Shaima duduk memperhatikan Sultan yang sedang makan roti selai nanas yang tadi dibelinya untuk pria itu. Matanya memandang wajah datar yang jarang tersenyum, pria itu adalah cerminan manusia berhati lembut yang diciptakan Tuhan tapi lupa memberi sensitifitas rasa peka.
Ada rasa senang bagi Shaima saat melihat dia begitu getol belajar huruf hijaiyah dari buku iqro yang dibelikan Shaima untuknya. Pandangan Shaima beralih pada sarung yang setia menemani Sultan selama 4 hari ini setelah sunat, senyumnya mengembang melihat hal itu.
"Jangan ketawa sendiri karena tak ada yang lucu" lihatlah bahkan dalam kondisi makan dia masih bisa menegur Shaima, tapi setelah itu dia ikut tersenyum sebelum menyuapkan sepotong roti terakhir di tangannya ke mulut Shaima. Kadang Shaima tidak bisa menebak bagaimana perasaannya pada pria itu, rasanya terlalu kompleks untuk dia terjemahkan dalam bentuk kata yang paling sederhana.
Katanya : Cinta itu sederhana jika diterjemahkan dengan rasa, tapi akan sulit jika engkau menyalinnya dalam bentuk logika...
"Apa ada yang sedang kamu pikirkan?" Shaima mengangguk dan hal itu membuat Sultan memutar duduknya pelan menjadi berhadapan dengan gadis itu.
"Apa aku boleh menanyakan satu hal?"
"Katakanlah...."
"Kenapa aku?" Pertanyaan sederhana yang membuat mata Sultan menatapnya lama, tatapan yang membuat Shaima takut akan jawaban yang terlontar dari mulut kekasihnya. Shaima kadang selalu heran dengan kisah yang sedang mereka bentuk, semua serba terlalu cepat hingga kadang dia selalu merasa tak begitu mengenal Sultan. Pria itu terlalu banyak melakukan kejutan dalam hidupnya selama mereka menjalin hubungan yang masih singkat ini.
"Apa jawaban itu penting untuk meyakinkan kamu?"
"Entahlah...." Shaima mengedikkan bahunya sekalipun dalam benaknya dia butuh jawaban yang sangat logis untuk semua yang sedang berlaku saat ini padanya dan juga Sultan. Kalau kata orang, kita butuh alasan untuk sebuah keyakinan.
"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu dan memberimu alasan kenapa aku memilihmu, sebab itu akan jadi rahasiaku dan tak akan kubagi pada siapapun termasuk kamu...." Raut kecewa tergambar jelas dari wajah Shaima mendengar jawaban Sultan yang tak sesuai prediksinya. Pria itu memang definisi manusia kaku dan sedikit misterius.
"Tapi aku akan mengatakan sesuatu untukmu semoga ini bisa menutup rasa penasaranmu..." Wajah Shaima langsung terangkat mendengar lanjutan ucapan Sultan, pria itu menatapnya sebentar.
"Kamu pernah dengar filosofi alam semesta?" Shaima menggeleng.
"Filosofi itu berkata 'bahwa tak ada yang murni di dunia ini, semua telah bercampur aduk dengan kekacauan'....jadi jangan pernah mencari tahu alasan untuk mendapat sebuah jawaban hanya untuk menyenangkan hatimu, sebab semua yang kamu lihat adalah hasil pergolakan kekacauan demi sebuah hasil terbaik dari yang paling kacau dan itulah yang sekarang kulakukan untukmu" tutupnya dengan senyuman kecil pada Shaima yang bingung dengan jawaban Sultan.
Pikiran Sultan terlalu rumit untuk dipahami oleh otaknya.
"Ada banyak hal di dunia ini yang terjadi tanpa sepengetahuan kita, dan memang tak semua perlu kita cari tahu alasannya hanya untuk kedamaian jiwa dan juga ketentraman hati demi kepuasan pribadi semata...yang pasti menjaga kenyamananmu adalah tugasku" jawaban itu tak cukup melegakan hatinya, ada yang mengganjal untuknya entah apa itu, jawabannya tak menjawab inti pertanyaannya yang sederhana.
"Apa kakak tidak percaya denganku?" Sela Shaima karena ia merasa Sultan tak mau bercerita padanya, padahal bagi seorang Shaima keterbukaan dalam hubungan adalah sesuatu hal yang wajib.
"Percaya, sangat percaya malah. Kalau aku tak percaya kamu mana mungkin aku mempertaruhkan imanku pada Tuhan hanya untuk sebuah rasa pada makhluk ciptaannya seperti kamu, yang harus kamu tahu bahwa perasaan itu tak memerlukan pembenaran sebab yang jalani kita yang tahu rasanya juga kita tak cukupkah itu jadi alasan, lalu kenapa harus ada alasan logis untuk sebuah rasa yang tak pernah masuk akal..." Jawaban Sultan menjadi tamparan keras untuk Shaima, jika bisa menjabar maka sebenarnya Sultan menunjukkan keseriusan lebih dari siapapun melalui tindakannya, dan hal itu semakin memunculkan rasa takut dalam benak Shaima.
KAMU SEDANG MEMBACA
STORGE PRAGMA LOVE AS IMAN RASA
RomanceKetika semua terjadi karena jalan yang telah ditentukan semesta. Aku... Kamu... Dan akhirnya jadi Kita... . Seperti rangkaian kata yang membentuk syair lagu yang diiringi melodi untuk membentuk nyanyian indah, seperti itulah kisah kita dimulai.