11) Pembuatan Pondok Pasar Part 2

17 1 0
                                    

Di hari kedua pengerjaan pondok pasar desa sudah terlihat bangunan setengah jadi itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di hari kedua pengerjaan pondok pasar desa sudah terlihat bangunan setengah jadi itu. Beberapa ban bekas yang sebelumnya hanya berwarna hitam polos dan mulai memudar kini satu persatu di susun dengan rapi setelah warna dari catnya mengering.

"Pst,... Cewek. Bagi pisang goreng, dong."

Rain mengangkat kepalanya, dengan tangan yang setia memegang kuas dan sebuah ban di hadapannya itu seketika melirik ke arah sumber suara.

"Ogah... Bikin aja sendiri." Sebelah tangannya yang kosong ia meraih sebutir pisang goreng yang ada di sebuah wadah kotak makan dan ia mengunyahnya perlahan.

Sejujurnya, Rain juga tidak sekejam itu. Dia memang menggoreng banyak pisang untuk di makan bersama-sama rekannya yang lain. Tapi, karena masih tersisa sedikit dongkol di hatinya. Ia sengaja memanas-manasi beberapa pasang mata yang tengah kedapatan curi-curi pandang padanya tepatnya pada bau harum pisang goreng tersebut.

"Yah, teganya dirimu ayang. Kasihani lah kakanda yang kelaparan ini." Galang seolah menangis merintih seraya mengusap perutnya yang lapar.

"Bodo amat gue masih kesel sama kalian semua. Terutama lo." Ia menunjuk satu pemuda yang sedang fokus mengamplas sebuah kayu yaitu Rimba yang terlihat cuek saja.

Rain kemudian fokus mengecat sisa ban bekas. Menambahkan gambar kelopak bunga kecil sebagai hiasan dengan warna berbeda.

"Rain yang cantik...."

"Apaan?" jawab Rain dengan nada jutek.

"Kita mau bantuin lo ngecat boleh?" Zhevanya mengerlingkan kedua bola matanya bersama Merynda yang mengatupkan kedua telapak tangan seolah memohon kepada seorang baginda ratu. Susah payah Rain menetralkan ekspresinya.

"Boleh, tapi... awas aja kalian kaya kucing birahi lagi ya. Liatin masih ada sisa nih cat di tangan gue."

Zhevanya dan Merynda mengangguk cepat sambil membuat gerakan hormat. "Siap madam, kali ini janji. Nilai lebih penting daripada makhluk-makhluk tampan. Setidaknya untuk sekarang. Hehe..."

Kepala desa, Pak Edi hanya menjatahkan pondok pasar berkah desa mekar sari atas nama mahasiswa kkn sebanyak satu unit saja. Sisanya para warga desa yang akan membuatnya sendiri. Dengan begini mereka tidak akan terlalu jauh untuk membeli barang-barang keperluan di pasar perbatasan.

Berkat ketangkasan serta kerja sama mereka. Pondok itu pun selesai dalam waktu tiga hari berikut dengan orname-ornamen pelengkap yang dikerjakan oleh anggota perempuan.

Mereka kembali ke posko dan saat itu jam di dinding mengarah pada angka delapan malam.

"Cius, demi apa. Badan gue rasanya meleyot tiada tara. Tulang-tulang gue butuh di pijat." Zhevanya menepuk-nepuk pelan lengan, dan kakinya.

"Gue juga, ternyata kkn itu berjuta rasanya." Merynda juga memijat kecil betis dan lehernya.

"Eh, si ulat nangka ke mana? Kok gak keliatan?"

Kronik Dewi Hujan (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang