Shaima sibuk mengurus segala hal perintilan persiapan ujiannya, bolak balik dari ruang akademik dan kemahasiswaan untuk mendapatkan jadwal ujiannya. Dia tak menyangka proses penyelesaian pendidikan akan serumit ini, orangtuanya pun sudah beberapa kali menelepon menanyakan keadaannya. Karena terlalu sibuk dia kadang lupa mengabari orangtuanya.
"Gimana Sha, udah beres?" Shaima mengangguk sebagai jawaban dan ikut duduk di kursi depan ruang akademik bersama Hendra yang merupakan seniornya, pria itu memberinya tempat untuk menaruh tasnya.
"Baru aja selesai daftar ujian kak"
"Jadi kapan ujiannya?"
"Tanggal 13 bulan depan kak sambil menyelesaikan ujian terakhir mata kuliah Bu Jani, aku bakal lumayan lama nganggur"
"Santai Shaima, gunain waktu lowongnya untuk istirahat sejenak, jangan belajar terus kayak kutu buku. Nikamatin aja tinggal ujian ini kok"
"Eh....ngambil profesi gimana kak?" Hendra mengedikkan bahu sebagai jawaban sehingga memancing Shaima untuk memperbaiki posisi duduknya menghadap Hendra. Dia penasaran bagaimana rasanya mengambil profesi perawat yang waktunya hampir setiap hari berada di rumah sakit, tak ada lagi teori yang ada melatih keterampilan medisnya.
"Ini tuh maksudnya apa?" Kembali Shaima penasaran sambil mempraktekkan gerakan Hendra mengedikkan bahu.
"Nanti juga kamu rasain sendiri, udah ah...mau cabut dulu, sampai ketemu nanti Sha..." Hendra mengangkat Hoodie Shaima dan memasangkan penutup kepalanya sampai Shaima berteriak karena kepalanya dikepit.
"aaaahhh.....kakkkkk" Hendra sudah kabur saat Shaima melepas sepatunya dan bersiap melemparkannya pada Hendra. Pria itu memang salah satu seniornya yang cukup akrab dengannya, selain karena pria itu banyak membantunya juga karena Vania menyukai pria itu dan selalu menjadikannya tameng saat ingin bertemu Hendra.
Selepas kepergian Hendra Shaima tinggal duduk sendirian. Shaima membuka handphonenya untuk memeriksa mungkin ada pesan dari Sultan yang masuk.
Sedari pagi, pria itu memang terlihat sangat sibuk untuk revisi terakhir tesisnya, berkejaran dengan waktu demi mendapatkan persetujuan asistensi yang cukup panjang. Tapi meski sibuk, dia masih menyempatkan diri mengantarkan Shaima ke kampus sebelum pergi lagi menemui pembimbingnya.
Matanya menatap nomor Sultan dari handphonya, ragu untuk menghubungi atau sekedar basa basi menanyakan sesuatu. Dia takut mengganggu.
Memasukkan kembali handponenya dan merapikan kembali semua bawaannya untuk disimpan ke dalam tas yang ditentengnya.
Shaima memutuskan untuk ke taman belakang kampus untuk membaca seperti biasa sambil menyaksikan beberapa orang yang kadang memancing di danau kampus.
Shaima sudah membeli beberapa makanan ringan untuk menemaninya duduk membaca di taman kampus. Tempat itu selalu menjadi favoritnya menghabiskan waktu walau sendirian.
Begitu tiba di taman dia mencari tempat teduh yang kosong. Entah kenapa hari ini kebetulan tempat itu ramai bahkan semua tempat berteduh telah diisi oleh beberapa mahasiswa.
Mata Shaima berkeliling mencari tempat yang masih sepi, sebelum memutuskan ke arah danau yang berada di ujung, di sana ada gazebo kosong. Tangan Shaima mengeluarkan buku yang akan dibacanya hari ini dan beberapa cemilan yang dibawanya.
Mengeluarkan kacamata untuk membantu matanya bisa melihat dengan jelas setiap rangkaian kata yang ada dalam buku.
Ketika matanya sibuk memperhatikan setiap kata yang dibaca dalam bukunya sambil mengunyah cemilan, seseorang entah datang dari mana langsung muncul dan berbaring di gazebo dekatnya. Shaima dibuat kaget karenanya, tangannya menyentuh dada sambil berucap istighfar. Matanya meneliti pria itu, dari kacamatanya dia sudah dapat tahu siapa pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STORGE PRAGMA LOVE AS IMAN RASA
RomantizmKetika semua terjadi karena jalan yang telah ditentukan semesta. Aku... Kamu... Dan akhirnya jadi Kita... . Seperti rangkaian kata yang membentuk syair lagu yang diiringi melodi untuk membentuk nyanyian indah, seperti itulah kisah kita dimulai.