Sore itu, langit Verdanos berwarna keemasan, menandakan hari yang hampir berakhir. Cahaya matahari terbenam menerobos kaca-kaca tinggi gedung kampus, memancarkan nuansa hangat yang kontras dengan suasana hati Mysha Delilah. Setelah kejadian kemarin, di mana Atlas menawarkan tumpangan, pikiran Mysha terus dipenuhi oleh pria itu sosok yang semakin hari semakin meresap dalam benaknya.
Sejak momen kilatannya saat tatapan mereka bertemu, ada sesuatu yang berubah. Bukan hanya di luar, tetapi juga di dalam hatinya. Atlas Kallias bukan hanya pria yang berbahaya dengan reputasi buruk, dia adalah seseorang yang, entah bagaimana, berhasil memantik api di hati Mysha yang selama ini tersembunyi di balik sikap tenangnya.
Mysha berusaha fokus pada buku di hadapannya, duduk di salah satu bangku panjang taman kampus. Tapi tatapan itu, tatapan membara milik Atlas, terus menghantuinya. Dia tak bisa melupakan bagaimana pria itu menatapnya kemarin intens, penuh rahasia, seolah-olah ada sesuatu yang ia coba sampaikan tanpa kata-kata.
Di sekelilingnya, mahasiswa-mahasiswi lain masih terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beberapa duduk di rerumputan, yang lain berbincang riang di bangku taman, menciptakan suasana kampus yang damai. Namun bagi Mysha, suasana itu tak bisa menenangkan hatinya. Semuanya terasa kosong tanpa kehadiran Atlas di dekatnya.
"Kenapa dia bisa mempengaruhi aku begini?" bisik Mysha dalam hati, menggigit bibir bawahnya dengan gelisah.
Dia bukan gadis yang mudah terpengaruh oleh pria. Selama ini, dia selalu menjaga jarak aman, menghindari hal-hal yang berpotensi membuatnya kehilangan kendali. Tapi dengan Atlas, semua pertahanan itu runtuh dengan cepat seperti api yang membakar tumpukan kayu kering.
"Mysha?" suara lembut Eliza tiba-tiba memecah lamunannya. Eliza datang membawa dua cangkir kopi, lalu duduk di sebelah Mysha sambil tersenyum. "Aku nggak pernah lihat kamu seserius ini, lagi mikirin siapa?"
Mysha tersentak, lalu segera menutup bukunya. "Ah, nggak... cuma lagi banyak pikiran aja," katanya, berusaha mengalihkan topik.
Eliza tertawa pelan. "Banyak pikiran, ya? Atau mungkin... seseorang?"
Mysha tersipu malu. "Bukan, bukan seperti itu," elaknya, meskipun jantungnya berdetak lebih cepat.
Eliza, yang sudah lama mengenal Mysha, tentu saja tak mudah dibohongi. "Oh ayolah, Mysha. Aku tahu ada yang berubah sejak kemarin. Kamu selalu terlihat sedikit melamun sejak pertemuan kamu sama Atlas."
Mendengar nama itu, Mysha tak bisa menahan debaran jantungnya yang makin cepat. "Aku... nggak tahu, Eliza. Dia... dia hanya pria yang berbeda dari yang lainnya. Tapi aku nggak yakin, dia adalah tipe orang yang bisa aku dekati."
Eliza mengangguk, wajahnya serius kali ini. "Atlas memang penuh misteri. Dia terkenal di kampus ini bukan karena hal baik, kamu tahu itu kan? Dia sering terlibat masalah, dan gaya hidupnya... yah, kamu tahu sendiri."
"Ya, aku tahu," gumam Mysha, tatapannya mulai melembut. "Tapi kenapa aku merasa tertarik padanya? Rasanya seperti ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikap dinginnya itu. Sesuatu yang belum pernah aku lihat pada orang lain."
Eliza menghela napas panjang. "Aku cuma mau kamu hati-hati, Mysha. Jangan sampai kamu terluka karena perasaan yang mungkin nggak terbalas."
Mysha hanya tersenyum tipis, mencoba mengabaikan kecemasan yang pelan-pelan tumbuh dalam dirinya. Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan percakapan lebih jauh, deru mesin motor yang keras tiba-tiba terdengar dari kejauhan. Suara itu terlalu familiar—dan jantung Mysha seakan langsung bereaksi.
