Perusahaan memang meminta Anin untuk mulai aktif bekerja seminggu lagi. Tapi, karena merasa masih belum bisa menggunakan alat-alat yang ada di pantry, Anin memutuskan untuk mulai masuk hari ini. Jadilah sekarang, dengan baju putih hitam seperti layaknya karyawan magang, Anin sudah ada di pantry. Coffee grinder, microwave, juicer sudah cukup membingungkan Anin. Belum lagi berbagai macam toples dengan isi biji kopi yang Anin yakin jika jenisnya juga berbeda. Juga toples kaca yang berisi teh.
"Ini minuman orang kaya kenapa ribet kayak gini ya? Ngapain gak beli yang macem teh celup ato kopi sachet aja? Lebih praktis" Anin bergumam sendirian sambil tangannya masih menunjuki barisan toples di depannya. Dia sudah seperti seorang guru yang mengabsen murid-muridnya. Bahkan, saking konsentrasinya, Anin tidak menyadari jika Laras ada di belakangnya.
"Jangan samakan kamu dengan bos-bos yang ada di sini sama kamu. Level mereka udah jelas di atas kamu!" Sedikit terkaget Anin langsung menoleh dan mendapati Laras yang berdiri di belakangnya. Wajah tegas Laras ditambah dengan sikap tubuhnya, mengisyaratkan jika dia adalah seseorang dengan karakter yang tegas. Namun, masih menampakkan figur keibuan di wajah tegasnya itu.
"Hehehe.. Iya bu.." Anin hanya bisa tersenyum dengan gestur tubuh yang menunjukkan jika dia salah tingkah. Persis seperti anak kecil yang ketahuan mengambil permen.
"Manfaatin beberapa hari ini buat belajar bagaimana membuat teh dan kopi. Terutama buat bu Felicia. Beliau sangat peka kalau soal teh hijau kesukaan beliau" Ujar Laras dan hanya dijawab dengan anggukan kepala dari Anin.
"Bu, itu yang namanya bu Felicia jahat ya bu? Atau orangnya sangar gitu?" Jujur Anin sangat penasaran dengan orang yang bernama Felicia dan Reynald. Semenjak dia masuk ke perusahaan ini, sudah sering dia mendengar nama itu disebutkan dan sepertinya kedua nama itu mendapatkan impresi yang baik dari seluruh karyawan di perusahaan ini.
Mendengar pertanyaan konyol dari Anin, langsung saja alis Laras bertaut. Wajah yang awalnya menunjukkan sikap santai berubah menjadi lebih serius begitu mendengar pertanyaan dari Anin. Dengan sedikit menghela nafas, Laras lalu berucap "Kerja di sini bukan pekerjaan pertama buat saya. Tapi baru di sini saya merasa di orangkan. Posisi seperti kita ini kalau di perusahaan lain udah pasti hanya jadi keset dan jadi karyawan yang gak dianggap. Tapi di sini lain. Pak Rey dan Bu Feli itu pimpinan yang hangat."
Laras menjeda sejenak perkataannya. Lalu dengan mengambil nafas yang dalam, dia lantas berucap "Mungkin cuman Pak Rey dan keluarganya yang memperlakukan karyawan rendahan macam kita ini seperti ini."
Laras lantas mengubah tatapannya menjadi tajam langsung ke arah Anin. Dengan penuh penekanan Laras berucap:
"Kamu harusnya bersyukur bisa diterima kerja di sini. Kamu cuman harus kerja dengan bener dan jujur. Udah itu aja yang perlu kamu lakuin. Jangan coba-coba untuk berbuat yang aneh-aneh di sini"
Selama Laras mengucapkan itu semua, Anin hanya diam dan mendengarkan saja. Dia bisa menangkap bagaimana emosionalnya Laras saat menjawab pertanyaan dari Anin tadi. Semua jawaban Laras tadi tidak lantas membuat Anin puas tapi malah membuat rasa penasarannya menjadi semakin menjadi. Otaknya masih saja terus memikirkan, siapa sebenarnya sosok Reynald dan Felicia itu? Mengapa Laras sampai se emosional itu menceritakan sedikit saja tentang Reynald dan Felicia? Tidak mau membuat keadaan menjadi canggung, Anin lalu berucap sambil tersenyum:
"Iya bu. Anin gak bakalan macam-macam kok. Nanti ajarin Anin buat make alat-alat ini. Anin gak bisa sama sekali soalnya"
"Waktu kamu ngelamar, apa kamu gak ditanyain bisa pake alat-alat kayak gini apa enggak?" Mau tidak mau akhirnya Anin menceritakan apa yang dia alami pada saat walk in interview.
