"Ini sih kerusakkannya cukup parah. Bumper yang kena, harus beli satu set, Tuan."
Sugiono berbicara. Ditemani Aiden yang berdiri satu langkah di samping, dan Zura yang juga ada bersama mereka.
"Maaf, Kak." Sudah berubah lagi panggilan Zura terhadap Aiden. "Aku nggak sengaja. Tadi mau mundurin mobil terus keinjek gas. Jadinya nabrak."
Pipi gadis itu bersemu merah. Bukan, bukan karena malu, tapi sebab terik matahari yang sepertinya menyengat kulit sensitif yang dia miliki. Sehingga menimbulkan ruam-ruam di sana.
Zura terlihat khawatir berat. Kepalanya celingak-celinguk memperhatikan kerusakan pada mobil Aiden yang dia sebabkan.
Mungkin kalau Aiden mengendarai mobil perusahaan merek pajero kemarin. Harga gantinya tidak akan seberapa, tapi tadi dia memutuskan mengendarai Audi R8 varian Coupe--atas dasar disuruh Papinya agar teman kencannya terkesan.
Mengingat harga cukup fantastis untuk kendaraan roda empat itu. Segala hal yang menyangkut printilannya pasti juga mahal.
Aiden angguk-angguk sebentar, melipat tangan dan menghadap pada Azura di belakangnya.
Entah kenapa di momen ini. Terbesit satu pemikiran yang seharusnya. Sekali lagi, se-ha-rus-nya. Tidak perlu Aiden utarakan.
Namun, laki-laki itu tipe pendendam. Ingatannya yang kuat dalam bidang akademi, berpengaruh pada setiap kejadian yang menimpa.
Jadi, kejadian di bandara kemarin. Masih melekat dengan jelas diingatan Aiden, saat Azura meledek kendaraan yang menjemputnya.
"Mobil kamu yang mana?" tanya laki-laki itu datar. Tangannya masih terlipat menghadap pelaku kerusakkan bumper mobil.
"Mobil aku?" Azura mengulang pertanyaan. "Mobil aku baik-baik aja."
"Bukan itu pertanyaannya. Mobil kamu yang mana. Kamu ngerti pertanyaan saya nggak?"
"Emm, itu." Zura agak takut-takut. Wajahnya sampai mengadah menatap Aiden yang menjulang tinggi. Belum lagi tubuh laki-laki itu besar penuh otot. Aiden sepertinya tipe yang rajin olah raga.
"Mana!"
Zura menekuk bibirnya cemberut sambil menunjuk pada kendaraan merek tesla. Kendaraan sama yang menjemputnya kemarin.
Senyum miring Aiden terbit, ekspresinya jelas mengejek. "Mahalan mobil saya sih. Mobil kamu paling cuma 2 M." Aiden berbalik kembali menghadap mobilnya. "Kamu tahu harga mobil saya?"
Yang diajak bicara menggeleng.
"Empat M. M itu miliar ya. Bukan Mibu."
"Ribu?" Azura meralat.
"Ya, ribu. Siapa tahu kamu terlalu bodoh sampe mikir mobil saya empat ribu."
"Saya nggak bodoh. Saya pinter kok."
Aiden menaikkan sebelah alis, lalu kembali mengadap ke Azura yang memandang mobilnya.
"Kamu pinter? Sepinter apa?"
"Saya lulusan Nusabakti. Kakak tahu Nusabakti nggak?"
"Nusabakti?"
Zura mengangguk semangat. "Itu sekolah yang paling sulit dimasukin di kota J. Yang bisa jadi murid di sana cuma yang pinter aja. Kalau nggak pinter nggak bisa masuk."
"Oh, ya?" Percakapan ini mendadak terdengar menarik. Aiden memindai gadis di hadapannya dengan pandangan ingin tahu. "Berarti kamu udah lulus SMA, ya?"
"Baru lulus."
"Kemarin ... yang terbaik?"
"Apanya?"