Kemarin masih baik-baik saja, mereka berdua mengobrol santai sesekali membahas soal pekerjaan. Kegiatan orang-orang di kediaman Kalingga juga biasa saja, walau terkadang Selena penasaran mereka melakukan apa, seperti seru sekali.
Nah sore ini hawanya berbeda, orang-orang dengan tubuh besar dan wajah-wajah yang kadang membuat nyali Selena menciut itu kini tampak lebih menyeramkan. Selena yakin dia tidak dilihati oleh mereka-mereka ini, tapi dia merasa di awasi.
Karena merasa tidak nyaman, Selena masuk ke dalam rumah. Sekalian dia mau mandi sebelum hari menggelap, terus siap-siap, sepertinya makan di luar malam ini terasa menyenangkan.
Selesai mandi Selena melihat suaminya yang sudah pulang kini duduk di sofa, fokus dengan ponselnya.
Melihat Selena sudah selesai mandi, tanpa basa basi Jeno langsung bertanya tentang laporan yang dia terima tadi. "Kau bertemu mantan di mall kemarin?"
"Aku bertemu dengannya cukup sering mungkin akhir-akhir ini karena perusahaan ada kerja sama dengan perusahaannya. Bertemu di mall hanya kebetulan. Kenapa?" Selena sudah mau curiga sih ini.
"Kau mau apa? Membuat dia bisu? Kehilangan tangan? Atau kehilangan kepala? Pilih."
"Apa sih, Jen? Tiba-tiba bertanya hal mengerikan begitu."
"Kau pikir aku akan diam saja kau di ganggu oleh pria kurang ajar itu? Orang seperti mereka harus diberi pelajaran agar mereka tahu setiap perbuatan ada konsekuensinya, Len. Kalau diam saja apa kau tidak kasihan jika ada korban selanjutnya? Bagaimana kalau korban selanjutnya tidak ada yang melindungi? Kau, ada aku yang melindungi, belum tentu korban lain ada. Tahu sendiri kan dalam kasus seperti ini selalu korban yang disalahkan, cara terbaik adalah menghilangkan mereka dari bumi." Kata Jeno panjang lebar dengan ekspresi datarnya.
"Tapi kau pun sekarang tidak jauh beda dari dia. Kau suka melakukan sesuatu padaku tanpa persetujuanku, padahal ini badanku, ini hakku. Walaupun kau suamiku kau tetap harus mendapat izin dariku. Kadang aku berpikir, apa benar kau Jeno yang aku kenal, atau kau Jeno yang lain. Kau terlalu banyak berubah, seperti aku tidak mengenalimu lagi."
"Aku tetap Jeno yang sama. Jeno yang kau kenal itu hanyalah pribadi buatku semata, aslinya aku seperti ini. Kau penasaran apakah aku posesif atau obsesi padamu kan? Jawabannya adalah keduanya. Kalau aku sebejat mereka, aku sudah melakukan semuanya sebelum kita menikah, tapi tidak, karena aku mencintaimu aku tidak mungkin melukai harga dirimu. Yang bisa aku lakukan hanya memberikan pelajaran kepada mereka karena sudah mempermainkan perasaan mu."
"Kau pikir diam ku karena memang itu sifat ku? Salah. Aku mati-matian agar tidak melakukan apa-apa padamu. Kau cantik Selena, kepribadianmu baik, kau sempurna di mataku. Jadi berhenti berpikir aku hanya obsesi atau posesif padamu, yang harus kau tahu aku hanya mencintaimu." Setelah mengatakan itu Jeno langsung pergi dari sana.
Selena membiarkan Jeno pergi, dia kehabisan kata-kata untuk berdebat dengan Jeno. Mungkin selama ini dia memang salah mengartikan sikap Jeno padanya. Mungkin jika Jeno sudah melakukan hal aneh-aneh padanya seperti ini sebelum mereka menikah, Selena tidak yakin kalau dia akan tetap waras. Jeno itu teman baik tanpa ekspresi yang sudah menemaninya selama 4 tahun lebih, Selena melupakan fakta kalau semua orang pasti punya rahasianya sendiri.
Dan terjawab sudah keanehan tadi, ternyata berita ini sudah sampai ke telinga Jeno dan orang-orang Kalingga. Selena memang sempat takut, tapi tidak punya keberanian untuk mengadu. Bayang-bayang Jeno pernah melukai mantannya di parkiran mall dulu membuat Selena takut. Walaupun Jeno tidak mungkin masuk penjara karena membunuh orang, tapi Selena tetap saja takut.
☘️
Sebentar lagi larut malam tapi Jeno belum juga kembali, pesan dan telponnya tidak ada jawaban dari Jeno. Apa coba yang di lakukan Jeno sampai selama ini?
Suara notifikasi pesan baru masuk ke ponselnya. Selena melepas iPad dan mengambil ponselnya, itu pesan dari Jeno. Selena tidak berpikir macam-macam, bisa saja Jeno memberikan kabar kalau dia tidak bisa pulang malam ini misalkan. Tapi yang dia lihat bukan itu, tetapi foto pria dengan kondisi tidak baik-baik saja, Selena langsung merinding melihatnya.
Tidak lama ada pesan baru lagi, Jeno mengatakan kalau dia sudah dalam perjalanan pulang. Selena tidak tahu mau bereaksi seperti apa, dia tidak membalas pesan itu, lebih memilih menunggu Jeno sampai saja. Hingga dia tidak sadar kalau ketiduran, dalam keadaan ngantuk Selena melihat siluet seseorang lewat. Takut semisal itu bukan Jeno, Selena langsung bangun.
Tok .... Tok ....
"Jeno?"
Tidak lama pintu kamar mandi terbuka. Jeno yang sudah bertelanjang dada menatap Selena penasaran, mau ke kamar mandi kah? Tapi tidak ada pergerakan dari Selena, istrinya itu hanya berdiri di depan pintu dan menatap dirinya dalam diam. Merasa Selena tidak mau menggunakan kamar mandi, dia masuk ke dalam melanjutkan mandinya yang tertunda. Biarkan saja Selena memperhatikannya, toh dia tidak masalah sama sekali.
Hingga dia selesai mandi Selena masih berdiri di depan kamar mandi, dia keluar menuju walk in closet pun Selena ikut masuk ke dalam. Setelah mengenakan pakaiannya barulah Jeno menaruh seluruh atensinya kepada Selena.
"Ada yang ingin kau bicarakan?"
Selena menggeleng. Tidak mengatakan apa pun dia menarik Jeno dan kembali ke ranjang. Selena menarik selimut sebatas dada, sebelah tangannya menepuk-nepuk sisi kasur yang kosong, mengisyaratkan Jeno untuk ikut tidur.
Merasa ada yang aneh tapi Jeno tetap mengikuti permintaan Selena. Dia pikir Selena akan marah-marah menyambut dia di rumah, ini malah diam saja, entahlah. Sulit memang mengerti Selena akhir-akhir ini.
"Aku tidak masalah kalau kau suka menyiksa orang begitu. Tapi harus tahu batasan, nanti anakku mengikuti jejak ayahnya lagi, bar-bar. Bisa gila aku menghadapi dua orang bar-bar di rumah ini."
"Kau hamil?" Jeno terkejut kalau memang benar. Selama ini main aman kok, lebih khawatir kalau Selena belum siap sebenarnya.
"Belum!" Balas Selena cepat. Mending dia mengasuh Arjisa saja, belum punya keinginan untuk punya Jeno versi mini.
"Oh."
"Jangan oh-oh saja, dengar baik-baik nasihatku ini."
"Iya, Len, iya."
..
.
.
Ini selesai ya, terima kasih udah baca, vote, komen, dan udah beli bab berbayar. Maaf atas segala kekurangan dalam cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif or Obsesi ^ GS
RomanceSelena terjebak dalam belenggu lekaki yang tadinya adalah satu-satunya teman laki-laki yang selalu menjadi sandaran Selena, kala dirinya berkonflik dengan kedua orangtuanya maupun para lelaki yang sering menyakiti perasaannya. Dia tampak diam, namun...