Tetangga Nyebelin

63 9 11
                                    





Setelah perjalanan panjang naik bus, Hyunsik sudah merasa cukup lelah. Hari itu terasa berat, ditambah lagi harus pulang dengan Lex, tetangganya yang selalu punya cara untuk bikin dia kesal padahal mereka baru mengenal. Mereka turun dari bus di halte yang cukup dekat dengan rumah, dan mulai berjalan beriringan.

“Lo baru beberapa hari di sini, tapi udah keliatan stres. Apa gue penyebabnya?” tanya Lex dengan senyum jahil, memecah keheningan yang Hyunsik harapkan sepanjang perjalanan.

Hyunsik melirik sekilas, berusaha menahan diri untuk tidak menanggapi, tapi tetap saja, kata-kata Lex selalu berhasil menyulut emosinya. “Ya, mungkin lo bener. Lo nyebelin,” jawab Hyunsik datar, mempercepat langkahnya.

“Wah, baru pindah udah gampang emosi ya? Nggak nyangka lo tipe yang sensian,” goda Lex sambil menyamakan langkah.

Hyunsik mendengus. “Gue bukan sensian. Lo aja yang rese.” Dia sudah lelah dengan keusilan Lex. Baru beberapa hari tinggal di sebelah rumah Lex, dan cowok ini sudah mulai bertingkah seperti mereka teman lama yang selalu harus bercanda—padahal Hyunsik merasa sebaliknya.

“Gue cuma ramah, loh. Mau ngehibur tetangga baru, biar nggak kesepian,” kata Lex dengan nada yang terdengar seperti dia benar-benar percaya omongannya.

“Ramah? Yang lo lakuin tuh bukan ramah, Lex. tapi lo ngeselin,” protes Hyunsik sambil menendang kerikil kecil di jalan.

Lex terkekeh tanpa rasa bersalah. “Eh tapi seru jailin lo, kok.”

“Nggak! Apa yang seru gangguin gue hah?!” balas Hyunsik dengan suara meninggi. Dia benar-benar tidak habis pikir bagaimana Lex bisa menyebalkan seperti itu dengan tetangga barunya.

Lex mendekatkan diri sambil melipat tangan di belakang kepala, terlihat santai seperti biasa. “Yaudah, besok gue bawain lo makanan deh, anggap aja permintaan maaf.”

Hyunsik berhenti dan menatap Lex tajam. “Gue nggak butuh makanan dari lo.”

“Tapi lo belum tau apa yang mau gue bawain. Lo pasti bakal suka,” kata Lex penuh percaya diri.

Hyunsik menghela napas panjang, lalu mulai berjalan lagi. “Lo emang selalu kayak gini sama semua tetangga lo?”

Lex tersenyum lebar, mengikuti langkah Hyunsik. “Nggak, cuma sama lo. Karena lo seru buat diajak bercanda.”

Hyunsik hampir saja tertawa miris mendengar jawaban Lex. “Oh, jadi gue ini objek candaan lo, gitu?”

“Bukan objek candaan, tapi lo... hmm, gimana ya? Lo kayak tantangan buat gue. Seru, gitu,” jawab Lex tanpa sedikit pun rasa ragu.

“Gue nggak butuh jadi ‘tantangan’ lo,” gumam Hyunsik, kesal. “Gue cuma mau hidup tenang.”

Mereka akhirnya sampai di depan rumah masing-masing. Hyunsik cepat-cepat membuka pagar rumahnya, berharap bisa segera masuk tanpa mendengar celotehan Lex lagi. Namun, tentu saja, Lex tidak membiarkan kesempatan itu lewat begitu saja.

“Eh, jangan ngambek gitu dong. Besok gue bakal bawa makanan yang spesial banget, serius deh. Lo bakal suka, gue janji,” kata Lex sambil bersandar di pagar rumah Hyunsik.

“Lex, gue serius. Gue nggak butuh makanan dari lo, atau apapun dari lo,” ujar Hyunsik sambil mencoba tetap tenang. Dia tidak mau terjebak lebih lama dalam percakapan ini.

Lex hanya tertawa kecil. “Tenang aja, ini buat ngehibur tetangga baru. Lo kan harus terbiasa sama lingkungan sini, dan gue bagian dari lingkungan itu. Jadi, lo mau nggak mau, harus terbiasa juga sama gue.”

GAMERS | LexhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang