hahaha ...." Geya merasa lucu mengingat kejadian itu. "Ibu mertua sampai membujukku saat itu. Beliau mengatakan akan memberikan aku teman sefrekuensi denganku nanti, ya itu istrinya Jeno, dirimu sekarang. Alasan utama aku tidak mau karena Jevian terlalu flat, setelahnya aku pikir semua anggota Kalingga yang laki-laki flat juga, jadi sangat sepi seperti di kuburan, mana ada orang tersenyum di sana." Cerita Geya panjang lebar.

"Kalau aku tidak masalah dengan sifat seperti itu, malahan nyaman saja. Tapi, yang jadi masalah itu karena aku melihat Jeno dengan mudah melukai orang. Aku takut saja kalau ketika aku tidur dan besoknya tidak bisa melihat matahari lagi."

"Ketakutan mu wajar sih untuk orang yang tidak pernah mengalami sebelumnya."

Sesi ngobrol keduanya terpaksa berhenti ketika pintu kamar Selena terbuka, menampilkan kedua sepupu Kalingga.

"Kita lanjut ngobrol lewat telepon saja kalau belum bisa bertemu dalam waktu dekat ini ya, Len." Geya mengemasi barang-barang yang dia bawa tadi, masih dengan masker di wajahnya. Dia segera keluar kamar diikuti oleh Jevian.

Selena juga pergi ke kamar mandi membersihkan wajahnya, membiarkan Jeno ikut masuk ke dalam kamar mandi. Selena sebisa mungkin tidak melirik Jeno yang mandi saat ini. Walaupun Selena masih menyimpan rasa takut kepada Jeno, tetapi tidak separah bulan lalu. Pada dasarnya Selena sudah terbiasa atas kehadiran Jeno yang selama ini membuatnya nyaman, dan rasa nyaman itu sepertinya bisa dengan cepat mengalahkan rasa takut Selena.

~ 🍃~

Tampak kedua laki-laki memandangi ponsel salah satunya dengan raut wajah sulit diartikan.

"Kita seperti berbagi istri, bukan?"

"Insting Geya memang tidak perlu diragukan lagi."

~🍃~

Posesif or Obsesi ^ GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang