Pesta masih berlangsung, tapi Azura sudah bosan nyaris menjadi godzila.
Dirinya merasa lelah dan jenuh melihat runtutan acara yang itu-itu saja. Dimana sang master ceremony sibuk menonjolkan Caroline si artis pendatang baru yang tololnya dibawa-bawa sampai ke kehidupan nyata, dan sudah menyatu dengan sum-sum tulang belakang.
Mungkin juga disebabkan karena ada wartawan di sini dan Caroline sedang diliput. Jadi ini adalah kesempatan besar untuk meroketkan namanya sebagai pendatang baru.
Kawan-kawan artis Caroline yang sebangsang denganya pun juga ada. Sibuk menyorot kamera untuk membuat story instagram.
"Ahh, bosan. Gue mau balik."
"Balik, Ra?" Mita disampingnya menoleh pada gadis itu. "Cepet amat, baru juga baru. Masih banyak kudapan yang perlu kita coba nih."
"Tauk. Cepet amat balik, malam masih muda, Ra." Cristine ikut nimbrung. Dua gadis itu berbeda dengan Azura yang agak kalem dan introvert.
Cristine dan Mita adalah binatang pesta. Sejak sudah memasuki usai legal, mereka sering pergi ke club malam dan menikmati gemerlap dunia.
Kalau Azura mana boleh begitu. Dirinya belum dalam usia legal meski sudah lulus sekolah.
Kalau nekat mengikuti jejak teman-temannya. Bisa-bisa Papi Azura akan marah besar dan menyeretnya pulang dirinya di tengah keramaian.
"Gue ngantuk. Kemarin gue nggak tidur. Mau istirahat."
"Yahh, nggak asik dong. Bentar lagi sih. Kita mau ke acara puncak abis ini."
"Kalo diturutin nggak bakal ada ending-nya, Crist. Gue balik aja lah. Duluan, yak."
Cristine menunjukkan muka cemberut, tapi tidak menahan keinginan temannya untuk pulang.
"Yaudah, hati-hati, ya. Lo sama supir, kan?"
"Pak Dirman udah gue suruh balik. Anaknya demam, jadi gue dijemput sama supir bokap. Gue udah chat Zuko buat suruh bilangin, nggak ada nomornya gue."
"Zuko?"
Azura mengangguk.
"Zuko si ganteng temal-temil itu, kan, Ra," ucap Mita. "Salam, ya. Sama dia. Coba aja umur gue deketan. Gue gebet juga tuh kloningan bapak lo. Atau kalo bapak lo mau juga boleh sih. Gue jadi mak tiri lo."
"Najis," maki Zura.
Sementara Zuko sendiri. Adiknya yang batu itu malah sibuk bermain game di ruang khusus yang ada di rumah mereka dan mengabaikan pesan singkat dari kakaknya.
Azura berjalan gontai. Dia membawa blazer hitam yang memang sejak awal melengkapi penampilannya. Namun gadis itu titipkan pada resepsionis di depan.
Matanya memandang halaman parkir hotel Buana yang luas. Menatap jejeran kendaraan merek mahal.
Sudah dua menit dia menunggu dan lagi-lagi terserang bosan. Gadis itu akhirnya merogoh ponsel dan berniat untuk menelpon Zuko.
Namun, baru saja akan menekan tombol panggil. Sebuah tangan menarik keras rambutnya yang sudah susah payah dia bentuk hingga membuat Azura terhuyung ke samping.
"Akhh!" pekiknya. "Lepas!"
"Akhirnya ketemu juga lo jalang."
Suara ini. Azura kenal. Dia memiringkan badan susah payah demi menemukan sang pelaku.
Tak salah lagi, sesuai dugaannya. Itu Jocelyn serta dua antek-anteknya yang menemani gadis itu.
"Ini pembalasan dendam karena lo ngerusak hidung sama muka gue kemarin."