"Jadi pak Deo sendiri yang mewawancara kamu dan dia sendiri yang nerima kamu, walaupun kamu gak bisa pakai alat-alat untuk buat minuman itu?" Tanya Laras dengan nada yang tidak percaya. Pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan dan tatapan mata yang polos dari Anin.
"Gak biasanya pak Deo seperti itu. Biasanya kalau udah gak sesuai sama syarat, pak Deo langsung coret nama kamu. Tapi, kalau pak Deo sendiri yang nerima kami, berarti pak Deo ngeliat ada sesuatu di kamu. Dari semua keluarga Adiwijaya, Pak Deo itu punya insting yang paling tajam dan instingnya tidak pernah meleset sampai sekarang"
"Adiwijaya?"
"Keluarga Adiwijaya. Pemilik utama dari group perusahaan ini. Pak Deo itu putra pertama dari pak Joenathan, menantu dari pak Markus Adiwijaya. Jadi, dia cucu tertua dari pak Markus, pendiri sekaligus pemilik utama perusahaan ini"
"Ooohh..." Hanya itu yang bisa Anin berikan sebagai respon. Dia sama sekali tidak mengenal siapa itu keluarga Adiwijaya.
Selesai dengan perkenalan singkat itu, Laras lalu membawa Anin duduk di ruang pantry. Ruangan pantry memang cukup luas. Selain beberapa perangkat makanan dan minuman, lemari es dan beberapa lemari kabinet untuk menyimpan makanan, masih ada meja yang cukup besar, satu sofa set yang terlihat nyaman bahkan masih ada satu televisi yang bisa menjadi sarana hiburan. Pantry sendiri merupakan "kantor" untuk office boy dan office girl. Mereka akan ada di sana ketika tugas untuk membersihkan ruangan dan menunggu untuk panggilan dari ruang kerja lain jika memang diperlukan.
Tanpa menunggu lama, Laras langsung menjelaskan semua hal yang harus dilakaukan dan tidak boleh dilakukan Anin sebagai office girl. Memang dasarnya Anin yang punya otak di atas rata-rata, dia dengan cepat bisa memahami apa yang Laras ajarkan. Tapi, sikapnya yang masih sangat polos membuat apa yang diucapkan atau apa yang dilakukan membuat Laras harus menepuk keningnya.
"Ya udah, sepertinya buat hari ini cukup. Tadi udah dicatat kan semuanya?" Hari sudah sore dan Laras memutuskan untuk menyelesaikan trainingnya pada Anin.
"Udah kok bu. Aman. Nanti sore Anin coba liat-liat di youtube soal gimana pakenya alat-alat itu." Jawab Anin dengan lugas.
"Oke, untuk besok kamu belajar housekeeping. Tugasnya office girl gak cuman bikinan minum trus anter ke ruangan aja. Kamu juga harus ngelakuin housekeeping. Kamu juga bersihin ruangan dan pastikan tidak ada debu atau kotoran yang nempel di ruangan. Apalagi kamu ditaruhnya di lantai ini. Di sini isinya ruang direksi dan pemegang saham. Orang penting semua yang ada di ruangan ini"
Anin cukup senang hari ini. Entah mengapa dia sangat menikmati apa yang akan menjadi tugasnya mulai minggu depan. Anin tahu, sangat tahu jika pekerjaan ini bukan yang dia inginkan. Juga bukan di level pendidikan yang dia punya. Tapi hatinya mengatakan lain. Sepertinya dia akan merasa betah kerja di tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
High Quality Office Girl
RomantizmKehilangan sesuatu yang penting membuat hidup seorang Anindita Wahyuningsih menjadi jungkir balik. Anin, demikian dia biasa disapa, bahkan harus menjadi seorang office girl walaupun dia seorang lulusan sarjana bisnis. Namun, Anin tetap bersyukur unt...