18

102 18 10
                                    

2 bulan kemudian...

Bagaikan raga tak bernyawa, Hendra, kesehariannya hanya pergi bekerja dan pulang untuk tidur. Tidak ada gairah bahkan main pun dia enggan apabila tak dipaksa oleh sahabatnya. Dia galau, pernyataan 2 bulan yang lalu masih saja memenuhi pikirannya. Foto yang katanya adalah wajah asli sang pujaan hati masih terus tersimpan, sedikitnya dia pernah berfikir untuk menjadikannya wallpaper hp nya. Oke, Hendra menyukai Janu. Tapi bagaimana kelanjutannya? dirinya yang lebih dulu mem _blokir_ nomer itu, dia malu untuk membuka lagi dan berubah pikiran menjadikan Janu sebagai pacarnya.

"Hee!! diem saja, muka mu kaya ubi rebus, seret." Tegur sang atasan sambil menepuk pundak Hendra. "Juan-," Kalimat tak selesai saat melihat yang mengagetkan dirinya adalah pemilik toko. "Heheh mas, ga lohh gue cuma fokus, walaupun muka ku kaya ubi ubi rebus berak ku tetep jongkok." Jawab Hendra sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "ga nyambung njir." Julid si boss sambil tertawa.

Jam istirahat digunakan Hendra untuk duduk dibelakang toko dengan ditemani secangkir kopi dan gorengan pemberian temannya. Kembali lagi dia mempertimbangkan saran sahabatnya untuk memperjuangkan Janu jika memang dia cinta. "Gue bingung sendiri, perjuangin gimaba kasta saja udah beda. Anaknya kuliah gue kuli. Orang tuanya jelas nolak gue sampai ngeludah, yakin". Gerutu nya. Hendra menyeruput kopinya lalu berpikir kembali. "Tapi yang namanya cinta ya tetep dilewatin ga sih? bisa ga ya? caranya gimana?". Hendra mulai membuka bungkus rokok yang ada di saku nya. Marlong12, rokok favorit nya dari jaman SMA.

Tak lupa juga ia mengambil pemantik api dari saku celananya, lalu pemantik api itu ia nyalakan untuk menghidupkan rokok yang akan ia gunakan. Hembusan demi hembusan itu terus memenuhi tempat itu.

Bagaimana dengan nasib adiknya jika ia harus mencari Janu, ia jelas tidak tega meninggalkan adiknya sendiri. Akan tetapi, jika Hendra tidak mencari Janu bagaimana dengan hatinya ini? apakah Hendra akan terus-menerus diam hingga pujaan hatinya itu hilang dari hidup nya.

"Anjing ribet banget ini" ucap Hendra dengan frustasi.

"Janu, Janu bisa-bisanya lu bikin gue uring-uringan gini" ucapnya lagi.

Saat Hendra sedang asik bergelut dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba ia mendapatkan notifikasi dari ibunya yang menyuruh dia untuk pulang.

"Bangsat, apa lagi ini cok" ucap Hendra.

Hendra bangkit dari duduknya, ia berjalan masuk kedalam toko untuk meminta izin bos nya.

"Bos," panggil Hendra saat melihat bos nya sedang duduk meja kasir.

"Kenapa" saut bos nya.

"Gue izin balik cepet ya hari ini" ucap Hendra

"Lah kenapa?" tanya bos nya

"Biasa masalah rumah boss" jelas Hendra

"Yaudah sana gaji setengah hari ya" jawab bos nya.

Hendra tidak menjawab dia tidak perduli. Setelah itu Hendra berpamitan kepada bos nya dan langsung tancap gas menuju rumahnya. Pikiran Hendra kali ini tertuju pada adiknya, masalah apa lagi yang membuat Hendra harus pulang ke rumah. Sungguh menyebalkan, tidak benar-benar ada kedamaian dihidup Hendra.

Sesampainya di rumah dia membuka pintu sudah disambut dengan barang-barang yang berserakan dimana-mana hal yang pertama Hendra tuju adalah kamar adiknya. Segera ia mengecek keadaan Hendrik dilihatnya sang adik meringkuk takut di samping tempat tidur sambil menutup telinga dan matanya. Miris.

Hendra langsung bergegas menghampiri adiknya lalu memeluk tubuh kecil itu. "Dek tenang, mas udah di rumah." Ucap Hendra menenangkan sambil mengusap kepala adik kesayangannya.

"Mas adek disuruh pilih, ikut bapak apa ibu. Adek pengen ikut mas saja." Jawab anak kecil itu sambil sesenggukan. Hendra masih terus mengusap kepala Hendri.

Setelah keadaan sedikit membaik Hendri pun sudah tertidur, ada yang mengetuk pintu kamar itu lalu Hendra membukakan pintu nya, ternyata ibu, Hendra pun menyuruh nya duduk dikasur sang adik.

"Mas, maafin ibu ga bisa mempertahankan rumah tangga ini. Ibu udah ga kuat mas bapak mu selingkuh terus sampai nikah sirih." Curhat sang ibu sambil menunduk menahan tangis. Hendra terdiam, kali ini ayahnya sudah keterlaluan.

"Ibu minta cerai mas, kamu okuy ibu atau bapak?" Tanya sang ibu balik.

Hendra terdiam memikirkan pertanyaan itu. Pilihan yang tidak sulit sebenarnya dia sudah besar dan bisa hidup sendiri, yang dipikirkan adalah kelanjutan hidup adiknya.

"Buk mas minta maaf, mas ga bisa milih ibu atau bapak, tapi mas minta adek ikut ibu saja ya." Jawab Hendra dengan nada lembut.

Walaupun hatinya terasa sakit keluarga yang seharusnya bisa dijadikan rumah sekarang malah harus mencari rumah sendiri.

"Terus kamu gimana mas?" Khawatir sang ibu.

"Mas di rumah ini saja buk, tapi kalo mas diizinin merantau mas pengen merantau buk." Jawab Hendra sekaligus meminta izin untuk merantau.

"Loh mas mau merantau kemana?" Tanya ibu.

"Belum kepikiran buk, minta doa restu ibu dulu." Hendra tak ingin menyebutkan persis dimana ia merantau, entah hanya saja Hendra ingin memulai hidup baru ditempat baru.

yaaa udah diujung saja, gimanaaa ceritanya seru gaa?? jangan lupa vote & komen yaa biar aku makin semangat nulisnya. Maaf yaa aku baru update, kemarin-kemarin aku lagi sibuk banget kerjaannya numpuk. kalian nungguin updated an aku ga sih?? aku harap nungguin deh ahahaha, have fun buat kalian semua, nih aku kasih bunga sekebon🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aplikasi Dating Berujung Pusing || [Hyuckno] (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang