Bab 1 - Revisi

1.2K 37 11
                                    

Jika dunia ini hanya diisi oleh manusia dengan segala problematikanya, maka tak ada tempat untuk mengurusi urusan orang lain. Semua manusia punya masalahnya masing-masing, tak ada yang benar-benar murni dengan kebahagiaanya dan juga tak ada yang abadi dalam kesedihannya, bukankah kaki berjalan bergantian untuk sampai pada tujuan?.

Penggalan kalimat dan wejangan itu yang terus saja terdengar dan menggema di telinga, tak ubahnya jadi sebuah omong kosong dan gurauan bagi siapapun yang sedang dalam kebuntuan, bukankah hakikatnya jika dalam masalah kita butuh bantuan bukan nasehat yang terus berulang.

Seperti di hari itu, saat semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing dengan setumpuk riuh gemuruh dalam kepala tapi tak seorang pun yang akan tahu isi otak di setiap kepala manusia yang sedang menaruh setiap harap pada kehidupan.

Ini bukan tentang apa, siapa, dan dimana. Tapi ini tentang sesuatu yang kukisahkan, tentang perjalanan yang telah terlampaui dalam masa yang sulit diulangi.

******

Kisah ini adalah perjalanan panjang 'Shaima dan Sultan' menemukan iman dalam rasa.

Di siang ini, seseorang dengan kemeja longgar, rok panjang dan kacamata tebal sudah duduk berjam-jam lamanya di sebuah kantin kampus yang cukup ramai. Kasak kusuk dan polusi suara dari beberapa pengunjung tak mempengaruhi konsentrasinya.

Shaima, dia masih betah duduk di kantin dengan menatap layar laptop di depannya, dia sibuk memencet tombol sambil sesekali memeriksa tumpukan kertas di meja. Iya, dia sedang merevisi beberapa bagian yang telah dikoreksi dosen pembimbing skripsinya, menata huruf demi huruf menjadi kata yang lebih baik. Matanya beberapa kali berkedip untuk mengurangi lelah lantaran terlalu lama berhadapan dengan radiasi cahaya laptop. Detak dan bunyi ketukan jarinya di atas tombol berisikan huruf dan angka terus saja berdentum untuk merangkai kata perkata di layar berbentuk segiempat tersebut.

"Bu....satu lagi jus mangganya" Pesannya pada ibu kantin, ini sudah gelas ketiga sejak kedatangannya di kantin kampus. Setelah ini mungkin perutnya akan sedikit kembung setelah lambungnya dari tadi hanya terisi penuh oleh cairan yang di minumnya, dia tak berpikir untuk makan sama sekali.

Shaima Rufaida Salima, Mahasiswa jurusan keperawatan yang sedang sibuk-sibuknya menyusun tugas akhir penyelesaian masa pendidikannya. Gadis yang hobi membaca dan nonton itu tak ingin menunda pendidikannya dan berusaha memulai lebih awal dari teman-temannya karena dia ingin selesai tepat waktu. Belum lagi setelah ini harus melanjutkan pendidikan profesi Ners selama setahun lamanya, dan dia sudah janji pada orangtuanya akan selesai tepat waktu.

Demi hal itu dia rela mulai lebih awal dari teman-temannya yang masih sibuk memikirkan absensi kuliah atau mata kuliah yang masih tertinggal.

"Dor..." Seseorang yang sudah dia prediksi kehadirannya tiba-tiba menepuk bahunya untuk membuatnya kaget, nihilnya dia tak pernah kaget sama sekali.

"Kok nggak kaget sih?" Shaima mengangkat kedua bahunya, entah kenapa dia selalu tahu kapan Vania akan hadir, mungkin karena intensitas kebersamaan mereka membuatnya peka akan kehadiran sahabatnya itu.

"Sha....nanti malam nonton yuk!!!" Vania sudah duduk bersandar di bangku dekat Shaima.

Vania adalah teman sekelas sekaligus teman satu kosannya selama dia menempuh pendidikan di bangku kuliah. Dialah yang banyak menemani ceritanya selama menempuh pendidikan di kota besar ini dan sekaligus banyak membantunya.

Jakarta bukanlah kota biasa, ini adalah kota metropolitan dengan segala bujuk rayunya dan Vania berhasil menemaninya melawan pesona godaan kota ini.

"Nggak dulu deh, besok mau bimbingan soalnya, ini aja belum kelar aku revisi" Vania menarik satu kursi untuk duduk mendekat pada Shaima sambil melengok pada laptop di hadapan Shaima.

STORGE PRAGMA LOVE AS IMAN RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang