Bab 10 - Revisi

214 17 0
                                    

Shaima sedang berada di bengkel Sultan menyelesaikan materi persiapan untuk presentasi saat sidang skripsi. Persiapannya itu harus selesai dalam seminggu terakhir ini. Gadis itu setiap hari selama 4 hari berturut-turut menumpang internet di tempat Sultan, selain itu ketika dia butuh saran Sultan banyak membantunya menyelesaikan materi presentasinya nanti agar tampil lebih menarik.

"Shaima minum dulu..." Dandi menyuguhkan chocolate panas untuk Shaima saat ia sibuk mencoret-coret sebuah tumpukan kertas yang telah diprint.

"Kak terima kasih...maaf selalu merepotkan!" Katanya sungkan karena setiap hari harus menerima minuman gratis, walaupun secara nalar tempat itu adalah milik Sultan kekasihnya, tapi tetap saja dia tak enak hati jika selalu menerimanya secara gratis.

"It's okay Nona Bos!" Julukan baru yang disematkan Dandi padanya. Shaima sudah seperti pemilik tempat itu, yang mendapat perlakuan istimewa.

Suasana bengkel Sultan lumayan ramai pengunjung. Hal itu bukan karena pelanggan ingin menservis kendaraannya melainkan beberapa orang datang hanya ingin nongkrong karena tempat itu juga mengusung nuansa cafe.

Garage Cafe...begitulah Sultan menamai bengkelnya.

Shaima menggigit pulpen di tangannya untuk berfikir memutar otak menyelesaikan presentasinya yang sangat banyak. Sultan menoleh pada gadis itu dan tersenyum melihat semangatnya yang sangat membara, dia terlihat menggemaskan di mata Sultan saat serius seperti itu apalagi ketika gadis itu beberapa kali membenarkan letak kacamatanya.

Sultan kemudian memberi kode pada Dandi untuk menggantikannya menyelesaikan motor terakhir yang sedang dia kerjakan.

Pria itu mendekat pada Shaima dan mencicipi chocolate hangat milik Shaima yang ada di meja.

"Sudah selesai?"

"Belum, tuh ada Dandi yang nyelesain sisanya" Shaima mengangguk kemudian mengambil tisu basah dari dalam tasnya kemudian mengusap wajah Sultan yang bernoda hitam di hampir sebagian wajahnya.

"Cemong banget...." Komentarnya sambil menghapus noda hitam di wajah Sultan, pria itu tersenyum dan tak tahan ingin menggenggam tangan Shaima tapi tertahan karena tangannya yang kotor penuh oli.

Meminta beberapa lembar tissue basah pada Shaima untuk membersihkan tangannya yang kotor.

"Kak, bulu hidungnya keluar" Gadis itu terlihat tersenyum jahil.

"Jangan coba-coba Sha, itu sakit..." Belum juga selesai bicara tangan Shaima sudah mencabut selembar bulu hidung Sultan sehingga pria itu harus meringis menahan sakit.

Dia tersenyum memamerkan jajaran giginya yang rapi sambil menunjukkan bulu hidung Sultan.

"Cih...ngapain kamu senyum semanis ini, gak cocok" komentar Sultan bercanda.

"Ah...masa sih, memangnya aku harus senyum seperti apa biar cocok...kalau kayak gini cocok gak?" Ucap Shaima sambil mencoba mengatur mimik wajahnya di depan Sultan sambil membentuk tangannya menjadi tanda love.

Sekali lagi Sultan berdecak kesal pada Shaima.

"Shaaa...udah ah, sayang! Kamu kerjain aja tuh tugasnya"

"Iiihhh, sayang...sayang...geli aku dengarnya!!" Balas Shaima yang selalu menolak dipanggil sayang oleh pria itu, bukan karena jijik sebenarnya tapi karena malu, hanya saja gengsi mengakui itu.

Sultan adalah pria yang selalu berhasil membuat wajahnya merona, pria itu tak banyak bicara tapi sekali dia mengucapkan sesuatu hanya ada dua kemungkinan, kalau tidak membuat jengkel, yah pasti membuat salah tingkah Shaima.

"Buat presentasinya sudah aman?" Sultan kembali bertanya ketika Shaima sibuk dengan pikirannya sendiri. Kepala Sultan sedikit miring untuk menengok pada layar laptop sang kekasih, meneliti pekerjaan Shaima yang beberapa hari terakhir menguras tenaga dan pikirannya belajar demi mempersiapkan diri menghadapi sidang ujian skripsinya.

STORGE PRAGMA LOVE AS IMAN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang