Sehari setelah acara pentas seni yang baru saja selesai diadakan, pukul tujuh pagi ini Shaima masih larut dalam tidurnya. Dia hanya bangun di waktu subuh tadi untuk sholat lalu melanjutkan tidurnya.
Hari ini dia benar-benar merasa bebas dari semua beban di pundaknya. Semua tugasnya telah selesai, kegiatan camping Mapala dan Pentas seni yang sudah beres telah melenyapkan stress di kepalanya. Sementara itu untuk ujian skripsinya, dia tinggal ke kampus untuk mendaftar agar segera mendapatkan jadwal sidang.
Kebiasaan bangun siang saat tak ada kegiatan atau kuliah menjadikannya telihat lebih pemalas. Bahkan teriakan dan panggilan Vania saat keluar tadi tak mampu merayu tubuhnya untuk bangkit dari kasur kecilnya.
Dering telfon yang dari tadi mengganggunya pun terus diabaikan dan merubah hapenya menjadi mode silent agar lebih tenang bersemedi tanpa suara berisik.
Shaima menguap beberapa kali ketika hapenya terus bergetar di bawah bantalnya. Matanya berkedip pelan untuk menghilangkan rasa kantuk yang terus menyerangnya. Kelopak matanya terasa berat untuk membuka, tangannya pelan meraba ke bawah bantalnya untuk mengecek handphonenya yang terus saja mengganggu ketenangannya.
Ada beberapa panggilan dan pesan singkat yang masuk. Tangannya memencet pesan yang masuk dan membacanya, nomor baru....
Aku di depan buka gerbangnya
Kamu belum bangun yah?
Ini Sultan.
Shaima memperhatikan nomor itu sekali lagi, itu nomor baru dan mengaku sebagai Sultan...
"Dia ganti nomor?" Pikirnya
Matanya melirik jam di handphonenya, menunjukkan pukul 08.24. Dia merasa tak ada janji dengan pria itu, juga tak punya kepentingan mendesak di pagi ini.
'Ngapain dia sepagi ini datang ke kostnya saat libur kuliah?' Pikir Shaima dengan tarikan nafas kasar.
Badannya kemudian beranjak sedikit ke arah jendela di atas kepalanya untuk mengintip dari balik gorden, memastikan keberadaan pria itu. Dengan cepat dia menguncir rambutnya dan mencuci muka kemudian memasang hoodie lalu memasang penutup kepalanya sebagai pengganti hijab sebelum turun untuk membukakan gerbang buat Sultan.
"Kak ngapain datang sepagi ini?" Tanya Shaima begitu membukakan gerbang untuk Sultan. Pria itu tersenyum singkat melihat mata sembab khas bangun tidur Shaima.
"Mau sarapan!!" Jawabnya mengangkat bungkusan di tangannya sehingga memancing kerutan di kening Shaima.
"Kita sarapan bareng, boleh kan?" Shaima kemudian mengangguk dan mengambil bungkusan itu dari tangan Sultan sebelum membiarkan pria itu masuk dan menutup kembali pintu gerbangnya.
'kenapa dia jadi repot sekarang cuma karena perkara sarapan bareng'
'Apa karena dia merasa memiliki hubungan dengannya?'
"Kak, ganti nomor yah?" Tanya Shaima saat pria itu baru memasuki kosannya.
"Nggak, itu nomor khusus buat kamu aja..." Jawabnya santai tapi mampu membuat Shaima kikuk, bibir Sultan tertarik sedikit membentuk senyum samar melihat Shaima salah tingkah.
Gadis itu bahkan terlihat sengaja terbatuk untuk menetralkan raut salah tingkah dari wajahnya.
"Kenapa?" Shaima menggeleng dan beralih pada bungkusan makanan di tangannya sambil terbatuk sekali lagi untuk berusaha menenangkan dirinya.
Jantungnya sudah tidak karuan, ingin memukul wajah datar Sultan yang berhasil melemahkan hatinya.
Mengatur mimik wajahnya agar tetap tampak biasa saja setelah itu Shaima sekali lagi harus menyiapkan makanan untuk pria itu di kamarnya. Shaima tak tahu ada apa dengan Sultan yang mendadak selalu datang ke kostnya untuk sekedar makan.
![](https://img.wattpad.com/cover/339383289-288-k219683.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STORGE PRAGMA LOVE AS IMAN RASA
RomanceKetika semua terjadi karena jalan yang telah ditentukan semesta. Aku... Kamu... Dan akhirnya jadi Kita... . Seperti rangkaian kata yang membentuk syair lagu yang diiringi melodi untuk membentuk nyanyian indah, seperti itulah kisah kita dimulai.