Beomgyu memicingkan mata saat melihat Sungchan berusaha merangkak mendekatinya, namun gerakan pelannya tak cukup meyakinkan. Alhasil, Sungchan malah kembali terduduk di tempat, menatap Mark dengan wajah memelas, seakan dunia runtuh di hadapannya.
"Abang, tolongin Syongie..." Suaranya bergetar penuh harap, hampir menangis, menarik perhatian Mark yang segera mendekatinya dan mengangkat adiknya ke dalam pelukannya.
"Syongie, kenapa adek?" Mark bertanya dengan nada lembut, merasa ada yang salah. Sungchan memang anak yang ceria, tapi kali ini ada sesuatu yang membuatnya sangat terpukul.
Sungchan, dengan mata yang mulai berkaca-kaca, tampak ragu untuk bicara. Seolah-olah jika dia mengakui apa yang terjadi, semuanya akan semakin memburuk. Akhirnya, dengan suara kecil dan terputus-putus, dia berbisik, "Syongie nda sengaja patahin robot nna Beomie. Terus... terus Beomie marah sama Syongie. Katanya nggak mau temenan lagi sama Syongie..."
Mark terdiam sesaat, kaget dengan pengakuan itu. Dia tahu betapa Beomgyu menyayangi robot mainannya. Tapi lebih dari itu, dia juga tahu betapa Sungchan sangat terikat dengan Beomgyu. Tali persaudaraan antara mereka, meski masih kecil, selalu kuat—jadi ketika kata-kata seperti 'nggak mau temenan lagi' keluar dari mulut Sungchan, itu pasti sangat menyakitkan.
"Ssst... nggak apa-apa, Syongie," Mark mencoba menenangkan sambil mengelus punggung Sungchan. "Beomie mungkin lagi marah, tapi abang yakin dia nggak sungguh-sungguh ngomong kayak gitu. Nanti abang ajak bicara Beomie, ya?"
Namun, dari sudut ruangan, Beomgyu masih duduk dengan tangan terlipat di dada, wajahnya tampak kesal meski ada kilatan rasa bersalah yang terselip di balik amarahnya. Robot kesayangannya itu memang patah, dan Sungchan, dengan keluguannya, adalah penyebabnya. Namun mendengar adiknya mulai merengek seperti itu, Beomgyu mulai goyah.
"Beomie, jangan marah sama Syongie, ya?" pinta Mark dengan suara lembut, namun nada serius tersirat di baliknya. Dia tahu bahwa Beomgyu bisa keras kepala, tapi dia juga tahu bahwa hati Beomgyu tidak sekeras itu.
Beomgyu mendengus, seolah masih ingin mempertahankan gengsinya, tapi akhirnya dia bersuara, "Tapi robotnya beneran patah, Abang... Itu kan mainan favorit Beomie." Suaranya sedikit bergetar, antara kekesalan dan kesedihan. Dia memalingkan wajah, tidak ingin terlihat terlalu lemah di hadapan mereka.
Mark mendekati Beomgyu sambil tetap menggendong Sungchan yang masih menunduk sedih. "Beomie, abang tahu itu penting buat kamu. Tapi Syongie nggak sengaja... Kalau Beomie terus marah, Syongie bisa makin sedih."
Sungchan tiba-tiba menyembunyikan wajahnya di dada Mark, suara kecilnya penuh penyesalan. "Maaf, Beomie... Syongie janji nggak akan ceroboh lagi... Jangan benci Syongie..."
Kata-kata itu menusuk Beomgyu lebih dalam dari yang dia kira. Matanya melembut, melihat betapa sedihnya adiknya. Dia tidak tahan lagi melihat Sungchan menangis karena kesalahannya.
Beomgyu menarik napas panjang, hatinya akhirnya luluh. "Ya udah... Beomie nggak benci Syongie," katanya dengan suara yang lebih lembut, meski masih ada sisa kekesalan. "Tapi lain kali hati-hati, ya? Beomie nggak suka kalau mainan Beomie rusak. Apalagi itu pemberian Ayah."
Mata Sungchan berbinar, seakan dunia kembali cerah. Dia buru-buru melompat dari pelukan Mark dan berlari ke arah Beomgyu, memeluk kakaknya erat-erat. "Makasih, Beomie! Syongie janji, janji banget nggak akan rusakin apa-apa lagi!"
Beomgyu, yang awalnya masih ingin menjaga gengsinya, akhirnya tersenyum kecil sambil mengelus kepala adiknya. "Iya, ya sudah... Beomie maafin. Tapi jangan ceroboh lagi, Syongie."
Mark, yang melihat adegan itu, tersenyum lega. Namun, ia juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menegur dengan halus. "Nah, karena Beomie dan Syongie sudah baikan sekarang. Tapi lain kali, Syongie hati-hati, dan Beomie juga harus sabar, ya? Mainan bisa diganti, tapi persaudaraan kalian itu nggak bisa."
Sungchan mengangguk semangat, dan Beomgyu, meski agak terpaksa, akhirnya ikut mengangguk. Drama kecil itu berakhir dengan pelukan hangat, dan Beomgyu serta Sungchan pun kembali bermain, kali ini dengan lebih hati-hati. Mark duduk di samping mereka, merasa lega bahwa adik-adiknya bisa kembali akur.
Namun, di balik semua itu, ada senyum kecil yang terselip di wajah Mark. Dia selalu tahu, meskipun Beomgyu sering keras kepala, pada akhirnya, kasih sayangnya pada Sungchan tidak akan pernah pudar.
Taeyong menyaksikan semua itu dengan senyuman yang menghiasi wajah cantik pemuda itu. Hatinya menghangat melihat bagaimana Mark begitu dewasa menanggapi adik kembarnya yang bertengkar.
Taeyong mendekat dan menyuruh mereka untuk segera bangkit dan menuju ruang makan di mana Jeno dan Sion sudah menunggu mereka sejak tadi. Benar saja, Jeno sudah duduk sambil memainkan sendoknya, dan Sion duduk di kursi bayi dengan pipinya yang bulat terlihat menggemaskan. Taeyong segera mengambil tempat duduk di samping Sion, sambil mengawasi anak-anaknya yang mulai makan dalam diam.
Namun, suasana hening itu tidak berlangsung lama. Jeno, yang tak pernah bisa menahan rasa penasarannya, mulai bertanya, "Bubu, habis ini kita jemput Ayah kan?"
Taeyong menatap Jeno dengan lembut. "Enggak, sayang. Ayah masih kerja jam segini. Nanti Ayah bisa pulang sendiri kok."
Jeno tampak kecewa, meskipun ia tahu bahwa pekerjaan Ayahnya kadang membuatnya pulang terlambat. "Oh, kirain kita mau jemput Ayah..."
Taeyong tersenyum kecil dan mengusap kepala Jeno. "Nanti malam, kalau Ayah sudah pulang, kita bisa kumpul bareng lagi. Mungkin Ayah punya cerita seru dari tempat kerjanya, ya?"
Jeno mengangguk sambil tersenyum, sedikit lebih tenang. "Iya, semoga Ayah cepet pulang..."
Mark memperhatikan semuanya sambil tersenyum puas. Meski mereka sering berdebat kecil atau bertengkar, pada akhirnya mereka tetap keluarga. Dia tahu, apapun yang terjadi, mereka akan selalu saling menyayangi dan mencintai seperti apa yang Jaehyun dan Taeyong ajarkan kepada mereka.
Sungchan yang duduk di sebelah Beomgyu, tampak lebih ceria sekarang, sambil sesekali melirik kakaknya, memastikan Beomgyu sudah benar-benar memaafkannya. Sedangkan Beomgyu, meski masih menjaga sikapnya, tak bisa menyembunyikan senyum kecil di wajahnya setiap kali Sungchan menatapnya.
Setelah makan siang selesai, Taeyong berdiri dan mulai merapikan meja, dibantu oleh Mark. "Terima kasih, Abang. Udah bantu-bantu bubu," ujar Taeyong dengan suara lembut namun penuh kasih sayang.
Mark tersenyum hangat. "Sama-sama, Bubu. Gak usah sungkan. Kan kata Ayah, Abang harus bantu Bubu kalau Ayah lagi enggak ada di rumah."
Suasana rumah kembali tenang setelah drama kecil pagi tadi. Anak-anak pun mulai melanjutkan aktivitas mereka masing-masing, sementara Taeyong sibuk memastikan rumah tetap rapi sembari menjaga anak-anak.
Namun, ada perasaan damai yang menyelimuti seluruh rumah. Meski banyak hal yang harus dihadapi, keluarga kecil ini selalu mampu mengatasi setiap masalah dengan kasih sayang dan kebersamaan.
.
Halo!
Aku cuma mau bilang terima banget untuk kalian yang sudah berkenan baca cerita aku yang aneh ini terutama untuk kalian semua yang sudah memberikan dukungan kepada aku dengan memberi bintang dan komentar positif. Aku benar-benar berterima kasih sekali untuk itu karena udah bikin aku makin semangat untuk terus melanjutkan walaupun ada silent readers, hehe. Pokoknya terima kasih dan semangat untuk kita semua, i love you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Memories.
Teen FictionTentang keluarga yang memiliki berbagai momen yang menyenangkan untuk dikenang bersama.