21 "Jeda yang Menyakitkan"

15 0 0
                                    

---

Chika duduk di kursi kafe dengan gelisah, menghindari tatapan mata Christy yang terpaku padanya. Ia bisa merasakan bahwa pertemuan ini akan menjadi titik balik bagi hubungan mereka. Sementara Christy berusaha menata kata-katanya, Chika sudah mempersiapkan diri untuk apa yang akan terjadi selanjutnya, meskipun hatinya belum siap untuk menghadapi kenyataan itu.

"Chika..." Christy memulai dengan suara pelan, namun getaran di suaranya jelas terdengar. "Aku udah banyak mikir akhir-akhir ini. Tentang kita... dan tentang apa yang kita alami selama ini."

Chika hanya menunduk, menahan air matanya yang sudah menggenang. "Aku juga banyak berpikir, Christy. Tentang apa yang sebenarnya aku butuhkan dan rasakan."

Keheningan meliputi mereka, hanya diselingi oleh suara bising dari pengunjung kafe lain yang tidak sadar bahwa ada dua hati yang hampir hancur di meja kecil itu. Christy menghela napas panjang sebelum melanjutkan.

"Mungkin kita perlu mengambil jeda," ujar Christy akhirnya, kata-kata itu seakan menusuk hati Chika. "Bukan karena aku nggak sayang sama kamu, tapi karena aku merasa hubungan ini semakin melukai kita berdua. Aku nggak ingin terus-terusan menyakiti kamu."

Chika menatap Christy, air mata yang ia tahan akhirnya mengalir di pipinya. "Jeda? Jadi, maksud kamu... kita berhenti sejenak?"

Christy mengangguk dengan berat hati. "Ya, mungkin kita butuh waktu untuk berpikir. Aku nggak mau hubungan ini berakhir dengan kepahitan atau kebencian. Aku ingin kita berdua menemukan jawaban yang benar-benar tulus dari hati masing-masing."

Hati Chika seolah remuk. Ia memahami bahwa Christy berusaha keras untuk melakukan yang terbaik, tetapi ide jeda membuatnya merasa seolah-olah semua kenangan mereka selama ini akan hilang begitu saja. Namun, ia juga tahu bahwa mempertahankan hubungan dalam kondisi yang seperti ini mungkin hanya akan melukai mereka lebih dalam.

"Kalau itu yang kamu pikir terbaik... aku akan mencoba menerimanya," kata Chika dengan suara bergetar, meskipun hatinya terasa begitu berat. "Aku hanya ingin kamu tahu, Christy, bahwa aku selalu mencintaimu."

Christy menggenggam tangan Chika dengan lembut, memberikan sedikit kehangatan di tengah kepedihan yang mengiringi keputusan ini. "Aku juga mencintaimu, Chika. Aku harap kita bisa menemukan jalan kembali... jika memang itu yang terbaik untuk kita."

Dengan kata-kata perpisahan yang diucapkan dengan hati yang rapuh, mereka saling melepaskan genggaman tangan untuk yang terakhir kalinya hari itu. Chika dan Christy tahu bahwa jeda ini adalah kesempatan mereka untuk merenungkan segalanya-apakah cinta mereka cukup kuat untuk melewati semua rintangan, atau apakah mereka harus benar-benar merelakan satu sama lain demi kebaikan bersama.

Hari itu menjadi awal dari jeda yang menyakitkan, membawa Chika dan Christy pada perjalanan masing-masing, dengan harapan bahwa waktu bisa memberikan jawaban yang mereka cari.

---

waduh gimana iniiiiii :...(

True Story: Penulis Favoritku Adalah Kekasihku (ch2) endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang