Pagi hari yang cerah. Secerah wajah dan senyum yang terus saja menghiasi bibir Anin. Bahkan sesekali dia bernyanyi, walaupun tidak jelas juga lagu apa yang keluar dari mulutnya. Apa yang ditunjukkan Anin sekarang ini sangat kontras dengan apa yang terjadi kemarin. Dan seperti biasanya, Vani hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bahkan belum sampai dua puluh empat jam Anin menangis karena belum ada panggilan ulang dan pengumuman penerimaan kerjanya, dan sekarang dia sudah segembira ini. Sungguh, perubahaan yang sangat signifikan. Vani membiarkan saja Anin seperti itu. Lebih baik Anin yang seperti sekarang, terus tersenyum dan bernyanyi dengan tidak jelas daripada Anin yang murung dan memasang wajah yang cemberut.
"Kamu nanti berangkat jam berapa, Nin?" Tanya Vani sembari mereka menikmati sarapan nasi uduk mereka, lengkap dengan segelas teh hangat.
"Kemaren bilangnya abis makan siang. Berarti kan jam satu siang tuh mbak, jadi mungkin Anin berangkat jam sebelas aja. Mudah-mudahan jalanan gak macet, jadi Anin gak telat"
"Nin, mbak cuman pesan, nanti kalau mau tanda tangan apapun, kamu baca ulang. Termasuk kontrak kerja atau apapun itu. Bacanya pelan-pelan aja. Gak usah keburu. Kalau bisa, kamu minta salinan trus kamu bawa dulu. Bilang kalau kamu mau pelajari dulu kontrak kerjanya sebelum kamu tanda tangani."
Bukan apa-apa Vani berpesan sampai se-detail itu. Anin adalah pribadi yang sangat polos, walaupun otaknya sangat pintar. Selain itu, Anin adalah tipe orang yang tidak pernah memiliki prasangka buruk kepada siapapun. Dia menganggap semua orang itu baik dan tidak ada orang yang berniat jahat. Katakanlah jika memang Anin ini sangat naif, tapi begitulah Anin.
"Oke mbak. Nanti Anin usahain ya. Mudah-mudahan sih boleh Anin bawa salinannya" Jawab Anin, masih dengan wajah dan senyum yang tidak pernah lepas semenjak bangun pagi tadi.
"Oh ya, kamu udah hubungi bapak ibu belum? Jangan-jangan kamu lupa ya kasih kabar ke bapak ibu di rumah?" Seolah seperti disadarkan, Anin langsung menepuk jidatnya sendiri. Tangannya langsung mencari ponsel miliknya. Segera dia menghubungi bapaknya di rumah. Mengabarkan jika dia sudah diterima pekerjaan dan mungkin akan pulang dalam waktu yang sedikit lama. Tentu, Anin tidak mengatakan jika dia diterima bekerja sebagai office girl.
***
Saat ini Anin sudah duduk di ruang HRD. Duduk dan menunggu untuk dipanggil manajer HRD. Senyum masih menghiasi bibir Anin. Sambil menunggu, Anin mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Nampak sekali nuansa kantor yang sibuk. Orang berlalu lalang dan sambil membincangkan bisnis yang sedang berjalan. Istilah-istilah yang lazim dipakai orang di dunia kerja seketika masuk ke pendengaran Anin.
"Mbak Anindita? Silakan masuk" Sapa ramah seorang dan mempersilakan Anin untuk masuk ke ruangan manajer HRD. Anin-pun mengikuti dari belakang.
"Silakan duduk dulu. Pak Deo sedang menuju ke sini. Sambil menunggu, silakan di isi lebih dulu formulis biodata karyawan" Sejenak Anin mencermati beberapa berkas yang ada di depannya itu.
"Kak, boleh nanya gak? Ini saya ketrimanya sebagai office girl kan ya?" Merasa jika usia karyawan yang ada di depannya sekarang ini tidak jauh berbeda dengannya, Anin memberanikan diri untuk memanggil dengan sebutan "kakak" dan sepertinya staf karyawan itu tidak keberatan dengan panggilan itu.
"Form yang harus diisi untuk calon karyawan baru memang seperti ini. Kami membutuhkan informasi yang detail terkait calon karyawan yang akan bekerja dengan kami. Saya yakin, nanti pak Deo akan menjelaskan lebih rinci lagi mengenai ini"
Semenjak kemarin dikabari jika dia diterima menjadi office girl, Anin sengaja mencari info sebanyak mungkin mengenai posisi ini. Hampir semua informasi itu mengatakan jika office girl adalah level terendah dalam strata karyawan di satu perusahaan. Harus siap dijadikan bola dan disuruh apa saja. Posisi office girl juga tidak mungkin sebagai karyawan tetap, jadi karyawan kontrak saja sudah bersyukur. Mayoritas office girl tidak lebih dari karyawan alih daya yang ditempatkan di perusahaan itu. Jika semua yang dia cari itu benar, mengapa dia harus mengisi formulir yang sangat banyak, dan mengapa harus seorang manajer HRD untuk menemuinya?
"Nah, itu pak Deo sudah datang. Nanti ditanyakan aja ke pak Deo. Orangnya baik kok."
Anin mengikuti arah pandang dari tangan staf karyawan yang ada di depannya itu. Nampak sekarang seorang pria muda dengan penampilan yang rapi. Wajah yang tegas namun entah mengapa saat memandang ke arah pria ini, Anin merasa teduh.
Setelah diberi kode oleh staf karyawan itu, Anin lalu mengikuti manajer HRD dan staf karyawan itu dan masuk ke dalam ruang kerja manajer. Setelah mempersilakan Anin duduk, segera saja Deo berucap:
"Selamat ya, anda sudah diterima menjadi bagian dari perusahaan ini. Posisinya nanti sebagai office girl. Nanti, mbak Anindita akan saya tempatkan di lantai dua enam. Di lantai itu khusus untuk direksi, pemegang saham sama ruang CEO juga. Mbak Anindita nanti mungkin akan banyak berinteraksi dengan pak Reynald dan juga bu Felicia. Beliau adalah CEO sekaligus dewan direksi di perusahaan ini. Saya harap mbak Anin bisa bekerja dengan baik. Pak Rey dan bu Feli biasanya sangat detail bahkan untuk urusan yang sangat kecil"
Anin masih mendengarkan semua hal yang diucapkan dengan penuh fokus. Bahkan dia mencatat beberapa informasi yang dia anggap penting pada satu lembar kertas yang dibawanya.
"Untuk detail bagaimana nanti kerjanya, mbak Anin bisa ke bagian general affair. Mungkin nanti bisa menemui pak Deva. Pak Deva ini supervisor untuk urusan kerumahtanggan termasuk nanti ada lagi form yang harus di isi untuk pembukaan rekening gaji di bank. Mulai bekerja mungkin minggu depan ya."
Lagi, Anin hanya bisa diam, memperhatikan dan mencatat semuanya. Ini adalah pekerjaan pertama baginya. Dia ingin pekerjaan pertama ini tidak membawa keburukan untuknya. Beberapa kali dia menganggukkan kepala tanda dia mengerti apa yang dikatakan Deo.
Setelah semua urusan yang berkaitan dengan kontrak kerja selesai. Anin lalu berlanjut menuju ke bagian general affair untuk mengurus masalah seragam kerja dan memperkenalkan pola kerjanya sebagai office girl. Anin juga dikenalkan dengan koordinator di lantai tempatnya bekerja. Koordinator office boy dan office girl adalah seorang wanita paruh baya bernama Larasati. Ibu Laras, demikian dia biasa dipanggil.
Sepanjang hari ini Anin terus saja tersenyum. Selain karena dia sudah resmi bekerja di perusahaan ini, Anin merasa jika di sini semua orang nampak baik. Semua menyambutnya dengan ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
High Quality Office Girl
RomanceKehilangan sesuatu yang penting membuat hidup seorang Anindita Wahyuningsih menjadi jungkir balik. Anin, demikian dia biasa disapa, bahkan harus menjadi seorang office girl walaupun dia seorang lulusan sarjana bisnis. Namun, Anin tetap bersyukur unt...