12 "Ketakutan yang Kembali"

24 0 0
                                    

---

Beberapa minggu berlalu sejak makan malam mereka, dan hubungan antara Chika dan Christy perlahan semakin berkembang. Meski masih berhati-hati, mereka semakin sering menghabiskan waktu bersama, bahkan mulai berbagi momen-momen intim yang membuat Chika merasa lebih dekat dengan Christy. Namun, di balik kebahagiaan itu, Chika mulai merasakan sesuatu yang mengganggunya.

Malam itu, setelah seharian berkegiatan, Chika terbaring di kasurnya. Pikirannya terus berputar tentang segala hal yang terjadi antara dirinya dan Christy. Ia seharusnya merasa bahagia, tapi entah kenapa ada perasaan cemas yang kembali menghantuinya. Perasaan takut kalau semua ini hanya sementara, bahwa mungkin Christy akan berubah pikiran lagi.

Ketakutan itu semakin menguat ketika Christy mulai sibuk dengan pekerjaannya dan mereka tidak lagi sering bertemu seperti dulu. Chika merasa jarak di antara mereka kembali muncul, meskipun Christy selalu meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja.

Malam itu, Chika memutuskan untuk mengirim pesan kepada Christy.

---

Chika:
Christy, aku ingin bicara. Ada yang menggangguku belakangan ini.

---

Pesan itu terkirim, dan Chika menunggu dengan perasaan tak menentu. Beberapa menit berlalu tanpa balasan. Semakin lama, semakin berat perasaan Chika. Akhirnya, ponselnya bergetar, dan nama Christy muncul di layar.

---

Christy Harlan:
Tentu, kita bisa bicara. Tapi bisa nanti? Aku lagi ada urusan di kantor. Sebentar lagi selesai kok.

---

Chika membaca pesan itu dan menarik napas panjang. Kembali, perasaan cemas itu muncul. Christy memang selalu sibuk akhir-akhir ini, dan meskipun Chika mengerti, dia tidak bisa menahan rasa takut bahwa mereka akan kembali ke masa di mana ketidakpastian menguasai hubungan mereka.

Beberapa jam kemudian, Christy akhirnya menelepon. Suaranya terdengar lelah, tapi tetap lembut.

"Maaf, Chika, aku baru bisa menelepon sekarang. Kamu ingin bicara tentang apa?" tanya Christy dengan nada perhatian.

Chika menghela napas, mencoba meredakan kecemasannya. "Aku hanya merasa... kita seperti menjauh lagi. Kamu sibuk, dan aku mengerti itu, tapi aku takut kalau hubungan kita akan kembali seperti dulu, di mana aku merasa tidak ada kepastian."

Christy terdiam sejenak di ujung telepon, seolah sedang memikirkan jawabannya. "Aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti itu, Chika," katanya pelan. "Aku hanya benar-benar sibuk dengan proyek di kantor. Aku tahu aku mungkin tidak terlalu banyak memberikan perhatian belakangan ini, tapi itu bukan berarti aku tidak serius dengan hubungan kita."

Chika menggigit bibirnya, merasa sedikit lega mendengar penjelasan Christy. Namun, masih ada ketakutan yang tertinggal. "Aku paham kamu sibuk, Christy. Tapi aku juga butuh merasa yakin kalau hubungan kita ini berjalan ke arah yang kita inginkan. Aku takut jika kita terlalu sering berjauhan, kita akan kembali ke masa di mana semuanya tidak jelas."

Christy terdiam lagi, dan Chika bisa merasakan ketegangan di antara mereka melalui telepon. "Aku paham perasaanmu, Chika," jawab Christy akhirnya. "Aku janji, aku akan mencoba lebih memberi perhatian. Aku tidak mau kamu merasa seperti ini. Hubungan kita penting buatku."

Ada sedikit rasa lega di hati Chika, tapi dia tahu bahwa kata-kata saja tidak cukup untuk menghilangkan ketakutannya. Dia butuh tindakan nyata, sesuatu yang bisa menunjukkan bahwa Christy benar-benar berkomitmen pada hubungan mereka.

"Terima kasih, Christy," kata Chika dengan suara pelan. "Aku juga tidak mau terlalu menuntut, aku hanya... butuh merasa aman dalam hubungan ini."

Christy menghela napas panjang. "Aku mengerti. Mari kita bicarakan ini lebih lanjut saat kita bertemu, ya? Aku tidak mau kamu merasa seperti ini terlalu lama."

Chika mengangguk meski Christy tidak bisa melihatnya. "Baik, aku akan menunggu."

Mereka mengakhiri pembicaraan malam itu dengan janji untuk bertemu keesokan harinya. Namun, meski ada sedikit kelegaan, ketakutan dalam hati Chika masih belum sepenuhnya hilang. Dia tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, dan meskipun ada cinta di antara mereka, selalu ada risiko bahwa ketidakpastian dan kesibukan akan merusak segalanya.

Chika terbaring di tempat tidur, memandangi langit-langit kamarnya. Ia tidak bisa menahan rasa takut yang terus muncul di pikirannya. Meskipun ia sangat mencintai Christy, ia juga tahu bahwa hubungan mereka butuh lebih dari sekadar janji dan kata-kata. Mereka butuh usaha dari kedua belah pihak, dan Chika berharap bahwa Christy akan menunjukkan itu dalam tindakan nyata.

Malam itu, Chika tidur dengan pikiran yang penuh kekhawatiran, berharap bahwa pertemuan mereka esok hari akan membawa jawaban yang ia butuhkan.

True Story: Penulis Favoritku Adalah Kekasihku (ch2) endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang