Part 8

7 2 0
                                    

"Ladies and gentlemen, welcome to Soekarno-Hatta International Airport. Local time is 13.30. For your safety and comfort, we ask that you please remain seated with your seat belt fastened until the captain turns off the Fasten Seat Belt sign. This will indicate that we have parked at the gate and that it is safe for you to move about. We remind you to please wait until inside the terminal to use any electronic devices. On behalf of the entire crew, I'd like to thank you for joining us on this trip and we are looking forward to seeing you on board again in the near future. Have a nice day!"

Suara cabin crew yang menandakan bahwa pesawat akan segera mendarat tidak cukup mampu untuk membangunkan seorang lelaki yang tidurnya yang lelap. Bahkan dia harus dibangunkan oleh cabin crew yang berkeliling di dalam pesawat untuk memastikan jika memang pesawat dan seluruh penumpang dalam kondisi yang siap untuk bisa mendarat dengan selamat.

"Pak... Pak... Bisa bangun dulu? Kita sebentar lagi akan mendarat. Untuk tirai jendela, mohon dibuka ya pak, sesuai dengan stadar keselamatan" Ucap hati-hati seorang pramugari dengan menepuk pelan pundak lelaki itu.

"Eh.. Oh.. Hmmm.. Udah nyampe Indo ya mbak?" Tentu saja lelaki itu tergagap dan menanggapi tepukan dari pramugari itu dengan suara serak khas orang bangun tidur. Penerbangan langsung dari London ke Jakarta sepanjang lima belas jam cukup menguras tenaganya. Belum dengan perbedaan waktu antara Jakarta dengan London yang bisa saja membuat jetlag setelahnya. Apalagi lelaki itu duduk di kelas ekonomi dengan jarak kursi yang cukup rapat.

Pramugari yang bertugas membangunkan hanya bisa tersenyum ramah. Ingin sebenarnya dia tertawa lepas melihat respon lelaki yang ada di depannya itu, tapi itu tidak mungkin dia lakukan. Dia sangat tahu siapa sebenarnya lelaki di depannya sekarang ini. Walaupun duduk di kelas ekonomi dan berbaur dengan penumpang lainnya, lelaki ini tidak bisa dianggap sembarangan.

Tepat jam tiga sore, Nicho sudah berada di luar area kedatangan internasional bandara dan bersiap untuk naik kereta api bandara. Langkah kaki Nicho sedikit tergesa dan dia juga segera memakai masker dan mengganti kacamatanya dengan kacamata yang lebih gelap.

"Ishh.. Itu om Dani ngapain nyampe sini sih! Ngapain pula dia di bandara?"

Lelaki itu, Nicholas Adiwijaya. Putra tunggal dari Reynald Adiwijaya dan tentu saja statusnya sebagai sang putra mahkota kerajaan bisnis Persada Group. Lalu, jika memang dia adalah seorang pewaris kerajaan bisnis yang sangat besar itu, mengapa dia naik pesawat dengan kelas ekonomi dan penerbangan yang diambil adalah penerbangan komersial? Itu karena walaupun sudah berusia cukup matang tapi tingkah konyol dan kelakuan yang tergolong random tidak pernah hilang dari dirinya. Pulang kembali ke Indonesia dari Inggris hari ini, juga dia tidak memberitahukan kepada siapapun. Niatnya ingin memberikan kejutan, tapi malah dia sendiri yang terkejut waktu melihat Dani, bodyguard pribadinya sudah berdiri tegap di area kedatangan internasional dengan mata yang terus menyapu area pandangnya.

Langkah kaki Nicho semakin cepat saat dia menyadari kalau Dani sudah mengetahui keberadaannya. Bahkan sekarang dia memilih untuk berlari, tapi semakin dia mempercepat larinya, semakin cepat juga Dani yang mengejar Nicho.

"Tuan muda... Jangan berlarian!" Ucap Dani berusaha untuk mencegah Nicho terus berlari. Tapi itu justru membuat Nicho mempercepat larinya.

"HUAA... KETAHUAN... JANGAN KEJAR GUE!! GUE PENGEN NAEK KERETA!!" Salah satu alasan kenapa Nicho lari adalah dia ingin naik kereta bandara. Jika dia ikut dengan Dani, maka sudah pasti mereka akan naik mobil.

"TUAN MUDA!!"

"Enggak Mau!!" Bukannya menghentikan larinya, tapi Nicho malah mempercepat lari dan berusaha menghindari Dani.

Jadilah pengunjung bandara di sore hari itu menikmati drama yang tidak penting dari seorang Nicho dan juga bodyguard pribadinya. Kondisi tubuh yang sudah cukup capek dan backpack yang cukup berat di pundaknya, membuat Dani dengan mudah bisa menyusul dan kemudian merangkul Nicho. Membuat Nicho tidak bisa melarikan diri lagi.

"Ish.. Om.. Gak seru! Ngapain sih ngejar-ngejar? Cinta lu om sama gue? Ampe ngejar-ngejar gini? Gue masih seneng semangka sama melon om!" Dani yang sudah menjadi bodyguard pribadi Nicho semenjak masih kuliah menggantikan Verdi, bodyguard sebelumnya yang pensiun, hanya bisa tersenyum. Dia sudah sangat fasih dengan kelakuan random dari tuan mudanya ini.

"Tuan Reynald yang meminta saya menjemput tuan muda" Jawab Dani, masih dengan senyum di bibirnya.

"Kok papa sampe tahu? Kan gue gak bilang kalo mau balik ke Indo?" Nicho sedikit bertanya, kenapa sampai ayahnya bisa tahu kalau dia pulang ke Indonesia.

"Semua jam tangan, ponsel, dan softlens yang tuan muda pakai saat ini sudah tertanam chip gps. Lagipula, tuan muda membeli tiket pesawat menggunakan kartu kredit yang pasti laporannya sampai ke tuan Reynald"

Nicho hanya mendengus pelan mendegar jawaban lugas dari Dani. Masih saja orang tuanya bersikap protektif kepadanya. Sudah berkali-kali Nicho protes soal sikap protektif dari keluarganya tapi sepertinya, keluarga besar Adiwijaya tidak mau kejadian buruk di masa lalu kembali terulang. Perlakuan protektif itu tidak hanya berlaku untuk Nicho, tapi untuk semua keluarga besar Adiwijaya.

"Mari tuan muda, saya yakin tuan Rey sudah menunggu anda" Dani kemudian menggiring Nicho untuk segera ke tempat passenger pick up dimana sudah menunggu satu mobil untuknya.

"Eh, ke kantornya papa dulu. Mau ketemuan sama Mikey. Mau ngasih titipannya dia" Karena sudah tertangkap oleh Dani dan dia merasa sia-sia kalau masih harus mencoba melarikan diri dari Dani. Pasrah adalah jalan satu-satunya.

Dani hanya mengangguk saja. Setidaknya dia sekarang bisa sedikit lega karena bisa membuat Nicho sedikit menurut kepadanya. Tangannyapun sudah tidak lagi berada di pundak Nicho seperti saat dia berusaha menangkap saat Nicho hendak melarikan diri tadi.

"Om, kayaknya gue udah bilang kalo jangan manggil gue tuan muda! Ngapain masih manggil tuan muda juga tadi?"

"Maaf tuan muda, bukankah sudah seharusnya seperti itu?"

"Gak! Mulai sekarang om harus manggilnya gan! Kalo masih manggil tuan muda, gue bakal lapor ke papa kalo om udah grepe-grepe" Alis Dani langsung menaut waktu dia mendengar omongan yang super random dari majikan mudanya ini.

"Gan? Maksudnya juragan?" Seperti ingin menegaskan, Dani memilih untuk bertanya.

"Gan itu Ganteng! Kan gue ganteng! Jadi manggilnya mulai sekarang Gan Nicho!" Ingin tertawa saja sebenarnya Dani mendengar apa yang baru saja dikatakan majikannya itu. Ternyata receh juga selera humornya.

"Ok, tapi jangan panggil saya dengan om. Panggil aja langsung nama saya." Dani mencoba bernegosiasi. Sebenarnya dia juga cukup risih dipanggil "om".

"Oke! Deal ya!" Ujar Nicho sambil mengulurkan tangannya dan tentu disambut Dani. 

High Quality Office GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang