Let reading back next chapter!!
1. I'm Back
Seorang gadis cantik dengan kulit putih pucat itu baru saja terbangun dari tidurnya. Gadis itu mengubah posisi tubuhnya menjadi terduduk dengan mata yang masih terasa ngantuk. Ia melihat jam pada ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 10:05 pagi, tentu dirinya tidak merasa kesiangan sama sekali. Baginya waktu libur terbaik adalah waktu untuk tidur yang panjang.
"Apa gue tidur lagi?" ujar gadis itu sambil menguap.
Hendak tertidur kembali, namun suara yang berasal dari perutnya mampu menghilangkan rasa kantuk itu.
Zareya Varsha anabelle, atau akrab dipanggil Reya. Gadis dengan tinggi badan yang pas itu memilih pergi ke bawah untuk mencari makanan. Tidak perduli dengan muka bantal serta rambutnya yang begitu berantakan terpenting ia harus mengisi perutnya yang lapar.
Celana hot pants serta kaos oversize adalah outfit ternyaman bagi seorang Reya. Dengan santainya ia menuruni anak tangga menuju kitchen.
"Ibu pasti udah pergi senam," ujar Reya mengingat rutinitas ibunya setiap minggu.
Langkah pendek Reya terhenti di depan pantry. Matanya menangkap sosok pria dengan postur tegap, sedang membungkuk di depan rak makanan. Hening, hanya terdengar suara kantong plastik yang dirobek.
Dahi Reya berkerut. "Siapa dia?" pikirnya sambil menahan napas. Tangannya langsung meraih wajan berat yang tergantung di dinding, tatapannya penuh tekad. Dengan langkah pelan, dia mendekat, ancang-ancang untuk memukul.
"MALING!!!"
Pria itu berbalik seketika, tetapi sebelum dia sempat bicara, BUK! Wajahnya dihantam wajan dengan kekuatan penuh. Kepala pria itu terdorong ke belakang, sementara Reya tersentak, menjatuhkan wajannya.
“Ka—kak Al?” suara Reya tercekat, wajahnya mendadak pucat.
Alnair berdiri tegap meski hidungnya memerah. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, hanya satu tangannya terangkat menyeka darah tipis di ujung hidung. Tatapannya dingin turun ke arah Reya yang membeku di tempat.
"Saya pemilik rumah ini! Bukan maling." ucap Alnair, nada suaranya datar, tanpa intonasi marah.
Reya menelan ludah, bingung harus berkata apa. "Gue... gue pikir maling, Kak," suaranya lirih, hampir seperti bisikan.
Alnair mengangkat alisnya sedikit, seolah menimbang jawaban Reya. "Hmm," gumamnya pendek, lalu berbalik mengambil botol air yang tadi sempat ia ambil. Ia meneguknya tanpa terburu-buru, seakan tak peduli bahwa hidungnya barusan dihantam wajan.
"Kak, maaf. Gue bener-bener nggak tahu lo bakal pulang," kata Reya cepat, langkahnya maju dengan wajah panik.
Alnair mengangkat tangannya, menyuruh Reya berhenti. "Nggak usah drama. Ngasih saya plester buat hidung saya udah cukup," jawabnya sambil melewati Reya, seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi sebelum dia keluar dari pantry, dia menoleh sedikit.
"Next time, cek dulu sebelum main pukul." Pandangannya menusuk, namun ujung bibirnya terangkat tipis, hampir seperti senyuman.
Reya berdiri terpaku, hanya bisa mengutuki dirinya sendiri. "Tuan muda is back!?" Reya menelan ludahnya dengan susah payah.
Alnair Mahagra. Sosok tegas penuh wibawa, pemilik tatapan elang, rahang tegas, alis tidak terlalu tebal, memiliki tinggi badan diatas rata-rata, CEO muda yang sering kali disebut memiliki ukiran wajah yang sempurna. Anak tunggal sekaligus pewaris utama dari keturunan Bumantara itu telah kembali.
________
Reya, gadis barbar yang biasanya sulit digoyahkan, tiba-tiba dibuat gugup. Tangannya yang mengompres hidung Alnair gemetar kecil. Wajah tampannya yang penuh wibawa membuatnya hilang kata-kata.
"Yang benar," protes Alnair dengan nada datar, memecah keheningan.
Reya tersadar. Ia mengerjap, merutuki dirinya dalam hati. "Bodoh banget gue! Kenapa tadi nyangka dia maling?" pikirnya, menahan rasa malu.
"Duh, bodoh banget gue," gumamnya pelan.
"Memangnya kamu nggak tahu saya pulang semalam?" Alnair bertanya, suaranya rendah namun jelas menusuk.
Reya menggeleng pelan, lalu menjawab, "Nggak tahu."
Alnair menghela napas. Pandangannya begitu tajam, membuat Reya semakin kikuk. "Padahal saya sudah bilang pada Ibu tiga hari lalu."
Reya buru-buru menyangkal, "Ibu nggak bilang!" Suaranya terdengar terlalu cepat, terlalu defensif.
Mendengar itu, Alnair hampir tertawa. Zareya Varsha Anabelle. Tidak pernah berubah, pikirnya. Alnair menatap gadis itu lebih lekat. "Kamu takut?" tanyanya dengan nada sedikit mengejek.
Reya langsung menggeleng kuat-kuat. "Eh, nggak lah!" Tapi nada suaranya justru penuh keraguan.
Alnair menyeringai, senyum dinginnya makin membuat Reya salah tingkah. Gadis itu mencoba memasang ekspresi garang, tapi di mata Alnair, ekspresi itu justru terlihat lucu.
"Reya," panggilnya pelan, membuat gadis itu berhenti bicara. "Kepala saya sakit," lanjutnya, nada suaranya lebih rendah, namun penuh perintah.
Reya langsung berdiri, ingin mengambil obat. Namun, tangannya dicekal oleh Alnair sebelum sempat melangkah. "Nggak usah. Pijitin saja," perintahnya, menahan senyum saat melihat wajah Reya yang kaget.
Tanpa banyak bicara, Reya menurut. Ia meletakkan tangan kecilnya di kepala Alnair, mencoba memijat sebaik mungkin. Tapi keheningan di antara mereka terasa begitu canggung.
Saat itu, Alnair berkata dengan suara rendah, nyaris berbisik. "I'm back."
Reya berhenti. Tangannya menggantung di udara. Ia menatap Alnair dengan ekspresi sulit dibaca. "Kenapa balik?" tanyanya pelan, hampir tidak terdengar.
Tatapan Alnair berubah serius. "Salah saya kembali?" tanyanya, membuat Reya kaget.
Reya ingin membalas, tapi Alnair sudah lebih dulu bicara. "Besok temani saya keliling kota."
"Besok sekolah," jawab Reya cepat.
"Habis sekolah," tekan Alnair dengan nada tegas.
Reya mencoba mencari alasan lain. "Ajak Rigel aja."
Saat itu, pandangan Alnair berubah dingin. Ia menatap Reya dengan tajam, penuh ancaman yang membuat gadis itu terpaku. "Berani menolak?" tanyanya pelan, tapi nada suaranya penuh tekanan.
Reya menelan ludah, dadanya berdebar kencang. Dan untuk pertama kalinya, ia menyadari... Alnair Mahagra yang dulu ia kenal sudah berubah. Cowok itu tidak lagi sekadar menyebalkan. Ia sekarang mendominasi segalanya, termasuk kehidupannya.
Dan Reya tahu, mulai hari ini, ia tidak akan pernah bisa bebas lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alnair: He's Perfect
Fiksi RemajaAlnair Mahagra. Seorang CEO muda yang memiliki banyak prestasi diusianya yang masih 23 tahun. Sejak kecil, hidupnya penuh tuntutan dari sang Kakek dan ayahnya. Didikan yang keras membentuknya menjadi pribadi yang tegas. Ketika masih duduk dibangku...