BAB 1. AWAL PERKENALAN

9 8 0
                                    

Matahari terik menghujani kota besar yang ramai, seolah menyelimuti gedung-gedung pencakar langit dengan sinarnya. Di sudut kampus bergengsi, Universitas Verdanos, kehidupan berjalan seakan tak terpengaruh oleh hiruk-pikuk di luar. Mahasiswa-mahasiswi berlalu lalang dengan buku-buku tebal di tangan, sibuk bercakap-cakap tentang tugas, ujian, atau sekadar kehidupan sehari-hari. Namun, di tengah keramaian itu, ada satu sosok yang menarik perhatian setiap orang yang melihatnya.

Mysha Delilah, dengan langkah anggunnya, berjalan menyusuri koridor utama kampus. Rambut hitam panjangnya tergerai indah, berkilau di bawah sinar matahari, sementara gaun sederhana berwarna krem membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya yang manis dihiasi senyuman tipis, tetapi matanya yang tajam menunjukkan bahwa di balik keanggunannya, tersimpan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan. Setiap kali ia lewat, bisik-bisik tak terelakkan. Banyak yang mengagumi kecantikannya, namun lebih banyak yang terpikat oleh misteri yang ia bawa.

"Mysha! Tunggu!" teriak suara familiar dari belakang.

Eliza, sahabat dekat Mysha, berlari kecil menyusul. Dengan rambutnya yang diikat rapi dan kacamata tipis, Eliza tampak kontras dengan Mysha. Namun, keduanya sudah tak terpisahkan sejak awal kuliah.

"Aku nggak percaya kita punya dosen baru di kelas Ilmu Ekonomi Politik," kata Eliza begitu ia tiba di samping Mysha, sambil mengatur napas. "Katanya, dia super ketat dan sangat disiplin."

Mysha tersenyum tipis. "Aku nggak khawatir. Selama kita belajar, semua pasti akan baik-baik saja."

Eliza tertawa. "Kamu memang selalu tenang, Mysha. Aku kadang bertanya-tanya, apa sih yang bisa bikin kamu panik?"

Mereka berdua tertawa ringan dan terus berjalan menuju aula besar di mana kelas mereka diadakan. Namun, ketika mereka hampir sampai, suara deru mesin motor yang memekakkan telinga membuat langkah mereka terhenti.

Vroom... vroom...

Suara itu menggema di udara, menarik perhatian hampir semua orang di sekitar kampus. Sebuah motor besar berwarna hitam pekat melaju cepat menuju tempat parkir kampus. Pengendaranya, seorang pria dengan jaket kulit hitam dan helm gelap, tampak sangat percaya diri. Dari caranya mengendarai motor, jelas dia sudah sangat terbiasa dengan kecepatan dan bahaya.

"Siapa itu?" tanya Eliza, matanya terbelalak saat melihat pemandangan tersebut. "Aku rasa dia bukan mahasiswa biasa."

Mysha mengangkat alisnya, tak terlalu tertarik pada sosok tersebut. "Entahlah. Mungkin hanya satu dari banyak anak-anak kaya yang ingin pamer."

Namun, ketika pria itu melepas helmnya, dunia Mysha seakan terhenti sejenak. Rambut hitam tebal dan acak-acakan terurai begitu saja, dan mata biru tajam yang dingin namun penuh teka-teki langsung menangkap pandangannya. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu sesuatu yang membuat Mysha terdiam sejenak, perasaan yang tidak bisa ia jelaskan.

"Itu... itu Atlas Kallias," bisik Eliza dengan nada kagum bercampur waspada. "Aku dengar dia sering terlibat masalah. Dia semacam... legenda di kampus ini."

Atlas Kallias. Nama itu langsung membangkitkan rasa ingin tahu di benak Mysha. Ia pernah mendengar tentang pria itu dari beberapa obrolan teman-teman kuliahnya, meski tak terlalu memperhatikannya. Atlas terkenal bukan hanya karena ketampanannya, tetapi juga karena gaya hidupnya yang liar dan tak terkontrol. Dia sering terlihat berkumpul dengan geng motornya, melaju di jalan-jalan kota hingga larut malam, terlibat dalam pesta-pesta liar yang penuh minuman keras dan kebisingan. Dia adalah sosok yang menakutkan namun memesona di saat yang bersamaan.

Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang membuat Mysha merasa... tergelitik. Bukan karena ketampanannya, melainkan aura misterius yang ia pancarkan. Atlas seperti sosok yang tak bisa ditebak, sebuah teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan.

"Mysha?" panggil Eliza, membuyarkan lamunannya. "Kamu kenapa?"

Mysha menggeleng pelan, mengalihkan pandangannya dari Atlas yang kini berjalan menjauh dari parkiran menuju aula yang sama dengan mereka. "Nggak, aku cuma... heran saja. Aku nggak menyangka dia sepopuler itu."

Eliza tertawa kecil. "Oh, dia lebih dari sekadar populer. Dia seperti magnet masalah, tapi anehnya, banyak cewek yang suka sama dia."

Saat mereka berdua memasuki aula, Mysha tak bisa menghindari kenyataan bahwa Atlas juga ada di sana. Ia duduk di pojok belakang, dengan ekspresi wajah yang datar namun penuh perhatian, seolah-olah tak peduli dengan semua yang terjadi di sekelilingnya. Mysha duduk beberapa baris di depan, berusaha fokus pada pelajaran, namun rasanya mustahil untuk tidak merasakan keberadaan pria itu. Setiap gerakannya, setiap tatapan tajamnya, membuat jantung Mysha berdegup sedikit lebih cepat dari biasanya.

Waktu berlalu perlahan, dan meskipun Mysha berusaha untuk tidak memperhatikan, tatapan mereka sempat bertemu sejenak. Hanya sedetik, namun cukup untuk membuat dunia di sekelilingnya terasa berhenti. Ada sesuatu dalam tatapan itu sebuah ketegangan yang tak bisa diabaikan. Seolah-olah ada benang tak terlihat yang menarik mereka satu sama lain, meski baru pertama kali bertemu.

Saat kelas berakhir, Mysha merasa lega. Namun, ketika dia dan Eliza berjalan keluar aula, suara berat yang dalam menghentikan langkahnya.

"Kamu..." suara itu datang dari belakang.

Mysha berbalik dan menemukan Atlas berdiri di sana, dengan mata biru yang dingin memandangnya lurus. "Nama kamu Mysha, kan?"

Mysha terkejut, tak menyangka bahwa pria ini tahu namanya. "Iya... kenapa?"

Atlas menatapnya beberapa detik sebelum tersenyum tipis, sebuah senyum yang penuh dengan misteri. "Nggak ada alasan khusus. Aku cuma penasaran."

Tanpa menunggu jawaban, Atlas melangkah pergi, meninggalkan Mysha dalam kebingungan. Ada sesuatu yang berbeda dalam pertemuan mereka sesuatu yang membuat Mysha sadar bahwa hidupnya mungkin tak akan sama lagi setelah ini.

Dan perasaan itu, yang ia coba abaikan, kini berbisik di hatinya. Perasaan yang belum ia pahami, namun terasa sangat nyata.

KILATAN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang