Sweet Memories.

199 24 0
                                    

Di luar, hujan masih deras mengguyur, membuat suasana rumah terasa lebih hening kecuali suara rintik air dan tawa kecil anak-anak. Mark dan Jeno harus terpaksa absen dari sekolah hari ini untuk menjaga adik-adik mereka dan sesekali membantu Taeyong jika diperlukan.

Jeno duduk di ruang bermain, fokus membangun menara dari balok kayu. Alisnya mengerut tajam, bibir mungilnya sedikit dimajukan—pertanda bahwa ia benar-benar serius. Setiap balok ia letakkan dengan hati-hati, pelan, seolah menahan napas agar menara yang hampir selesai itu tak runtuh.

Di sebelahnya, Beomgyu dan Sungchan asyik dengan dunia mereka sendiri, menata dinosaurus dan mobil-mobilan dalam barisan yang panjang. Namun, tanpa sengaja, tangan kecil mereka menyenggol menara Jeno. Sepersekian detik kemudian, menara yang dibangun dengan susah payah itu roboh.

"AAAAAHHHH!" Jerit Jeno histeris, membuat Mark yang tengah menggambar di samping Sion langsung menoleh.

Jeno duduk terpaku, mulutnya melengkung ke bawah, dan kedua matanya mulai berair. Kesedihan terpancar jelas di wajah mungilnya, menyaksikan menara yang baru saja ia bangun hancur berkeping-keping. Bibirnya bergetar, menahan tangis. Ia melirik tajam ke arah Beomgyu dan Sungchan yang masih asyik dengan mainan mereka seakan tak sadar telah merusak karya sang kakak.

Kesal, Jeno meraih mobil mainan yang telah meruntuhkan menaranya dan melemparkannya kembali ke arah si kembar. Mobil itu mengenai kepala Beomgyu dengan cukup keras. Dan membuat Beomgyu langsung menangis kencang, berlari mencari Taeyong, sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Melihat reaksi Beomgyu, Jeno pun ikut terisak, merasa bersalah. Tangisnya pecah, dan ia juga berlari mencari sang Bubu. Dalam hitungan detik, ruang bermain menjadi lebih sunyi. Hanya tersisa Mark, Sungchan, dan Sion yang masih memandangi kejadian itu dengan tatapan polos dan bingung.

"Kok Kak Jeno sama Beomie nangis?" tanya Sungchan polos, menatap kakaknya dengan wajah penuh tanya.

Mark menggeleng pelan sambil menahan senyum kecil. "Nggak tahu, Syongie," jawabnya santai, kembali ke gambarnya, sementara Sion yang duduk di sebelahnya meneguk susunya tanpa peduli pada keributan yang baru saja terjadi.

Di ruang lain, Taeyong langsung memeluk Beomgyu yang berlari ke arahnya sambil menangis. "Ada apa, Beomie?" tanya Taeyong lembut, meski sedikit khawatir melihat anak kecil itu terisak begitu kencang.

Beomgyu masih terisak, susah payah menjelaskan, "K-Kak Jeno... m-mukul Beomie pake mobil..." katanya, tangannya masih memegangi kepalanya.

Tak lama, Jeno tiba dengan mata sembab dan hidung meler, langsung menghambur ke pelukan Taeyong. "Bubu... maaf... Jeno nggak sengaja..." ujarnya terbata, suaranya lirih penuh sesal.

Taeyong menghela napas panjang, merangkul kedua anaknya sekaligus. "Kakak, kok bisa adeknya dipukul?" Taeyong bertanya lembut, tidak ingin langsung menyalahkan Jeno tanpa tahu permasalahannya terlebih dahulu.

Jeno terisak dalam pelukan Taeyong, bahunya bergetar. "Maaf, Bubu… menara Jeno roboh gara-gara mobil Beomie sama Syongie. Jeno nggak sengaja marah terus lempar mobilnya ke Beomie..." suaranya terdengar tersendat, hampir tidak jelas, namun penuh dengan rasa penyesalan. Tangisnya semakin pelan, tapi isakannya masih terdengar.

Taeyong menatap kedua anak itu dengan mata lembut dan penuh pengertian, meskipun hatinya sedikit khawatir. "Kak Jeno, Beomie, dan Syongie main bareng, ya? Jangan marah-marah. Kalau ada yang nggak sengaja, kita ngomong baik-baik, nggak boleh langsung marah." Taeyong melirik Beomgyu yang masih terisak, matanya sedikit sembab. "Kamu juga, Beomie. Kalau main harus hati-hati, jangan sampai ganggu Kak Jeno."

Beomgyu mengangguk pelan, wajahnya masih basah dengan air mata. "Maaf, Bubu... Beomie nggak sengaja..." jawabnya dengan suara cadel, tangannya mengusap-usap kepala kecilnya yang masih terasa sedikit sakit. Tapi sekarang, isakannya mulai mereda.

Setelah beberapa saat menenangkan keduanya, Taeyong memutuskan untuk duduk di sofa, memanggil anak-anak yang lain agar berkumpul. "Ayo, semuanya kumpul dulu di sini," katanya dengan nada lembut, namun tegas. Mark, Sungchan, dan Sion pun menghampiri mereka, meninggalkan ruang bermain yang kini terasa lebih hening.

Mark duduk di lantai, bersandar pada Taeyong, sementara Sungchan dan Sion duduk manis di sampingnya. Beomgyu dan Jeno duduk di pangkuan Taeyong, kedua anak itu masih sedikit murung, tapi sudah mulai tenang.

Taeyong mengusap lembut punggung mereka satu per satu, memberikan kehangatan yang menenangkan. "Kak Jeno sama Beomie sudah baikan, kan?" tanyanya dengan suara lembut.

Jeno mengangguk pelan, menoleh ke Beomgyu. "Maaf ya, Beomie. Kak Jeno nggak sengaja tadi. Harusnya Kak Jeno nggak lempar mobil," ucapnya tulus, meskipun suaranya masih sedikit serak. Beomgyu, yang juga sudah mulai tenang, mengangguk sambil tersenyum kecil, meski matanya masih sedikit merah. "Beomie maaf juga... Nggak sengaja bikin menara Kak Jeno roboh."

Taeyong tersenyum puas melihat keduanya sudah saling memaafkan. "Nah, begini dong. Kalau ada masalah, kita selesaikan baik-baik, nggak boleh marah-marah atau pukul-pukulan, ya?"

"Yes, Bubu," jawab mereka serempak, meskipun suaranya masih kecil. Tapi Taeyong tahu bahwa mereka mendengarkan.

Setelah memastikan suasana kembali damai, Taeyong berdiri dan menghela napas panjang. "Sekarang, siapa yang mau bantu Bubu bikin kue di dapur?"

Serempak, mata anak-anak langsung berbinar mendengar kata kue dan langsung bersorak. "Aku bantuin, Bubu!" teriak Sungchan penuh semangat, diikuti oleh Beomgyu dan Sion yang juga mengangkat tangan kecil mereka dengan antusias.

Taeyong tersenyum melihat antusiasme mereka. "Oke, ayo kita ke dapur sekarang!" Ia pun menggandeng tangan Beomgyu dan Jeno, sementara Mark, Sungchan, dan Sion berlarian ke arah dapur dengan tawa riang. Suasana rumah yang tadi sedikit tegang kini berubah menjadi ceria kembali.

Di dapur, Taeyong menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue cokelat. Anak-anak berdiri di sekeliling meja, menatap penuh antusias. "Baik, Abang Mark, Kak Jeno, kalian bantu Bubu aduk adonannya, ya. Beomie dan Syongie bisa bantu kasih topping nanti," Taeyong memberikan instruksi dengan sabar.

Mark mulai mengaduk adonan dengan tenang, sementara Jeno sibuk membantu menimbang bahan. "Kak Jeno, pelan-pelan ya, jangan terlalu banyak," Taeyong memperingatkan dengan lembut saat Jeno hampir memasukkan terlalu banyak tepung. Jeno mengangguk cepat dan tersenyum kecil, berusaha lebih hati-hati.

Sementara itu, Beomgyu dan Sungchan sibuk menata topping di meja, memikirkan pola apa yang akan mereka buat di atas kue nanti. Sion, yang masih terlalu kecil untuk membantu banyak, hanya duduk di bangku tinggi sambil memandang mereka dengan mata lebar penuh rasa ingin tahu. Sesekali ia berusaha menggapai tepung yang berantakan di meja, tapi Mark dengan sigap menahannya. "Jangan dedek, nanti berantakan lagi," ujar Mark sambil tersenyum.

Saat adonan sudah siap, Taeyong mengambil cetakan dan menuangkan adonan ke dalamnya, lalu menyerahkannya pada Beomgyu dan Sungchan. "Oke, sekarang kalian bisa taruh toppingnya," ujar Taeyong.

Beomgyu dan Sungchan dengan hati-hati menaruh cokelat chip dan potongan kacang di atas adonan, berusaha agar tampilannya sempurna. Tawa kecil terdengar ketika Beomgyu tak sengaja menumpahkan sebagian topping ke lantai, tapi mereka cepat-cepat membereskannya sebelum Taeyong melihat.

Setelah selesai, Taeyong memasukkan cetakan kue ke dalam oven. "Sekarang tinggal tunggu kuenya matang. Kita bisa istirahat dulu sambil nonton TV," katanya sambil membersihkan tangan.

Anak-anak langsung menuju ruang keluarga dengan semangat, duduk di depan TV dan mulai memilih acara favorit mereka. Taeyong menatap mereka dengan senyum puas, bersyukur melihat keempat anaknya sudah kembali ceria dan rukun.

Mark yang duduk di samping Taeyong tiba-tiba bertanya, "Bubu, kue yang kita bikin bakal enak, kan?"

Taeyong tertawa kecil dan mengusap kepala Mark. "Pasti enak. Karena kita bikin bareng-bareng, jadi kuenya pasti lebih spesial."

Mark tersenyum lebar mendengar jawaban Taeyong. "Abang jadi nggak sabar nunggu kuenya jadi."

Dalam suasana yang hangat dan ceria itu, mereka menunggu kue matang sambil menonton acara kartun kesukaan anak-anak. Hujan masih turun di luar, tapi di dalam rumah, suasana terasa penuh kebahagiaan dan kehangatan keluarga.

Sweet Memories.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang