---
Hari-hari setelah pertemuan di kafe itu terasa berbeda bagi Chika. Rasa hangat yang muncul saat bersama Christy tidak kunjung hilang. Setiap kali dia memikirkan pertemuan itu, hatinya berdebar lebih cepat, dan senyum Christy terus berputar di benaknya. Malam-malam yang biasanya dihabiskan dengan membaca buku atau menulis di jurnal, kini terisi dengan memikirkan percakapan mereka. Dia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan biasa.
Chika tidak dapat menyangkal bahwa perasaannya kepada Christy mulai berkembang. Kekaguman yang dulu ia rasakan sebagai pembaca kini berubah menjadi sesuatu yang lebih personal dan mendalam. Namun, di balik semua itu, ada ketakutan yang muncul. Bagaimana jika perasaannya ini hanya satu arah? Bagaimana jika Christy hanya menganggapnya sebagai teman, atau lebih buruk lagi, hanya penggemar yang terlalu terobsesi?
Suatu malam, saat sedang duduk di ruang tamunya dengan secangkir teh di tangan, Chika merenung. Dia teringat bagaimana Christy berbicara dengannya di kafe, bagaimana tatapan Christy terasa begitu hangat dan tulus. Ada perasaan nyaman yang jarang ia temukan dalam interaksi dengan orang lain. Namun, apakah Christy juga merasakan hal yang sama? Atau apakah itu hanya perasaannya saja?
Ponsel Chika tiba-tiba bergetar di meja, membuyarkan pikirannya. Dia meraihnya dan melihat ada pesan baru dari Christy. Seketika, hatinya berdebar lagi.
---
Christy Harlan:
Hai, Chika! Apa kabar? Aku sedang menulis bab baru untuk novel berikutnya dan tiba-tiba teringat percakapan kita tentang karakter. Aku ingin mendengar pendapatmu. Mungkin kita bisa diskusi lagi, kapan-kapan? 😊---
Chika tersenyum lebar membaca pesan itu. Ada rasa senang karena Christy mengingatnya dan ingin mendiskusikan karya terbarunya. Dia mengetik balasan dengan cepat.
---
Chika:
Hai, Christy! Tentu, aku dengan senang hati akan membantu. Kapan saja kamu punya waktu, kabari aku. Aku selalu siap untuk diskusi. 😊---
Percakapan lewat pesan berlanjut malam itu, dan seperti biasa, topik mereka mulai meluas dari sekadar novel menjadi hal-hal yang lebih pribadi. Christy berbagi tentang proses kreatifnya, sementara Chika menceritakan tentang kehidupan sehari-harinya. Mereka tertawa, bercanda, dan saling bertukar pikiran, hingga akhirnya, Christy mengusulkan untuk bertemu lagi. Kali ini, Christy yang meminta Chika untuk datang ke rumahnya.
"Di rumahku, suasananya lebih tenang, dan kita bisa bicara lebih leluasa," tulis Christy dalam pesannya. Undangan itu membuat Chika terdiam sejenak. Berkunjung ke rumah Christy terasa seperti langkah yang lebih intim dalam hubungan mereka. Namun, keinginan untuk lebih dekat dengan Christy mengalahkan rasa gugupnya.
Hari pertemuan itu tiba, dan Chika merasa jantungnya berdebar lebih kencang saat dia berjalan menuju rumah Christy. Rumah itu terletak di kawasan yang tenang, dengan halaman kecil yang dipenuhi tanaman hijau. Saat Chika mengetuk pintu, dia mendengar langkah ringan dari dalam rumah, dan tak lama kemudian, Christy membukakan pintu dengan senyum hangat.
"Hai, Chika! Masuklah," sapanya. Chika masuk dan langsung merasa nyaman dengan suasana rumah Christy. Rumah itu sederhana, namun penuh dengan kehangatan, dengan rak buku yang penuh di setiap sudut.
"Ini tempat yang indah," komentar Chika sambil melihat-lihat ruangan.
"Terima kasih," jawab Christy. "Aku suka suasana yang tenang, itu membantuku menulis."
Mereka berdua kemudian duduk di ruang tamu, dengan secangkir kopi di depan mereka. Diskusi mereka dimulai dengan cerita tentang novel baru Christy, namun seiring berjalannya waktu, topik mulai bergeser ke hal-hal yang lebih personal. Christy mulai membuka diri lebih banyak, bercerita tentang masa kecilnya, tantangan yang dia hadapi sebagai seorang penulis, dan impian-impian yang masih ingin dia capai.
Di tengah percakapan, Chika merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang menghubungkan mereka. Dia merasakan kenyamanan yang langka, perasaan bahwa mereka bisa berbicara tentang apa saja tanpa rasa canggung. Dan saat Christy tertawa atau menatapnya dengan mata lembut, Chika merasakan perasaan hangat di hatinya semakin kuat.
Namun, meski suasana terasa begitu dekat dan nyaman, Chika masih ragu untuk mengungkapkan perasaannya. Ada ketakutan bahwa jika dia jujur tentang apa yang dia rasakan, segalanya mungkin berubah. Dia takut kehilangan apa yang sudah mereka bangun sejauh ini.
Malam semakin larut, dan saat akhirnya mereka berpisah, Chika kembali ke rumahnya dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia merasa bahagia bisa semakin dekat dengan Christy. Namun di sisi lain, ada keraguan yang terus menghantuinya-kapan saat yang tepat untuk jujur tentang perasaannya?
---
KAMU SEDANG MEMBACA
True Story: Penulis Favoritku Adalah Kekasihku (ch2) end
FanfictionBercerita tentang Chika Daniella, seorang perempuan yang sangat mengidolakan karya-karya penulis terkenal bernama Christy Harlan. Chika menghabiskan hari-harinya membaca buku-buku Christy, mengagumi gaya menulis dan pandangannya tentang cinta. Namun...