Bab VI. Alam Mengungkap

11 4 0
                                    

"Bagaimanapun, kalian semua berkunjung ke mari dan bahkan Tusa juga ikut, senang bisa bertemu kalian," ia memasang senyum tipis, "jadi apa yang kalian perlukan?" Senti melanjutkan pertanyaannya.

Lauren pun menoleh ke arah Arkana, "Itu semua tergantung keinginan Nona Arkana," ujarnya, memberi isyarat agar Arkana mengutarakan keinginannya.

Arkana membuka tudungnya, "Aku ingin menggeledah rak buku tiga tingkat itu," pintanya sembari menatap ke arah rak buku besar itu.

Bab VI. Alam Mengungkap

Senti menaikkan alisnya, "Seluruhnya?" tanyanya dengan nada tinggi, Arkana pun mengangguk,.

Yang lain hanya menghela napas, memasang tampang sudah biasa, "Yah, itu boleh-boleh saja," Senti tersenyum kering, "seharusnya aku tidak heran kalau itu Nona Widyaiswara," ungkapnya.

Arkana pun bangkit dari duduknya, "Terima kasih, Tuan Senti." Ia kemudian berjalan ke arah rak buku itu, memilih buku yang diinginkannya. Sekilas, ia terlihat seperti anak kecil yang diberi uang jajan.

Mereka hanya bisa menyaksikan Arkana yang benar-benar menggeledah rak buku itu, dengan teliti memilah judul-judul buku yang tertera. Tusa pun mengalihkan perhatiannya dari Arkana, menoleh ke arah Senti, "Oh iya, mengapa Paman Senti tidak membuka toko?" tanyanya mengingat pintu toko yang masih terkunci setelah mereka tiba.

Lauren dan Liernia pun ikut mengalihkan perhatian, menunggu jawaban Senti, "Alasanku ada hubungannya dengan kedatangan Nona Widyaiswara, khususnya para pengguna sihir yang sedang memburunya. Akhir-akhir ini tokoku ramai pembeli, tentunya aku merasa untung. Namun, dengan barang daganganku mereka malah berbuat onar dibalik alasan mencari Sang Widyaiswara Agung. Karena itu aku tidak mau membuka tokoku." Senti menghela napas berat, merasa khawatir dengan Arkana.

"Ia pasti disalahkan oleh para penduduk," tambah Senti, suaranya penuh simpati. Mereka bertiga pun bertukar pandang.

"Bukankah kau setuju Nona Arkana harus segera pulang?" ujar Tusa kepada yang lain.

"Kau mengusirnya?" canda Lauren, Tusa lantas memasang ekspresi jengkel.

"Bukan begitu dong," tukasnya.

"Kita tidak bisa menyuruh Arkana untuk pulang begitu saja, kita harus mempercayainya. Arkana adalah sang Widyaiswara Agung, tidak ada yang perlu kita khawatirkan," usul Liernia dengan santai.

"Bicara saja mudah. Ingat, kita tinggal di Isurkaria, sarang para pengguna sihir tidak dapat diremehkan. Waktu itu Arkana cuma melihat sisi memalukanmu saat kita berlatih. Lauren juga belum menunjukkan kebolehannya dalam sihir bunga kepada Arkana, yang kau lakukan saat membawa Arkana sekedar cuplikan," ungkap Tusa.

"Ah iya, benar juga ya," Liernia terkekeh, "tapi kita tidak boleh melupakan bahwa kita harus mempercayai Arkana sebagai Widyaiswara Agung, sebagaimana kita mempercayai Lauren Sang Meister dari Heinschenwalde." Liernia melirik Lauren melalui kain penutup matanya, Lauren pun hanya diam.

"Kenapa tiba-tiba membawaku?" keluh Lauren dengan tampang heran, "kesampingkan hal itu, yang dikatakan Liena benar, kita tidak bisa menyuruh Arkana pulang begitu saja. Tujuannya untuk mendengar cerita dan belajar dari berbagai pengguna sihir belum terpenuhi. Setiap kali ia penasaran, selalu saja ada halangan yang membuat kita tidak sempat bercerita apa-apa kepadanya," ujar Lauren.

Dibalas dengan anggukan Liernia, "Ia datang menemuiku karena kau menyarankanku, aku tidak ingin membuatnya kecewa karena tidak ada yang bisa ia dapat dariku," tambahnya.

Sementara mereka berbincang, Arkana kembali dengan empat buku yang tertumpuk, ia meletakkannya di atas meja, membuat suara gedebuk.

"Yang sedari tadi kalian bicarakan; aku senang kalian mengkhawatirkanku, namun kalian hanya perlu duduk tenang dan percayakan semuanya padaku," timpal Arkana, dengan wajah datar ia membaca salah satu buku dengan cermat.

Sihir LamunanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang