Happy reading!!
.
Tandain kalo ada yang typo!
.
Kini tiba saatnya malam kesenian itu dimulai, alarm yang telah disetel disetiap kamar itu berbunyi, pertanda seluruh siswa harus keluar dari kamarnya menuju pekarangan asrama. Diantara ratusan murid yang keluar secara bersamaan dari kamar, hanya Malik yang sudah keluar sebelum alarm dibunyikan, langkahnya seperti terburu-buru hingga untuk berpamitan pada Lintar pun ia tidak sempat.
Lintar yang kebigungan pun sontak mencegah langkah Malik sebelum meninggalkan kamar, namun ia gagal, pemuda itu terlihat sangat buru-buru dengan tatapan yang Lintar sendiri tak tahu ke arah mana Malik melihat, ia seperti orang gelagapan, namun seklias mirip dengan mata-mata pula, Lintar ingin mengejar tapi pemuda itu telah menjauh dari pandangannya, ia pun akhirnya kembali masuk ke kamar menunggu alarm berbunyi, ia harap Malik baik-baik saja di luar sana.
Seluruh murid SMK Bumi Pertiwi kini telah berkumpul di satu titik, yaitu pekarangan asrama. Mereka saling bergandengan tangan dan membentuk lingkaran besar dengan api unggun di tengah-tengah. Para osis sibuk mengatur dan memastikan semua telah hadir, sebagian dari mereka juga mengecek ke dalam asrama untuk memastikan seluruh kamar telah kosong. Arsa, Shaka, Kafka, dan Restu saling bersebelahan, mereka melihat Lintar seperti orang yang sedang kebingungan. Awalnya mereka tidak menyadari adanya anggota mereka yang kurang, hingga ketika acara ingin dimulai mereka baru menyadari bahwa Malik dan Zibril tidak ada di tempat.
Lintar menghampiri keempat temannya yang sedang duduk di seberang. “Si Malik ke mana, ya? Acaranya udah mau mulai tapi dia belom dateng juga,” tanyanya dengan mata yang melirik ke sana kemari untuk mencari keberadaan Malik.
“Dia emang gak pamitan sama lo mau ke mana?” pertanyaan Shaka hanya dibalas gelengan kepala oleh Lintar. “Terakhir sih dia kayak keliatan buru-buru banget, gue belom sempet nanya tuh bocah udah lari jauh.”
“Coba lo cek pake jam GPS, siapa tau nemu sinyalnya, sekalian Zibril deh, tuh bocah juga gak ada di sini soalnya,” usul Kafka. Lintar yang mendengar itu sontak melihat ke arah jam tangannya, kenapa ia tidak kepikiran dari tadi?
“Jibril kenapa akhir-akhir ini sering ilang gitu aja si, aneh banget tuh bocah!” cetus Lintar kesal.
“Gue juga gak tau, Lin, gelagatnya juga agak aneh belakangan ini, kayak ada yang disembunyiin, jadi curiga gue,” sahut Restu.
Lintar berdecak kesal kemudian mencoba mendeteksi keberadaan Malik dan Zibril lewat jam tangan GPS yang sempat ia berikan pada teman-temannya, namun entah mengapa sinyal di sana mendadak tidak ada. “Susah amat sih cari sinyal di sini, gimana gue mau deteksi,” dumelnya seraya mencari tempat agar sinyalnya kembali terkoneksi.
“Maklum, Lin, sekolah deket hutan, ditambah daerah rawan, sinyal juga jauh dari pemukiman,” tutur Arsa yang langsung mendapat senggolan lengan dari Shaka, Arsa yang merasa kata-katanya terlalu berlebihan pun menutup mulutnya dengan satu tangan.
KLIK!
Sinyal Malik berhasil di temukan, tak jauh dari sana muncul sinyal Zibril yang berdekatan dengan Malik, namun Lintar tak menyadari itu, ia mengernyitkan dahinya bingung, daerah mana ini? Bagaimana Malik bisa berada ditempat ini? Dengan wajah panik ia pun memperlihatkan lokasi itu pada keempat temannya. “Lo pada tau lokasi ini, gak?”
Shaka memicingkan matanya, ia tahu betul tempat itu, kenapa Malik dan Zibril bisa berada di sana? Itu adalah salah satu tempat terlarang yang ada di sekolah mereka. “Itu kan deket gudang bekas peralatan yang udah puluhan tahun gak dipake itu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DEATH CHALLENGERS
Mistério / SuspenseMalik adalah seorang siswa yang mengikuti kegiatan pertukaran pelajar di kota Bandung. Kedatangannya di sebuah SMK terkenal di kota Bandung itu disambut baik oleh keenam temannya. Tak berselang lama setelah Malik memasuki sekolah itu, kejadian-kejad...