16. Maknae's

108 20 2
                                    

Maki tumbuh tanpa tau rupa kedua orang tuanya, tidak tau bagaimana wajah asli wanita yang melahirkannya, tidak ingat juga wajah Papa dan Mama yang sempat mengasuhnya selama 3 tahun sebelum akhirnya juga menghembuskan napas terakhir menyusul Bunda.

Sejak kecil, Maki selalu diperlukan berbeda oleh ke-delapan Kakaknya, mereka selalu overprotektif terhadapnya. Nggak masalah bagi mereka, tapi Maki nggak suka. Dia bukan lagi bayi berumur 3 tahun yang ditinggal oleh orang tuanya dan diasuh oleh Kakak-kakaknya, dia akan tumbuh besar suatu hari nanti.

Terbiasa dimanjakan, tidak membuat Maki menjadi senang, walau terkadang kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingannya sih, sekali-kali.

Seperti hari ini, bel pulang baru saja berbunyi, Maki juga baru selesai memasukkan semua bukunya ke dalam tas dan bergegas keluar dari kelas, pengen cepet pulang terus tidur, hari ini entah kenapa capek banget dan lagi tubuhnya sedang tidak bisa diajak untuk main. Pokoknya harus langsung pulang, mandi, tidur, bodo amat nggak usah makan.

Di depan kelasnya sudah ada Harua dan Taki yang menunggu.

"Kalian vampir ya? Cepet banget sampai sini."keluh Maki yang kedua tangannya sudah digenggam oleh kedua Kakaknya itu.

"Mana ada vampir di dunia nyata, kebanyakan baca buku cerita nih bocil."

"Siapa yang suka bacain?!"Maki menggembungkan pipinya kesal.

Taki menggigit lidah depannya begitupun Harua yang terkekeh kecil, benar mereka berdua lah yang suka membacakan buku cerita vampir dan sebagainya kepada Maki.

"Nanti Kak Rua bacain lagi, Kak EJ bakal bawa buku lagi nanti."kata Harua sambil mencubit pelan pipi gembul Maki.

"Jangan dicubit nanti melar."

"Nggak papa, lucu."

"Ih nggak lucu, jelek."

Harua sama Taki mana setuju, Maki umur 13 tahun itu lucu pakai banget, titik.

Di pintu keluar, udah rame banget kayak yang lagi antre sembako, Harua sama Taki membelah kerumunan untuk keluar dari gedung sekolah dengan Maki yang terhimpit di tengah.

"Ya ampun, mereka nggak bisa apa ya langsung keluar gitu nggak usah berhenti di pintu masuk."keluh Harua, capek habis dorong-dorongan sama siswa lain.

"Maklum SMP."celetuk Taki.

"Kayak yang udah SMA."julid Harua, ketiganya berjalan melewati luasnya lapangan untuk sampai ke gerbang.

"Tinggal nunggu hujan aja nggak sih ini?"baru setengah jalan menuju gerbang, Taki bertanya sebab langit kini sudah sangat gelap ditambah hari memang sudah sore.

"Iya, enaknya makan mie yang pedes di rumah."tambah Harua.

"Ayo cepet jalannya, siapa tau Kak K udah nunggu."

Taki mempercepat langkahnya diikuti Harua dan Maki.

Keluar dari gerbang, ketiganya tidak mendapati seorang pun dari Kakaknya atau sopir yang biasa menjemput.

"Kok nggak ada yang jemput?!"tanya Harua entah pada siapa.

"Udah mendung banget, masak pada lupa sama Adik-adik yang lucu ini."Taki ikut misuh.

Maki berjongkok, membuat Harua dan Taki menoleh, tangan mereka yang masih tertaut Maki genggam dengan erat.

"Nggak ada yang jemput ya?"Maki mendongak menatap kedua Kakaknya dengan wajah lelah.

"Kak Rua nggak tau, mungkin sebentar lagi ada yang jemput."Harua ikut jongkok dan mengusap rambut Maki.

"Iya, mungkin masih di jalan."sahut Taki.

Petir menyambar dengan keras disertai kilat yang menerangi bumi sebab langit mendung.

"Shh."genggaman tangan itu kian erat membuat Harua dan Taki khawatir.

"Kenapa Maki?"Harua bertanya dengan khawatir.

"Sakit."suara petir itu membuat dadanya sakit, suaranya terlalu keras saat didengar dari luar.

Harua ingin sekali mengutuk siapapun yang bertugas menjemput mereka hari ini, rasa sayang Harua untuk semua Kakaknya kalah jika dibandingkan dengan sayangnya untuk si bungsu. Maki adalah segalanya, demi Maki, Harua akan melakukan apa saja yang ia bisa.

Perlahan, Harua melepaskan tangan Maki yang menggenggam erat tangannya. Menangkup wajah Maki, lalu bergerak untuk menutup telinganya, setidaknya suara yang akan Maki dengar nanti tidak sekeras sebelumnya.

Taki yang melihat itu menggiring Harua dan Maki untuk minggir, ada banyak mobil yang mulai keluar meninggalkan area sekolah.

Tak lama, sebuah mobil familiar terparkir di depan mereka dalam keadaan basah, pasti hujan sudah mulai turun di daerah lain.

"Maaf, Kakak telat jemput kalian, Kak K mendadak bilang nggak bisa jemput dan Kakak baru buka hp pas mau lihat jam."itu Fuma, yang langsung menghampiri ketiganya setelah keluar dari mobil.

Harua menghela napas, ia tau jika Kakak-kakaknya itu sibuk, tidak bisa juga disalahkan jika terlambat menjemput. Kalau gitu kenapa nggak minta sopir aja yang jemput, itu gunanya sopir di rumah apa kalau yang antar jemput masih K dan Fuma, mana telat lagi.

"Kenapa nggak minta sopir aja sih buat jemput?"bukan Harua, itu Taki, mana berani Harua bilang gitu sama Fuma.

"Sopirnya lagi jemput Kakak-kakak kalian, sekali lagi maaf ya udah bikin kalian nunggu lama. Ayo pulang, udah gerimis nih."Fuma menggiring ketiga Adiknya masuk ke dalam mobil.
"Kalian mau beli sesuatu nggak?"tanya Fuma menoleh ke belakang dimana ketiga Adiknya duduk.

"Terserah."Maki menyandarkan kepalanya ke bahu Harua yang refleks memeluknya. Sepertinya Maki memang sudah tidak mood untuk sekedar berbicara, mata puppy itu mulai tertutup begitu mulai bersandar.

"Mau jagung bakar."kata Harua, detik berikutnya ia langsung mengatupkan mulutnya saat menyadari dengan siapa ia berbicara, Kakaknya yang satu itu seperti tidak pernah suka akan kehadiran dirinya.

"Mau juga yang di bakar, sosis?"Taki begitu biar di satu tempat aja belinya nggak kelamaan.

"Oke, jagung sama sosis."Fuma mulai melajukan mobilnya ke kedai yang menjual makanan keinginan kedua Adiknya itu.

Harua tidak bisa menahan senyumnya, Fuma tidak mengabaikannya. Sambil memeluk Maki, Harua menyembunyikan senyumannya dengan mencium kepala Maki.

Fuma yang melihat itu dari kaca tersenyum tipis, Harua tidak pernah salah.

SEE YOU NEXT CHAPTER

Our Live || &TeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang