Di samping posko sebagaimana yang terlihat, ada beberapa tiang jemuran yang berdiri tegak dibuat dari kayu
oleh para anggota laki-laki untuk menjemur baju-baju mereka.Rain baru saja selesai mencuci baju bersama dengan Zhevanya yang ikut membantunya untuk menjemur beberapa potong pakaian.
"Gue gak tau harus bersyukur apa enggak ya. Jatah cucian kita gak pernah nambah karena Monica itu selalu pakai jasa laundry. Gue sebenernya juga males ngeghibahin dia, Ra. Gue mau nanya deh sama lo?" Zhevanya mengibaskan sebuah baju lalu menggantungnya pada tali jemuran.
"Nanya apa?"
Menarik napas sekali sambil mengambil baju basah yang baru untuk dijemur, ia bertanya, "Monica emang kaya gitu sifatnya kah? Lo kan satu jurusan sama dia. Berarti sedikit banyak lo tau dia gimana orangnya."
Rain menganggukkan kepala tampak berpikir sejenak, "Yah, begitulah sesuai apa yang lo pikirin dalam kepala lo."
Zhevanya hanya heran saja. Seumur-umur dia tidak pernah bertemu manusia yang spesiesnya seperti Monica. Spesies yang parahnya tidak dapat dielaborasikan dengan kata-kata lagi. "Gue yakin deh, dia ngikut kkn ini juga karena terpaksa. Lo bayangin aja tiap kita kumpul malem di posko muka dia jarang hadir karena sering pergi tanpa izin sama Guska. Dikiranya kita ini babu yang harus melayani dia apa? Terus ya Ra, sifatnya dia ogah-ogahan gitu. Giliran kegiatan bareng cowok-cowok aja dia gesit. Cari muka banget."
"Hmmm... Biarin aja selama dia gak merugikan orang banyak." selama tidak memperlambat kinerjaku dan misiku selama di sini dewi dalam benak Rain bergumam.
"Iya deh, Eh—Rain, muka lo pucet bener. Yakin lo beneran gapapa?" Pasalnya, dari jarak dekat Zhevanya dapat melihat bahwa wajah Rain begitu pucat berbeda dari hari-hari sebelumnya.
"Biasa aja tuh." Rain merasa ia baik-baik saja.
"Bibir sama muka lo pucet banget soalnya. Lo yakin gapapa? Lo gak lagi nahan sakit kan? Bilang aja sama gue. Nanti gue beliin obat di warung." Demi kesejahteraan bersama. Kalau ibu peri mereka ini demam, mereka juga pasti akan kesulitan. Terutama kehilangan chef andalan mereka.
"Santai, gue baik-baik aja kok." Rain kembali menyahut. Sungguh, dia tidak merasa demam atau apapun itu yang Zhevanya khawatirkan.
Tetapi, rupa-rupanya ia salah total. Zhevanya benar.
Nyatanya sesampai siang datang, tiba-tiba saja tubuh Rain mendadak semakin lemas dan tidak bertenaga. Seolah energinya habis terkuras. Ia curiga apakah ini adalah kerjaan ayahnya yang ada di atas langit. Ingin sekali dirinya berkomunikasi namun suasana sekarang tidak mendukungnya untuk melakukan itu.
"Duh, bener kan Ra, lo demam sih ini fix!" Zhevanya melihat Rain yang berbaring lesu. Lalu, gadis itu meletakkan punggung tangannya di dahi untuk mengecek suhu tubuh Rain
"Tuh, kan panas banget.""Mana yang lain pada keluar..." Zhevanya mendadak bingung sendiri. Rain memang tidak memasak hari ini. Dikarenakan beberapa teman-temannya sudah meninggalkan posko sedari pagi dengan agenda sesuai proyek individu mereka masing-masing. Hanya tersisa Zhevanya dan Rain saja.
"Lo ada bawa obat-obatan gak di koper lo?" Zhevanya sedang mengecek koper miliknya sendiri. Siapa tahu ada obat yang bisa ia berikan pada Rain.
"Kemaren itu gua ada stok. Cuma memang udah gue bagiin ke para warga pas acara sosialisasi itu loh." suara Rain sudah berubah semakin serak.
"Jadi gak ada sisa?"
"Kayanya,"
Zhevanya kemudian menggaruk kepalanya, "Ya ampun, Ra. Obat penurun demam gue juga abis. Apa gue ke warung aja ya? Mana tau ada yang jual. Tapi kalau gue ke warung lo pasti sendiri?" gadis itu menggigit bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Dewi Hujan (On Going)
FantasíaContains of Comedy+Romance+Fantasy. Bagaimana jikalau kamu sang dewi hujan yang kerap kali menurunkan hujan untuk penduduk bumi mendadak ditugaskan menjadi seorang mahasiswi di salah satu kampus agar mengikuti serangkaian kegiatan empat puluh hari...