Rasanya kebas. Di permukaan bibir seperti ada licin-licin yang mengganggu. Belum lagi gesekkan barisan gigi bagian bawah dan atas.
Itu menyebabkan sedikit rasa sakit yang masih bisa ditoleransi, andai durasi ciuman tidak selama tiga menit. Mungkin ketidaknyamanan ini tidak akan muncul.
Masalahnya, sejak dua manusia beda usia ini saling memajukan wajah dan berciuman. Aiden lepas kendali dan tidak berhenti. Semakin dia melumat bibir Azura, semakin kurang rasanya.
Ingin terus sampai neptunus. Kurang dan kurang, lagi dan lagi.
Azura sampai kewalahan mencuri udara, sempat dia memalingkan wajah ke samping. Namun hanya sesaat, karena Aiden kembali menahan kepala gadis itu dan mempertemukan bibir mereka.
Lidahnya menerobos masuk ke dalam, menekan kepala bagian belakang Azura agar jarak mereka lebih terkikis lagi.
Posisi dua orang itu duduk di bangku penumpang dan bangku supir, sekat yang memisahkan membuat Azura sedikit kepayahan karena lehernya serasa ditarik menjulur ke arah Aiden.
"Ugh, stop! Aku bengek!" keluh gadis itu. Memasuki menit ke lima, Azura tak tahan. Dia mendorong bahu Aiden untuk menjauh. Kali ini dengan ketegasan supaya laki-laki berkemeja biru itu tidak balik lagi.
"Hahhh. Kasih jeda dong! Aku bisa mati nanti."
"Sorry."
Aiden agak blank sebentar, masih merasa pusing dengan sensasi pergulatan bibir dengan gadis di hadapannya.
Sesuai yang Aiden duga. Milik Azura memang luar biasa. Rasanya lembut, manis, dan enak dihisap. Lidahnya juga hangat, bahkan Aiden suka dengan rasa saliva yang Azura miliki.
Mereka saling berpandangan satu sama lain, dengan bibir Azura yang membengkak dan membuat belahannya terlihat makin jelas.
Aiden mendekat dan mengelus permukaan benda kenyal itu dengan jempol. "Sakit?" tanyanya.
"Lumayan. Agak perih-perih gitu." Azura ikut ingin memeriksa permukaan bibirnya, tapi Aiden mencegah itu karena dia ingin dia saja yang pegang.
"Kenapa sih?"
"Tangan kamu nggak bersih, siapa tahu habis megang sesuatu."
"Emangnya tangan ka--" belum selesai gadis itu berujar.
Aiden yang pada dasarnya memang sedang dipengaruhi puncak libido kembali memajukan wajah dan mencuri satu kecupan dari Azura lagi.
Dia tak tahan, bibir Azura sangat menggoda dan seakan memanggil-manggil dirinya. Salahkan Azura, ya, jangan Aiden. Kenapa gadis itu harus dilengkapi bibir. Lebih bagus kalau Azura punya paruh.
"Tck. Udah, ah. Masa lagi sih. Sakit tahu."
Korban dari percipokkan agak ektrim mendorong bahu Aiden, lalu mundur menjauh.
"Kenapa?"
"Sakit. Aku nggak suka. Terlalu brutal. Bibir aku rasanya kayak dikunyah hidup-hidup."
"Oh, ya?" Aiden mengedipkan mata, ingin berkilah, tapi melihat Azura yang meringis membuatnya membatalkan niat itu.
Apa dia memang sebringas yang dikatakan Azura? Perasaan Aiden santai saja tadi. Apa ini pengaruh dari tumpukan libido yang terpendam. "Maaf, ya, kalau gitu."
Azura menanggapi dengan anggukan. Perasaan gadis itu sekarang dipenuhi semacam letupan aneh yang menggelitik. Seperti sesuatu memicu kinerja jantung dan membuat organ pemompa darahnya bekerja lebih ekstra.
Azura jadi deg-degan. Gadis itu tidak berpikir dia akan bertemu dengan laki-laki tampan yang kemarin dia cium sembarangan. Siapa yang akan menduga kalau dunia ternyata sesempit itu.