08 : Perasaan Khawatir

46 11 95
                                    

Seorang suami istri tengah tertidur lelap. Mereka tertidur sangat nyenyak sampai-sampai tak menyadari jika jendela kamar mereka terbuka dengan begitu lebarnya. Seseorang yang menggunakan pakaian serba hitam hanya memperhatikan mereka tertidur tanpa ekspresi.

"Aku tidak akan membangunkan mereka, mereka akan bangun sendiri dalam hitungan detik. Satu... Dua... Tig--" perkataan Malik terhenti ketika sang pria disana menggeliat tak nyaman dan merasa kedinginan karena angin dari luar.

Pria itu terperanjat melihat Malik berdiam diri dekat jendela. Hal itu membuat istrinya terbangun dan sama terkejutnya. Bagaimana tidak? Baru saja bangun dan mendapati seseorang di depan jendela tengah menatapnya tanpa ekspresi––itu lebih mending dari pada menampakkan wajah tersenyum menyeramkan.

"Siapa kau?!" tanya sang wanita dengan gemetaran.

"Kenapa kau ada dikamar kami?!" tanya si pria hanya sudah bersiap-siap akan menghajar Malik.

Namun ketika bangun dan hendak menghampirinya. Pria itu justru tersungkur lebih dulu, dikarenakan lantai yang penuh dengan minyak.

"Sayang!" wanita itu terkejut dan khawatir.

"Sayang jangan turun, disini banyak minyak... Kau akan terjatuh!" kata si pria yang takut istrinya kenapa-kenapa.

"Apa maumu! Kenapa kau ada disini?!" amuk wanita itu tak terima.

"Kalau kau mau uang kami, ambil! Tapi pergi dari sini!" bentak si pria yang berusaha bangkit.

Malik memutar kedua bola matanya malas. Mereka pikir ia perampok? Jika pun iya, ia tidak akan bersusah-susah untuk membunuh orang. Hanya mengambil uang saja, tuntas. Namun ini? Harus menghadapi orang-orang dan darah, menyebalkan––pikir Alastor Malik Aditama.

"Aku tidak butuh uang kalian. Aku hanya butuh nyawa kalian!" jelas Malik acuh.

Pikiran wanita itu langsung tertuju kepada anak-anaknya yang berada dilantai bawah. "Anak-anak... Anak-anak...." Wanita itu mengulang-ulang kata-kata dengan suara kecil. Ia benar-benar khawatir terhadap anak-anak mereka. Namun takut ketahuan Malik jika mereka punya anak dibawah.

Suaminya memberikan isyarat untuk diam. Namun Malik paham.

"Tenang saja. Anak-anak kalian sudah aman bersamaku," jelas Malik semakin membuat mereka terkejut dan khawatir.

"Kau apakan anak-anak ku?!" wanita itu mengamuk.

"Aku hanya membawa mereka ke panti asuhan," balas Malik dengan santainya.

"Apa?" Pria itu terpelongo. "Untuk apa kau membawa mereka ke panti asuhan?!"

"Apa lagi? Mereka tidak akan punya orangtua lagi, dan tempat tinggal. Jadi mau bagaimana? Terpaksa aku membawa mereka ke panti asuhan," jelas Malik.

Wanita itu menutup mulutnya tak percaya.

"Tenang saja, aku tidak melukainya sedikitpun," tambah Malik untuk menghilang rasa khawatir keduanya.

"APA YANG KAU MAU!!" bentak pria itu.

"Apa? Kan sudah kukatakan, aku ingin nyawa kalian berdua," balas Malik dengan ramah.

"Berani-beraninya kau!" Wanita itu mengambil sebuah pisau dilaci sebelahnya––lalu menghampiri Malik dengan perlahan-lahan.

"Sayang..." Pria itu mencegah istrinya.

"Siapa yang menyuruhmu kesini?" tanya pria itu sebelum pertengkaran dimulai.

Malik menghela nafas berat. Sampai kapan basa-basi ini selesai? Ia benar-benar muak dengan drama ini. Ia ingin segera menemui istrinya yang sedang tertidur cantik itu.

Mr Criminal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang