"Rasanya cara semesta menegur, begitu menyakitkan."
---Langit Biru---
__________✨__________
Langit menghela nafasnya berat. Matanya terpejam erat. Keadaannya sudah lebih baik sekarang. Meski semalaman Langit tidak tidur maupun makan. Kepala Langit menoleh pada Surya yang masih tidur di sampingnya. Sebenarnya Jefan, Satria, Aprian dan Ren kekeuh tetap ingin menemaninya tapi karena desakan Surya akhirnya mereka pulang dan akan kembali nanti.
Langit mengambil ponselnya yang ada di saku jaketnya. Menghela nafas begitu banyak notif pesan singkat dan telpon. Sepertinya kabar kecelakaan Bumi sudah menyebar ke sekolah, karena banyak guru-guru yang bertanya pada Langit mengenai keadaan Bumi. Bukannya kurang ajar, Langit hanya sedang tidak mau di ganggu siapapun. Tidak ada satu pesan pun yang Langit balas. Bahkan pesan dari nenek dan Yoga.
"Keluarga Bumi Kala?" Seorang dokter tiba-tiba datang dengan raut wajah tak terbaca
Langit otomatis berdiri, "Saya, saudaranya."
"Mari ikut saya ke kantor, kondisi pasien semakin lemah. Ada beberapa hal yang harus mendapat persetujuan dari pihak keluarga." Ucap dokter
Langit tidak bisa berpikir lagi. Baik atau buruk kabar ini, tapi Langit benar-benar tidak bisa berpikir lagi. Langkahnya tergesa mengikuti dokter. Setiap nafasnya terus membuat debar jantungnya tak karuan rasanya. Begitu sesak dan perih.
Brak!
Langit terjatuh karena bertabrakan dengan seseorang. Langit mendongak dengan perlahan. Setelah tahu siapa pelakunya, Langit kembali menunduk.
"Bagus, lo buat semua keluarga khawatir. Bagus banget, Langit Biru!" Yoga, si pelaku itu mengulurkan tangan. Meski begitu matanya menatap tajam bak harimau yang marah karena di ganggu
Langit menerima uluran tangan itu, "Sorry." Ujarnya lirih
"Gue mau ke ruangan dokter. Di sana ada ayah yang masih tidur. Jangan di bangunin, kasihan baru bisa istirahat." Ucap Langit tidak ada tenaga. Benar-benar seperti mayat hidup
Yoga mengangguk pelan, "Iya sana, semoga kabar baik. Gue nemenin om Surya."
Langit melanjutkan langkahnya menuju ruang dokter. Sedang Yoga mengamati sepupunya itu hingga hilang di balik pintu ruangan dokter. Yoga menghela nafas. Entah kenapa, nasib baik tidak pernah datang untuk si kembar.
Setibanya Yoga di ruang ICU, rupanya Surya sudah bangun. Laki-laki itu memijat pelipisnya.
"Om Surya," panggil Yoga pelan, "Om pulang aja kalau memang gak enak badan. Biar Yoga yang nungguin Bumi."
Surya tampak terkejut dengan kehadiran Yoga sepagi ini, "Kamu gak sekolah? Kenapa malah ke sini? Maafin om ya jadi ngerepotin kamu."
"Enggak om, Yoga justru mau di repotin. Om tenang aja, Bumi pasti sembuh. Dia kan anak kuat. Lebih kuat dari Gatotkaca." Hibur Yoga
Surya tersenyum tipis, "Nenek gimana?"
Sebenarnya tidak ada yang mengabari keluarga besar atas kecelakaan yang menimpa Bumi. Baik Surya dan Langit sama-sama tidak punya tenaga untuk mengetik kabar buruk itu. Mungkin mereka tahu dari bibi atau orang rumah lainnya.
"Nenek sempat drop, tadi subuh juga rewel pengen ke sini. Tapi papa berhasil mencegah itu. Jadi Yoga yang di utus ke sini." Jelas Yoga
"Oh iya, Langit mana?"
"Lagi ke ruangan dokter. Om gak mau sarapan dulu? Mau Yoga yang beliin, om pasti belum makan dari kemarin kan?"
Surya menggeleng, "Om gak selera makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] DEAR, ABANG
Fanfiction"Kita sama, tapi kenapa ayah cuma sayang sama lo, bang?" Bumi Kala Atmaja punya sejuta kebohongan yang ia sembunyikan. Luka-luka di sekujur tubuhnya berhasil ia sembuhkan tanpa bantuan orang-orang. Termasuk Langit Biru Atmaja--kakak kembarnya--yang...