Hubungan antara Mysha dan Atlas mulai berubah setelah percakapan di tepi danau itu. Ada ikatan tak kasat mata yang perlahan mulai terjalin di antara keduanya ikatan yang muncul dari rasa saling pengertian, dan perasaan yang semakin mendalam. Namun, seperti halnya air yang tenang, di bawah permukaan, selalu ada riak-riak yang tak terlihat.
Hari-hari berlalu, dan meskipun Mysha mulai merasa lebih dekat dengan Atlas, ada hal-hal yang masih menggantung di udara. Sikap Atlas yang penuh teka-teki kadang membuat Mysha merasa bingung. Ada saat-saat ketika Atlas begitu hangat dan penuh perhatian, namun ada juga saat-saat ketika dia kembali ke sisi gelapnya menjadi sosok yang sulit dijangkau, bahkan dingin.
Siang itu, di kampus, Mysha duduk di kantin bersama teman-temannya Eliza, Sasha, dan Nadia. Percakapan mereka awalnya ringan, membahas tentang tugas kuliah yang makin menumpuk. Namun, pembicaraan berubah saat nama Atlas disebut.
"Jadi gimana? Kamu sekarang deket sama Atlas, ya?" tanya Sasha dengan nada penasaran, matanya berkilat-kilat.
Mysha tersenyum tipis, merasa sedikit canggung. "Nggak begitu. Kami cuma... temenan."
"Temenan apanya," sahut Nadia sambil terkekeh. "Kita semua tahu Atlas nggak pernah mau deket sama cewek kecuali ada sesuatu yang spesial."
Mysha menghela napas. "Dia nggak seburuk yang kalian pikir. Dia punya sisi yang nggak banyak orang tahu."
"Tapi dia kan anak geng motor, Mysh," tukas Eliza, yang lebih serius dari kedua teman perempuannya. "Orang kayak dia bisa bawa masalah besar."
Mysha terdiam. Sebagian dari dirinya tahu bahwa Eliza benar. Atlas memang terlibat dalam hal-hal yang berbahaya, dan meskipun ia menunjukkan sisi lembut di hadapan Mysha, masa lalu dan lingkaran pertemanannya yang penuh dengan masalah tetap ada.
Saat mereka sedang asyik berbincang, tiba-tiba kantin menjadi hening. Semua orang menoleh ke arah pintu masuk, tempat Atlas baru saja muncul bersama keempat temannya Dion, Zane, Leo, dan Marco. Mereka berempat adalah bagian dari geng motor yang sama dengan Atlas, dan kehadiran mereka selalu menarik perhatian. Dengan jaket kulit hitam dan sikap arogan, mereka tampak mencolok di antara para mahasiswa yang lebih kalem.
Mysha merasa dadanya berdebar kencang ketika melihat Atlas berjalan mendekat. Tatapan pria itu langsung tertuju padanya, dan ada sedikit senyum tipis di bibirnya. Namun, saat ia tiba di dekat meja Mysha, senyum itu menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin yang tak biasa.
"Kita harus bicara," ucap Atlas singkat.
Suasana di meja Mysha berubah kaku. Teman-temannya jelas merasa canggung, namun Mysha berdiri dan mengikuti Atlas keluar dari kantin tanpa mengatakan apapun. Mereka berjalan menjauh dari keramaian, menuju area kampus yang lebih sepi. Mysha bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda pada Atlas hari ini sikapnya lebih tegang, dan raut wajahnya menunjukkan bahwa sesuatu telah terjadi.
"Ada apa?" tanya Mysha pelan ketika mereka sampai di taman kampus.
Atlas berhenti, berbalik dan menatap Mysha dengan mata yang penuh kemarahan terpendam. "Kamu ngomongin aku sama teman-temanmu?"
Pertanyaan itu membuat Mysha terkejut. "Maksud kamu? Aku nggak ngomongin yang buruk soal kamu."
"Tapi mereka bilang aku berbahaya, kan?" lanjut Atlas, nadanya semakin tajam. "Dan kamu dengerin mereka."
Mysha merasa hatinya tertusuk. "Atlas, itu bukan yang aku pikirin. Mereka cuma khawatir, itu wajar."
Atlas mendengus, wajahnya penuh kekecewaan. "Aku udah bilang dari awal, Mysha. Kalau kamu nggak siap buat hidup dengan aku, mending kamu pergi sekarang."
Kata-kata itu membuat Mysha terdiam. Selama ini, Atlas selalu memperlihatkan sisi lembutnya padanya, tetapi sekarang, bad boy yang penuh amarah itu kembali muncul. Mysha merasa bingung—di satu sisi, ia tahu Atlas marah karena merasa disalahpahami, tapi di sisi lain, Atlas tak pernah memberinya kesempatan untuk menjelaskan.
"Kamu tahu aku nggak pernah mikir buruk soal kamu," jawab Mysha dengan nada pelan tapi tegas. "Tapi kamu nggak bisa terus-terusan kabur setiap ada masalah. Kita bisa ngobrolin ini baik-baik."
"Ngobrolin apa?" sergah Atlas. "Ngobrolin gimana orang-orang terus ngeliat aku sebagai masalah? Ngobrolin gimana aku selalu dianggap buruk cuma karena aku nggak kayak mereka?"
Mysha terdiam, menyadari betapa dalam luka yang dibawa Atlas. Di balik sikap kasarnya, ada rasa takut ditolak, rasa marah karena dunia tidak pernah memberi kesempatan untuk melihat siapa dia sebenarnya.
"Tapi aku bukan orang lain, Atlas," jawab Mysha lembut. "Aku mau lihat siapa kamu sebenarnya, bukan cuma apa yang orang bilang."
Atlas memandang Mysha dengan mata yang mulai melunak, tapi ia masih belum sepenuhnya percaya. "Dan kalau kamu tahu semua sisi gelapku? Kamu masih mau bertahan?"
Pertanyaan itu menggantung di udara, menyisakan ketegangan di antara mereka. Mysha tahu bahwa Atlas sedang menguji dirinya menguji sejauh mana ia bisa menerima semua kekacauan yang ada dalam hidupnya.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Mysha melangkah mendekat, mendongakkan kepalanya hingga matanya bertemu dengan tatapan Atlas. "Aku udah bilang, aku nggak akan pergi. Kalau kamu nggak percaya sama aku sekarang, kasih aku waktu buat buktikan."
Atlas menatap Mysha selama beberapa detik, seolah menimbang apakah ia harus mempercayai kata-kata gadis itu. Lalu, tanpa peringatan, Atlas meraih tangan Mysha, menariknya lebih dekat, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci.
"Aku udah coba ngejauh dari kamu," bisik Atlas, suaranya penuh intensitas. "Tapi aku nggak bisa. Kamu ngebuat aku ngerasain sesuatu yang selama ini aku hindari."
Mysha bisa merasakan napas Atlas di wajahnya, dan di antara ketegangan itu, ada kilatan rasa yang begitu kuat. Di antara kebencian, kekecewaan, dan ketidakpastian, ada cinta yang mulai tumbuh cinta yang penuh riak, tapi nyata.
Mysha menatap Atlas, tanpa kata, tapi matanya mengatakan segalanya. Mereka berada di tepi sesuatu yang tak bisa lagi mereka tolak. Riak benci dan cinta bercampur, menciptakan gelombang perasaan yang semakin sulit untuk diabaikan.
Dan di tengah kebisuan itu, Atlas menunduk, perlahan mendekatkan bibirnya ke Mysha.
![](https://img.wattpad.com/cover/377851229-288-k994083.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KILATAN RASA
RomanceMysha Delilah adalah gadis cantik dari keluarga terpandang, dikenal karena kecantikannya yang anggun, kepintarannya, dan sifat tegasnya. Di balik hidup yang sempurna itu, ada kekosongan yang tidak pernah ia sadari hingga pertemuannya dengan Atlas Ka...