Atlas Kallias muncul dengan motor hitam besarnya, mengenakan jaket kulit yang sama seperti kemarin. Tapi kali ini, dia tidak sendirian. Di belakangnya, seorang gadis berambut pirang duduk manis, memeluk erat pinggangnya. Gadis itu tertawa riang, seolah-olah dunianya berputar hanya di sekitar Atlas.
Mysha merasakan jantungnya seperti diremas. Perasaan cemburu yang tak ia duga langsung menyelinap, menusuk hatinya. Tapi dia berusaha tetap tenang, meski tatapannya tak bisa lepas dari Atlas dan gadis itu yang kini berhenti tak jauh dari mereka.
"Siapa itu?" tanya Eliza, matanya menyipit melihat adegan di depan mereka.
"Kayaknya cewek dari fakultas hukum," jawab Mysha pelan, mengenali gadis itu. Dia sering melihatnya berjalan di kampus, namun tak pernah benar-benar mengenalnya.
Atlas turun dari motor dengan tenang, lalu menatap sekilas ke arah Mysha. Untuk sesaat, mata biru mereka kembali bertemu. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Tatapan Atlas lebih dalam, lebih membara, seperti ada pesan tersembunyi di balik sikapnya yang dingin. Meski dia bersama gadis lain, tatapan itu seakan hanya untuk Mysha.
Mysha menahan napas, merasakan kilatan panas mengalir dalam tubuhnya. Namun, secepat tatapan itu datang, secepat itu pula Atlas mengalihkan perhatiannya, berjalan pergi bersama gadis pirang tersebut, meninggalkan Mysha dalam kebingungan dan perasaan campur aduk.
Eliza, yang menyadari apa yang terjadi, menggenggam tangan Mysha. "Lihat? Dia memang punya pacar, Mysha. Kamu harus benar-benar hati-hati kalau mau dekat dengannya."
Mysha terdiam, tatapannya masih terpaku pada sosok Atlas yang kini semakin jauh. Di balik semua itu, dia tahu, tatapan yang diberikan Atlas padanya bukanlah sekadar tatapan biasa. Ada api di sana, sebuah keinginan yang tersembunyi, meski pria itu berusaha menutupinya dengan sikap dinginnya.
Malam harinya, Mysha berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar. Hujan mulai turun dengan deras di luar jendela, menciptakan irama lembut yang seharusnya menenangkan hatinya. Tapi hati Mysha justru semakin bergejolak.
Setiap kali ia memejamkan mata, wajah Atlas muncul di benaknya. Tatapan membara pria itu seakan terus menghantuinya, membangkitkan perasaan yang tak bisa ia kendalikan. Rasa penasaran, ketertarikan, dan sedikit cemburu bercampur menjadi satu, menciptakan badai emosi dalam dirinya.
Atlas memang berbahaya. Bukan hanya karena gaya hidupnya, tapi juga karena dia mampu mempengaruhi perasaan Mysha dengan cara yang tak pernah dilakukan orang lain. Dan Mysha tahu, semakin lama dia tenggelam dalam perasaan ini, semakin sulit baginya untuk keluar.
Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang membuatnya terus bertahan sebuah rasa ingin tahu yang kuat. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Atlas di balik sikap dinginnya. Apa yang membuat pria itu begitu tertutup, namun pada saat yang sama, memberikan kilatan rasa yang begitu kuat saat mereka bersama?
Malam itu, di tengah suara hujan yang deras, Mysha tahu bahwa perasaannya pada Atlas tidak akan hilang begitu saja. Api yang membara di hatinya semakin besar, dan dia tak bisa memadamkannya. Kilatan pertama yang muncul antara mereka kini telah berubah menjadi kobaran yang tak bisa dihindari.

KAMU SEDANG MEMBACA
KILATAN RASA
RomansaMysha Delilah adalah gadis cantik dari keluarga terpandang, dikenal karena kecantikannya yang anggun, kepintarannya, dan sifat tegasnya. Di balik hidup yang sempurna itu, ada kekosongan yang tidak pernah ia sadari hingga pertemuannya dengan Atlas Ka...