Pagi berganti malam, hari pun berganti. Kendati sudah tak lagi hujan, langit di desa ini masih terlihat mendung. Seolah awan-awan gelap itu masih betah berlama-lama di atas sana. Dewi dalam diri Rain tidak berbuat apa-apa. Ini sudah garis alam atau langit memang memutuskan sendiri untuk membasahi bumi atau tidak. Beruntungnya, sosialisasi dapat dilanjutkan.
Sosialisasi hari ini bertemakan sayangi bumi kita dan pentingnya menjaga kelestarian alam. Seperti yang dapat di tebak bahwa Rimba lah menjadi pembicaranya berkaca dari pengalamannya sebagai duta pengabdian di negara terdampak krisis lingkungan.
Lalu, Monica yang menjadi moderator. Gadis itu duduk di samping kursi berjarak satu meter dari Rimba.
Rain dan yang lain duduk di beberapa kursi dan meja yang disiapkan di dalam ruangan. Gadis itu sedikit memuji bagaimana kepiawaian Rimba dalam mengolah kata selama acara berlangsung. Lengannya bergerak tidak tepatnya, Zhevanya yang menyenggol beberapa kali. Zhevanya hanya bisa cerewet melihat Monica yang sengaja berbicara dengan mendayu-dayu.
"Lihat deh, Ra. Sejak kapan logat ngomong tuh cewek jadi di lembut-lembutin gitu. Mana mendayu-dayu lagi. Kita kan lagi acara sosialisasi bukan lomba tarik suara."
Jika ada lomba ratu berjulid, mungkin Zhevanya bisa menjadi salah satu peserta. Gadis itu mencibir setiap kali Monica mengeluarkan suara dengan microphone ditangannya setiap menyampaikan pertanyaan dari warga yang mengacungkan tangan bertanya mengenai materi sosialisasi.
"Tuh, liat dah. Perasaan kalo gak nempel sama bang Rimba. Dia pasti suka nempel sama anggota cowok yang lain." tempo hari Zhevanya memang memperhatikan ruang gerak Monica. Melihat betapa gadis itu gemar mencari perhatian dan suka berdekatan dengan lawan jenis. Entah mengapa gadis itu lebih mirip dengan lintah penghisap darah yang suka menempel di kulit manusia.
"Di sabarin aja, Zhe. Yang penting dia gak nyari masalah sama lo." Merynda yang tadi menyimak merespon.
"Kalo dia sampai berani nyari masalah sama gue. Gue obrak-abrik muka sok cantiknya itu." geram Zhevanya.
Selesai acara sosialisasi itu. Rain, Zhevanya, Merynda berada di meja bagian konsumsi. Seperti biasa membagikan kotak kue pada warga. Senang melihat antusiasme mereka yang tidak berubah. Dengan demikian selesai lagi satu jenis proyek kelompok kkn mereka.
Dengan tubuh yang letih, para rekanan itu kembali ke posko.
"Guys, kumpul di ruang depan yok. Ada yang mau gue omongin." Jevan membuka interlokusi di tengah-tengah waktu istirahat mereka di posko.
"Kenapa, Jev?" Guska melihat Jevan yang membawa map plastik di tangannya lalu duduk bersila.
"Dana kas kita kayanya gak cukup deh..." Jevan mengetuk lembaran kertas yang ia keluarkan.
"Maksud lo kurang gitu?" Nakula mengambil posisi duduk di sampingnya.
"Iya, udah tiga harian gue itung-itung terus, kita masih ada waktu tiga minggu lebih. Tapi dana yang ada cuma cukup buat dua minggu aja."
"Nanti tambah pakai duit gue aja kalo gitu," Rimba menawarkan niat baik.
"Eh, jangan lah bang. Dana kas kkn ini kan udah kita rinciin dari awal pembekalan. Kalau mau adil semua harus rembukan ulang." Jevan memprotes.
"Jevan bener, intinya jangan memberatkan di satu individu." Guska membalas, kemudian laki-laki itu berpikir sejenak dan berujar, "Ada cara lain," katanya.
"Apaan tuh, Ka?" Galang menimbrung.
"Buat proposal pengajuan dana. Nanti. Gue bisa buat alur proposalnya. Setelah itu gue bakal sering keluar untuk ketemu beberapa instansi. Dalam hal ini seenggaknya gue butuh satu anggota buat nemenin," jelas Guska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Dewi Hujan (On Going)
FantasíaContains of Comedy+Romance+Fantasy. Bagaimana jikalau kamu sang dewi hujan yang kerap kali menurunkan hujan untuk penduduk bumi mendadak ditugaskan menjadi seorang mahasiswi di salah satu kampus agar mengikuti serangkaian kegiatan empat puluh hari...